”Lagu adalah alunan musik yang seringkali membuatku merasa tenang... dan damai. Tapi... lagu yang menjadi favorit ku bukanlah lagu yang yang bermelo, melainkan lagu yang mampu membangkitkan rasa semangatku kembali membara, menghilangkan sejenak rasa rindu dari seorang anak kepada ayahnya dan membuatku menjadi Aletha yang sesungguhnya... Aletha Bagas Kara.”
--------
Mentari pagi telah menyapa kedua mahasiswa yang sebentar lagi akan memiliki gelar sebagai Dokter ahli bedah jantung. Hanya tinggal satu bulan lagi perjalanan Aletha dan Laura untuk menjadi seorang dokter yang sesungguhnya segera tercapai. Dan kini mereka telah disinukkan dengan tugas-tugas skripsi yang harus mereka kerjakan dengan teliti dan bagus, agarereka lulus dalam tahap itu. Sehingga acara wisuda dan sumpah seorang dokter bisa mereka lakukan pada bukan berikutnya.
”Bagaimana, Ra? Sudah selesai?”
”Sedikit lagi, Al. Punya kamu bagaimana?” Laura bertanya balik.
”Alhamdulillah sudah, Ra. Besok tinggal ajuin ke dosen saja. Apa kamu perlu bantuan ku?”
”Ah, tidak, Al. Tinggal beberapa kata lagi kok.” Gumam Laura.
Aletha hanya manggut-manggut_mengerti apa yang dimaksud oleh Laura. Karena Aletha tidak mau mengganggu Laura, maka seperti biasa, ia merajuk dengan benda pipihnya lalu, menancapkan kabel headset ke telinganya untuk mendengarkan lagu favorit nya. Di mana lagi itu adalah lagu yang mampu membangkitkan rasa semangat siapapun yang mendengarkannya. Bukan lagu yang memiliki alunan slow dan bukan pula lagu yang bermakna tentang romantisnya cinta. Melainkan lagu berjiwa ksatria, memiliki semangat yang membara.
Jam sudah menunjukkan pukul 12.00 siang, jam makan siang pun kini telah tiba. Begitu halnya dengan Laura, ia sudah menyelesaikan tugas skripsinya dengan sempurna. Harus diakui kemampuan Aletha dan Laura memang lumayan, karena IQ yang mereka miliki 90% hampir sama. Sehingga tidak terlalu sulit bagi mereka membuat skripsi tersebut.
”Al, kamu lagi mendengarkan musik apa?” tanya Laura yang melihat Aletha memiliki mata yang tajam, entahlah apa yang sedang Aletha lakukan?
”Lagi dengerin musik favorit aku, Ra. Kamu mau dengar juga?” tawar Aletha yang menyodorkan headset nyanya sebelah kanan.
Laura begitu penasaran dengan musik apa yang didengar oleh Alethasaat itu. Sehingga ia pun menyambut dengan semangat lagu yang menjadi favorit seorang Aletha.
Laura memasangkan headset ke telinga kirinya, mendengarkan dengan seksama lagu yang membuatnya merasa tersanjung, semangat yang hilang kini kembali membara dan rasa rindu sejenak telah terobati.
*Komando latihan pertempuran...
Di sini para raider dilahirkan...
Dengan jiwa satria infentari namanya supra marga ... pedoman kita
Gunung hutan rawa laut ditempa...
Itulah sahabat kita
Semangat membara tak kenal menyerah
Tri Dharma selalu siap sedia...
Dimana kami berada Merah Putih selalu di dada...
Tri Dharma rela berkorban jiwa...
Untuk bangsa dan negara...
Lebih baik gagal di medan latihan
Daripada gagal di medan pertempuran...
Di bawah naungan ibu pertiwi
Tri Dharma tak pernah ingkar janji...
Untuk bangsa dan negara ini...
NKRI HARGA MATI*...
Lagu itupun terus diputar berulang-ulang kali oleh mereka. Karena mereka begitu menikmati alunan lagu yang mampu mengobarkan semangat pada jiwa muda seperti mereka, lebih-lebih sekarang mereka tinggal di negara asing.
”Bagaimana Ra, kamu suka kan, lagunya?” Aletha memastikan.
Laura manggut-manggut seraya berkata, ”Iya, Al. Aku ... jadi rindu sama Ayah dan Kakakku.” Laura menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan kesedihannya.
”Jangan bersedih Ra, Ayah dan Kakak kamu pasti juga merindukan kamu. Kalau jauh begini ... pasti mereka sedang berjuang untuk bangsa dan negara yang tidak ingin mereka hianati setelah mengucapkan janji itu. Jadi ... kamu harus mendukung mereka dalam segala kegiatan, termasuk di medan perang.” Aletha tersenyum simpul.
”Kamu benar, Al. Oh iya, ngomong-ngomong kenapa kamu suka dengan lagu itu?” Laura menatap Aletha dengan penasaran.
”Aku suka saja. Dan aku juga ... harus menjadi kuat seperti Aletha yang dulu, tanpa beban.” Aletha terkekeh.
”Memangnya begitu ya? Tanpa beban? Anak kecil dong, Al?” Laura bertanya dengan wajah yang begitu polos.
Aletha hanya terkekeh melihat bagaimana ekspresi wajah Laura saat itu. Lucu, iya ... lucu. Wajahnya yang begitu polos membuat Aletha menyukainya. Bahkan dalam hati Aletha, ia berjanji akan selalu membuat tawa Laura tetap ada tanpa ada rasa sedih sedikitpun. Karena Aletha baru kali ini mendapatkan sosok sahabat yang benar-benar menyayanginya, menerimanya dalam segala kekurangan yang ada dan selalau ada untuknya dalam suka maupun duka.
’Lagu adalah alunan musik yang seringkali membuatku merasa tenang... dan damai. Tapi... lagu yang menjadi favorit ku bukanlah lagu yang yang bermelo, melainkan lagu yang mampu membangkitkan rasa semangatku kembali membara, menghilangkan sejenak rasa rindu dari seorang anak kepada ayahnya dan membuatku menjadi Aletha yang sesungguhnya... Aletha Bagas Kara.’ Aletha bergumam dalam hati seraya membayangkan gambaran ayahnya dalam pelupuk matanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 12.30 siang, tanpa disadari keduanya belum juga makan siang ataupun sholat kala itu. Dan suara ketukan pintu dari luar kamar mereka pun telah terdengar.
”Ra, kamu pakai jilbab kamu dulu gih! Aku akan bukan pintunya,”
Aletha berjalan gontai untuk membuka pintu kamarnya. Dan di balik pintu ada Nyonya Eris, pemilik kos yang ditempati oleh Aletha dan juga Laura. Kehadiran Nyonya Eris membuat Aletha terkejut, karena sebelumnya tidak pernah kamarnya itu dikunjungi oleh pemiliknya.
”Hallo, cantik. Mungkin Mommy mengganggu kamu dan Laura, tapi ini harus segera disampaikan. Ada dua lelaki yang ingin bertemu dengan kalian ... sekarang ada di depan.” Nyonya Eris pun pergi dan meninggalkan Aletha dengan seulas senyuman.
Aletha menatap Nyonya Eris yang punggungnya kian tidak terlihat lagi. Ada rasa penasaran dalam. benaknya tentang siapa lelaki yang ingin bertemu dengannya bersama Laura. Sedangkan Aletha merasa ia tidak memiliki janji temu dengan lelaki manapun dan siapapun.
Rasa penasaran itupun semakin membuncah, sehingga Aletha meminta Laura untuk segera mempercepat dalam memakai jilbabnya. Dan tidak lama kemudian akhirnya Laura telah selesai memakai jilbabnya, lalu Aletha dan Laura segera berjalan dengan langkah cepatnya menuju ke depan.
”Deg...”
Hati seorang Aletha berdenyut saat memandang lelaki yang begitu dikenalnya itu dengan pesona yang begitu tampan. Ada rasa ingin segera menyapa, tetapi langkahnya tiba-tiba terhenti dengan rasa ragu yang menyelimutnya. Bahkan jantungnya berdebar hebat tak seperti biasanya. Ada hawa aneh yang menjalar ke tubuhnya, tapi entah itu apa?
”Al, kenapa berhenti?” tanya Laura memastikan.
”Aku ... aku ... ragu untuk bertemu dengannya, Ra.” Aletha menahan lengan Laura dan memaksa Laura untuk berhenti melangkah.
”Kenapa ragu, Al? Kita hanya bertemu. Bukankah ... aku sudah pernah bilang danenjelaskan semuanya kepadamu?”
Aletha hanya mengangguk samar, tetapi tatapannya tak mau beralih dari lelaki yang berdiri tegak di depannya, tetapi membelakangi tibuhnya. Sehingga lelaki itu tidak tahu Aletha sudah sedari tadi memandanginya tanpa mata yang berkedip.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments