...”Ketika hamba Engkau pisahkan dengan lelaki yang tidak pernah memperjuangkan cinta itu ... kini Engkau mempertemukan hamba dengan lelaki yang memiliki cinta tulus tanpa banyak menuntut. Hingga hamba merasa yakin bahwa Dia lah lelaki yang Engkau takdirkan untuk hamba-Mu ini...”...
--------
Aletha menatap punggung Fajar yang kian semakin menjauh_tidak terlihat lagi. Setelah kepergian Fajar, ada rasa yang aneh dalam hatinya. Plesss ... mungkin seperti itulah bunyi hati Aletha, tetapi ia mencoba untuk tidak memperlihatkan rasa kehilangannya kepada Tara dan Laura karena Fajar telah berlalu.
”Al, aku permisi angkat telpon dulu, ya!” pamit Laura, lalu melangkah pergi.
”Mama ... main sini!” teriak anak Tara memanggil Tania.
Seketika Tania menghampiri putranya yang ingin bermain. Dan dengan sabar Tania menemani Gava di wahana bermain. Sedangkan Aletha, ia kini hanya berdua saja dengan Tara_membuatnya sedikit merasa tidak nyaman, tetapi ia harus tetap bersikap biasa saja.
”Al, aku ... merindukan kamu!” celetuk Tara yang tidak ada rasa malu sama sekali.
”Hah, gila kamu, Tar! Aku tidak percaya jika kamu ... akan menjadi lelaki yang tidak tahu malu sama sekali. Lihat mereka Tar, istri dan anak kamu kandung kamu.” Aletha berdecak.
”Aku tahu Al, mereka keluarga kecilku. Tapi ... aku tidak ada rasa sama Tania. Aku cinta sama kamu,”
”Plakkk,”
Seketika tamparan keras telah mengudara ke pipi Tara begitu saja. Aletha benar-benar tidak tahu harus bersikap bagaimana kepada Tara, ingin memukul lebih dari tamparan tapi ... malam itu di tempat keramaian, ingin diam saja tapi ... Tara adalah sosok lelaki yang tidak bisa dipercaya akan sebuah janji yang sakral. Janji yang sudah diucapkan olehnya saat pernikahan dengan Tania. Dan setiap kata yang terlontar dari Tara membuat seorang Aletha tersulut api kemarahan.
”Jaga bicara kamu, Tara. Kalau kamu memang cinta, dimana Tara yang dulu memutuskan aku secara sepihak? Kamu pergi ... dan sekarang, lupakan aku dan masa lalu yang pahit. Lagipula, aku sudah jatuh hati dengan lelaki lain, permisi!”
Aletha meninggalkan Tara begitu saja tanpa mengucap salam, karena Aletha tahu bahwa dirinya yang berbeda keyakinan dengan Tara.
Aletha melangkahkan kakinya, mengelilingi pasar malam dengan api kemarahan yang masih belum mereda dalam hatinya. Dan saat itulah, benda pipih Aletha yang berada di dalam saku celananya tengah berdering. Aletha yang merasa penasaran, seketika menghentikan langkahnya lalu merogoh saku celananya dan mengambil ponsel itu.
”Papa ...?” gumam Aletha.
Ingin sekali Aletha menerima panggilan dari Bagas Kara, tapi ia meragu. Sehingga tombol terima masih belum juga ditekan. Masih dibuatkan bergetar dengan nada dering yang ia sukai. Tapi... dalam pikirnya melintas tentang ucapan Fajar, sehingga ia menerima panggilan itu, lalu menepi_ke tempat yang sepi agar perbincangan keduanya tidak dapat di dengar oleh seorang pun.
”Assalamu'alaikum, Pa.” Ucap salam Aletha dengan lembut.
”Wa'alaikumsalam, Al. Bagaimana kabar kamu? Papa merindukan kamu, baru kali pertama telpon Papa ini telah diterima olehmu. Apa kamu tidak merindukan, Papa?” tanya Bagas Kara tiada henti.
”Alhamdulillah, Aletha baik kok, Pa. Maaf, jika Aletha baru bisa menerima panggilan Papa, tapi itu semua Aletha lakukan demi Papa. Jangan terlalu banyak bertanya apa alasannya!” pekik Aletha.
Bagas Kara yang mendengarnya pun seketika tertawa, melepas rasa rindu terhadap putrinya. Dan perbincangan itupun masih berlanjut sampai keduanya benar-benar merasa lelah untuk tertawa. Begitu halnya dengan Laura, kini ia juga tengah menerima panggilan dari ayah dan kakaknya. Dan rasa rindu ingin berjumpa dengan sanak saudara telah mengeruak di dalam jiwa keduanya.
”Ra, Ayah sama kakak kamu ada Amerika juga loh! Tapi maaf, jika kami tidak bisa menemui kamu, karena tugas Ayah dan kakakmu hanya dua hari saja. Kamu jaga baik-baik diri kamu!”
”Iya, Ayah. Tidak apa-apa kok, Laura tahu akan hal itu. Dan insyaa Allah, Laura akan menjaga diri dengan baik. Ayah dan kakak juga harus menjaga diri dengan baik.” Senyum merekah telah terukir di bibir Laura.
Rayhan mengangguk, tidak lama kemudian sapa dan tawa telah berakhir dengan ucapan salam sebagai penutupnya. Hal sama pun telah dilakukan Aletha dengan Bagas Kara. Dan kini Aletha tengah menghubungi Laura yang belum ia jumpai lagi setelah kebersamaan mereka saat masih bersama-sama dengan yang lainnya.
Aletha dan Laura memutuskan untuk pulang, karena jam sudah menunjukkan pukul 12.00 malam. Yang membuat keduanya tidak bisa menahan rasa kantuk yang melanda. Ingin rasanya mereka segera merebahkan tubuh yang lelah di atas kasur empuk dan terjun ke pulau kapuk bersama. Tapi sayang, mereka harus mengayuh sepeda selama satu jam untuk sampai ke kos mereka.
------
”Ra, kamu tidur dulu ya! Aku ... masih mau buka surat dari kak Fajar dulu,” Aletha memperlihatkan senyum simpul nya.
”Aku tunggu kamu saja, Al. Aku ikut penasaran dengan isinya,” Laura menyengir.
”Baiklah, kita baca bergantian.” Putus Aletha, lalu membuka pelan setiap lipatan kertas itu.
Aletha membaca dengan tatapan tak berkedip dan tanpa suara. Dengan pelan dan seksama Aletha membacanya, yang membuatnya terenyuh dan semakin mengagumi Fajar.
...”Assalamu'alaikum, Al. Ini surat yang entah kesekian, karena aku tidak pernah menghitung ke berapa surat ini ku lampirkan untukmu. Seperti halnya cinta yang tertanam di dalam hatiku ... tidak terukur seberapa besar dan sebera luas cinta itu untukmu. ...
...Al, aku ingin meminta ijin kepadamu. Atas keyakinan ku dan atas keinginan ku, aku mengkhitbahmu. Dan ini ku lakukan sebagai seorang lelaki yang dicintai Allah tanpa melakukan hal yang melanggar agama-Nya. ...
...Al, aku tidak ingin memaksa kamu untuk memberikan jawaban khitbah ku saat ini juga ... dan semua keputusanmu akan tetap aku tunggu. Jika kamu menolak ku, tak apa. Cukup menanamkan cinta untukmu saja sudah lebih dari cukup bagiku. Asalkan tawa bahagiamu tetap terjaga....
...Tapi ... aku juga tidak mau menyerah begitu saja sebelum memperjuangkan mu. Aku akan tetap melangit kan do'a dalam setiap sujudku agar aku lah pemenang hatimu. Tapi ... semua akan ku kembalikan kembali kepada Allah, karena takdir hanya Allah lah yang tahu. ...
...Dokter Fajar. ...
...Jangan lupa berikan nomor ponsel orang tuamu kepadaku ya, Al.”...
--------
Aletha menarik kedua ujung bibirnya dan melukiskan senyum bahagia. Bahkan hatinya kini tengah berbunga-bunga, seolah kupu-kupu ingin sekali hinggap di sana. Hati seorang Aletha kini telah terluluhkan oleh sikap Fajar. Yang tidak pernah ada dalam diri Tara, sangat jauh berbeda.
Laura yang berganti membaca surat tersebut, ikut tersenyum dengan merekah. Bahkan Laura merasa ikut bahagia bahwa ada seorang lelaki yang memberanikan diri untuk mengkhitbah Aletha, sahabatnya itu.
”Ra, aku boleh tanya sesuatu?”
”Emm...” Laura mengangguk pelan dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya.
”Khitbah itu ... apa ya?” tanya Aletha dengan cengiran.
Ngalamat Laura tepok jidat. Lagian sih, Aletha kok nggak tahu apa itu khitbah. Baiklah! Laura akan menjelaskan kepada Aletha apa itu khitbah.
”Dalam Hukum Islam khitbah itu seorang laki-laki yang meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang umum berlaku ditengah-tengah masyarakat.”
”Khitbah pada umumnya di lakukan oleh laki-laki. Maka yang memulai disebut "khoothoban" (yang meminang) ... sedang yang lain disebut "makhtuuban" (yang dipinang).”
”Bagaimana, Al? Sudah mengerti? Kalau belum mengerti, bisa dilanjut besok saja ya! Aku ... sudah mengantuk berat.”
Seorang Aletha mungkin masih belum puas atas penjelasan Laura yang panjang itu, sehingga ia akan melanjutkan bertanya kembali saat hari esok. Dan kini Aletha ingin mengambil air wudhu lalu menyusul Laura yang sudah lebih dulu masuk ke alam mimpi.
”Ketika hamba Engkau pisahkan dengan lelaki yang tidak pernah memperjuangkan cinta itu ... kini Engkau mempertemukan hamba dengan lelaki yang memiliki cinta tulus tanpa banyak menuntut. Hingga hamba merasa yakin bahwa Dia lah lelaki yang Engkau takdirkan untuk hamba-Mu ini.” Aletha tersenyum tipis, lalu ia membaca do'a sebelum tidur sebelum masuk ke alam mimpi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments