Lentera Cinta
"Kita putus!"
Tegas seorang lelaki yang kini telah berhasil membuat gadis di hadapannya seketika membelalak kan kedua matanya dengan lebar. Rasa tidak percaya pun menyelimutinya_ingin rasanya berontak. Dan untuk memastikan apa yang baru saja didengar, ia pun melontarkan pertanyaan terhadap lelaki yang saat ini berdiri memunggunginya.
"Apa maksud dari perkataan kamu itu, Tara?"
Lelaki yang bernama Tara itu pun menghembuskan nafas dan mengusap wajahnya secara kasar. Lalu, ia membalikkan tubuhnya_memberanikan diri untuk menatap wajah Aletha yang masih berdiri di sana menantikan sebuah kebenaran.
"Maafkan aku, Aletha. Tapi ... kisah cinta kita tidak bisa dilanjutkan lagi. Kita tidak bisa berhubungan seperti dulu, maka dari itu kita harus segera mengakhiri hubungan ini."
"Tapi kenapa, Tara? Apa kesalahan yang sudah kuperbuat?" Protes Aletha.
"Ka ... maafkan aku, Aletha. Aku akan segera menikah dengan seorang wanita yang menjadi pilihan orang tuaku."
Tara seketika menundukkan pandangannya_tidak ingin melihat bagaimana wajah Aletha saat itu. Karena Tara sendiri pun sebenarnya tidak ingin mengakhiri hubungan yang ia jalin bersama Aletha selama empat tahun. Namun, halangan besar telah menutup sudah kisah asmara mereka.
"Menikah?"
Bagaikan disambar petir di siang hari, karena pernikahan yang akan dijalani Tara adalah kehancuran bagi Aletha. Pasalnya, empat tahun bukanlah waktu yang singkat bagi mereka yang sudah menjalani kisah cinta bersama. Akan tetapi, selain pernikahan Tara yang menghalangi hubungan mereka_perjalanan hidup mereka pun sangat jauh berbeda.
"Sekali lagi maafkan aku, Aletha. Aku ... aku tidak bermaksud untuk mengkhianati cinta kita, aku tidak bermaksud untuk menyakiti hati kamu dan maaf aku tidak bisa bertahan untuk memperjuangkan cinta kita."
"Aku harus pergi Aletha. Selamat tinggal!"
Tara pun melangkahkan kakinya tanpa menoleh kembali ke arah Aletha yang masih berdiri tegap di sana. Bahkan saat ini pun punggung Tara tidak nampak dalam pandangan Aletha lagi. Sedangkan Aletha, ia masih terdiam dalam kebisuan nya. Jantungnya pun seakan berhenti berdetak, perlahan kedua matanya pun memerah. Hingga akhirnya air bening membasahi pipi nya yang putih mulus itu.
"Aku tidak percaya dengan ini semua. Tara ... bagaimana bisa kamu pergi meninggalkan aku dengan sejuta luka? Sedangkan kamu yang datang membawa sepercik kebahagiaan, tapi kini ... kamu pergi begitu saja dengan sejuta luka yang kamu ciptakan. Hiks!"
Tangis Aletha pun pecah, bahkan semakin menderu. Tubuhnya perlahan luruh ke bawah, kedua kakinya menelungkup dan kepalanya pun tenggelam dalam kedua tangannya. Dan bahu nya terlihat bergetar hebat. Mungkin hatinya begitu hancur, sedangkan ia berharap ada kebahagiaan dalam pertemuannya dengan Tara di pagi itu. Namun, kenyataan telah berkata lain_dan kebahagiaan belum berpihak kepadanya.
Drrrt
Drrrt
Ponsel genggam milik Aletha yang berada di dalam tas pun bergetar, menandakan ada sebuah panggilan entah dari siapa itu. Namun, tidak dihiraukan sama sekali oleh Aletha panggilan telepon tersebut. Dan dia hanya menangis dan terus menangis_tidak menghiraukan sekitar yang banyak orang berlalu lalu memandangi nya. Karena pertemuan Aletha dengan Tara memang di tempat keramaian, taman yang banyak dikunjungi oleh kalangan remaja hingga dewasa.
"Kamu tega Tara. Kamu tega hancurkan semua kebahagiaan itu. Dan kini, tidak ada lagi sepercik harapan untuk membangunnya lagi. Aku sakit hati Tara. Hiks!"
Tiada hentinya air bening terus mengalir membasahi pipinya. Gadis berambut pirang, berkulit putih dan memiliki mata kecoklatan itu_hatinya benar-benar hancur berkeping-keping. Apalagi saat kebehagaian yang dulu kala ia lakukan bersama Tara, seakan menari-nari dalam pelupuk matanya yang membuat hatinya semakin merasakan kehancuran dan kerapuhan.
"Tidak. Tidak Aletha, kamu tidak boleh terus menerus menangis disini. Kamu harus bangkit dari keterputukan ini!"
Aletha berusaha menyemangati dirinya sendiri, laku menghapus air mata yang sudah membuat kedua matanya lembab. Namun, begitu sulit untuk menghapus kenangan indah dan juga luka yang perih dalam hidupnya. Setelah usai menghapus air matanya, ia bangkit dan masuk ke dalam mobilnya yang tidak jauh ia parkir kan di taman tersebut.
"Aku butuh ketenangan dan aku tidak mau diganggu oleh siapapun saat aku masih ingin tenang. Jadi, maaf saja kalau kalian tidak dapat menghibungiku." Ponsel pun ia matikan.
Aletha melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Namun, tiba-tiba saja ia menginjak pedal rem, sehingga mobilnya seketika terhenti. Lalu, ia turun dari mobil setelah melihat kejadian yang tidak diinginkan olehnya. Bahkan ia menghampiri dua orang yang tengah berdiri di tepi jalan.
"He, mas! Tolong dong hargai perasaan seorang wanita. Jangan semena-mena terhadap wanita seperti ini!"
Aletha tiba-tiba berteriak dan marah-marah terhadap seorang lelaki yang saat itu tengah memiliki masalah dengan kekasihnya_tanpa Aletha ketahui apa permasalan di antara mereka. Sehingga terjadilah sebuah keributan di tepi jalan itu. Lagi dan lagi Aletha menjadi pusat perhatian mereka_orang yang berlalu lalang melintas dengan kendaraan mereka masing-masing.
"Aletha?"
Seseorang menghampiri Aletha ketika melihatnya tengah marah-marah tidak jelas. Dan sepertinya orang tersebut begitu mengenal Aletha, bahkan orang itu merasa malu atas sperbuatan Aletha yang jelas nampak anehnya.
"Sekali lagi maaf ya, Mas-Mba!"
"Lain kali tolong ajari Dia sopan santun dong!" ketus seorang lelaki yang sudah dimarahi oleh Aletha.
"Iya, Mas. Sekali lagi maaf ya, Mas!"
Sepasang kekasih itu pun pergi dari pusat perhatian. Begitupun dengan Aletha yang pergi begitu saja dengan laju mobil yang tinggi. Sehingga membuat seorang yang menengahi perdebatan antara dia dengan lelaki tadi mengusap kasar wajahnya. Bahkan orang itu menghembuskan nafas kasarnya. Dan dalam hatinya ia pun bertanya, "Kesurupan apa sih anak itu? Bikin rusuh dan malu saja."
******
"Setidaknya aku bisa menenangkan diri ini sejenak di tempat ini."
Aletha merasa begitu nyaman ketika sampai di tempat yang menjadi tujuannya saat itu. Pandangannya pun tak luput dari ombak yang mengalun pelan. Angin yang berhembus pelan, membuat suasana menjadi semakin tenang dan penuh keheningan. Lautan yang biru dan luas itu membuat Aletha menarik kedua ujung bibirnya. Meskipun itu senyuman yang dibaliknya penuh dengan luka.
"Begitu bodohnya aku waktu dulu. Sempat merasa indah saat bersamanya, tapi ... kini Dia jatuhkan hatiku ke dalam lubang jurang yang begitu terjal. Yang seakan membuatku sulit untuk kembali naik ke atas."
Air mata kembali membasahi pipi nya. Namun, perasaan itu segera ditepiskan_air mata seketika diserka secara kasar. Dan untuk melepas segala kepenatan, beban yang berat dan luka di hati, ia berteriak dengan kencang_bagaikan orang yang sudah hilang akal. Sehingga kembali menjadi pusat perhatian atas tingkahnya yang bodoh itu. Karena memang saat itu banyak pengunjung di pantai tersebut.
"Aku benci kamu Tara..."
"Aku benci sama perbuatan kamu Tara..."
"Aku tidak mau bertemu sama kamu lagi..."
Berulang kali teriakan itu dilakukan oleh Aletha. Dan akhirnya ada seseorang yang menghampiri nya saat masih berdiri mematung memandangi lautan yang luas. Entah orang itu hendak menegur Aletha atas perbuatannya yang membuat kegaduhan dan kebisingan? Atau justru menghibur Aletha yang masih merasa terluka?
Orang itu berdiri tepat di samping Aletha dan menatap Aletha dengan tatapan yang sulit diartikan. Akan tetapi, Aletha tidak menyadari bahwa ada seseorang yang berada di sampingnya. Dan Aletha sendiri masih menikmati indahnya lautan yang luas_dihiasi senja sore yang saat itu mempercantik pantai tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments