...”Cinta... aku telah merasakannya kembali saat Engkau hadirkan Dia dalam hidupku. Dan aku telah mengaguminya...”...
-------
Deg...
Tiba-tiba senyum yang merekah, rasa bahagia yang membuncah, telah sirna begitu saja. Pandangan Aletha hanya tertuju pada satu orang yang dikenlnya. Bahkan tatapan mereka beradu, saling mengunci satu sama lain. Dan itu membuat luka hati Aletha kembali mengeruak dirinya.
Bayangan semu Tara yang dulu dapat membahagiakan dirinya telah terbang memutar ke dalam otaknya, seakan menarik memori yang dulu untuk kembali. Dan saat mengenang masa indah itu, pelupuk mata Aletha mengembun. Aletha juga mengepalkan genggaman tangannya, seakan membenci semua kenangan tentang Tara.
”Al, kita pergi kesana yuk!” Ajak Laura yang menarik tangan Aletha.
Hanya diam, begitulah Aletha saat ini. Berdiri mematung dengan tatapan tajam terhadap lelaki yang berdiri di hadapannya. Dan Laura yang menyadari bahwa Aletha tidak merespon ajakannya, ia segera menoleh ke arah Aletha.
Laura merasa ada yang berbeda dengan sahabatnya itu. Bahkan saat ia memanggil Aletha beberapa kali, Aletha tetap bertahan dalam diamnya. Dan saat Laura menyadari bahwa Aletha tengah memandang dengan tajam_dengan tatapan tanpa berkedip, Laura pun mengikuti tatapan tersebut.
”Bukankah ... itu, lelaki itu?” pekik Laura.
”Al,” Laura menatap sejenak Aletha.
Aletha masih dalam diam dengan posisi seperti tadi. Berdiri mematung dengan rasa penuh kebencian yang membuncah. Tapi, tiba-tiba tatapan itu berubah dengan senyuman semirk. Yang tidak dapat dimengerti oleh Laura, karena sikap Aletha terkadang tidak dapat ditebak dengan mudah. Bahkan kini Aletha berjalan_menghampiri di mana Tara tengah berdiri.
”Ikut denganku, Ra!” Aletha menarik lengan Laura. Begitupun dengan Laura, ia hanya bisa mengikuti permintaan Aletha dengan kepasrahan yang ada.
--------
”Aletha, lama sekali aku tidak bertemu dengannya? Aku rindu dengan kebersamaan kita yang dulu, Al. Maafkan akuaku, Al!” batin Tara.
Tidak lama kemudian Aletha dan Laura berdiri tepat dihadapan Tara. Entah apa yang akan dilakukan Aletha di sana? Mungkinkah jika Aletha akan meluapkan api kemarahan yang besar terhadap Tara?
”Ha ... hai, Al.” Sapa Tara dengan gugup.
”Hai juga, lama tidak bertemu.” Aletha tersenyum sungging.
Sejenak suasana berubah hening, meskipun di sana dikelilingi oleh banyak pengunjung pasar malam yang membuat keramaian, tetapi tetap saja terasa hening dan kikuk. Dan tiba-tiba saja ada suara anak kecil yang tengah memanggil papanya, tetapi anak itu berlari ke arah Tara.
”Papa, ayo kita main ke sana!” ajak anak itu.
”Hai jagoan!” sapa Aletha dengan lembut.
Anak itu hanya diam setelah menyadari ada yang memanggilnya dengan sebutan jagoan. Netra anak itu hanya menatap nanar Aletha dan Laura, karena memang anak itu belum mengenal siapa mereka, terutama Aletha. Dan tidak lama kemudian hadirlah sosok wanita yang berparas cantik, tetapi tidak secantik Aletha.
”Dia anak kamu? Dan ... ini istri kamu?”
”Iya, Al. Mereka ... keluarga kecilku.”
”Oh! Selamat ya atas pernikahan kalian! Semoga menjadi keluarga sakinah mawaddah warohmah.”
Aletha menyodorkan tangannya kepada Tania, wanita yang berdiri di samping Tara. Begitu halnya dengan Tania, ia membalas Aletha dengan lembut, meskipun tatapan netranya masih terlihat bingung. Tapi Tania berusaha untuk bersikap sopan kepada Aletha.
”Al, kita pergi yuk dari sini!” bisik Laura.
”Tunggu, Ra. Aku masih ingin melihat...”
”Jangan gila, Al! Tidak mungkin kan, kalau kamu akan melihat Tara bersama istri dan anaknya?”
Laura benar-benar dibuat bingung dengan sikap Aletha yang memang tidak bisa ditebak olehnya. Hanya bisa bertahan sesuai intruksi dari Aletha, meskipun Laura merasa tidak baik-baik saja. Karena Laura tahu luka yang begitu tajam telah tergores di hati Aletha.
”Salam kenal, aku ... Aletha.” Senyum manis telah menarik kedua ujung bibir Aletha.
”Tania. Kalian ...?”
”Kami menempuh pendidikan di sini, jurusan kedokteran. Sebentar lagi kami akan lulus, lalu wisuda. Dan setelah wisuda kami akan kembali ke Indonesia.” Terang Aletha yang memotong perkataan Tania.
Dan Tania hanya berucap oh kepanjangan seraya manggut-manggut, mengerti apa yang dijelaskan oleh Aletha_singkat, tapi mudah dimengerti. Mereka kini saling berbincang, tetapi sesekali Tara memandang ke arah Aletha. Dan Aletha yang menyadari akan hal itu merasa begitu risih bahkan, rasa benci kepada Tara semakin mengeruak.
”Tolong! Jangan pandang aku seperti itu jika, kamu tak ingin melukai hati wanita lain selain diriku.” Bisik Aletha kepada Tara.
Setelah berbisik, Aletha menatap tajam Tara yang masih termangu di tempatnya. Senyuman semirk telah terukir di bibir Aletha. Kini hatinya kembali mengeras untuk seorang Tara yang dulu telah membuatnya jatuh hati, dan karena Tara lah Aletha juga merasakan pahitnya cinta. Namun, kini telah berbeda saat lelaki itu datang dengan sejuta cinta yang tulus.
”Assalamu'alaikum, Al-Ra,”
Terdengar suara yang tak asing menyapa Aletha dan juga Laura saat mereka masih beradu tatap dengan Tania serta juga Tara. Dan setelah melihat siapa pemilik suara tersebut, Laura seketika menghembuskan nafas leganya ke udara. Dan Aletha sendiri, ia hanya diam dan tidak bergeming. Sedangkan Fajar, ia menatap kedua orang yang asing dalam pandangan matanya.
”Wa'alaikumsalam, kak Fajar.” Balas Aletha dan Laura bersamaan.
”Kak Fajar ada disini juga?” tanya Laura.
”Emm ... iya, kebetulan saja tidak ada sift malam ... jadi bisa datang kesini.”
”Oh iya Al, kamu sudah baca surat dariku hari ini?” tanya Fajar menatap Aletha.
Ya ... memang setiap hari Fajar selalu menulis surat untuk Aletha_surat cinta dan juga motivasi. Tapi lebih banyak tentang menyatakan cinta dan keromantisan yang ditulis oleh Fajar untuk Aletha. Dan Aletha menyukai apa yang dilakukan Fajar selama itu, selama janur kuning belum melengkung_harus lebih menjaga jarak agar tidak menjadi fitnah dan zina. Sungguh ... rasa kagum kepada sosok Fajar telah menyelimuti Aletha.
”Emm, belum kak. Belum sempat, tapi nanti aku pasti akan baca.” Aletha menyengir.
”Baiklah! Tidak apa-apa. Sepertinya ... kalian berdua lagi sibuk, jadi ... aku akan pergi.”
”Ah tidak, kita tidak sedang sibuk kok, Kak. Kak Fajar bisa bergabung dengan kami. Dan oh iya, ini Tara dan istrinya.” Ujar Laura seraya memperkenalkan Tara dan Tania kepada Fajar.
Fajar pun menyodorkan tangannya kepada Tara untuk bersalaman, dan disambut ramah oleh Tara. Sedangkan kepada Tania, Fajar hanya menangkupkan kedua tangannya untuk menyapa. Begitulah seorang Fajar berkomunikasi dengan wanita yang bukan makhramnya_menghormati dan menjaga seorang wanita itu wajib baginya. Begitu halnya dengan menjaga pandangannya terhadap semua wanita, termasuk Aletha.
”Al, setelah membaca surat dariku nanti ... jangan lupa kirimkan nomor orang tuamu kepadaku!”
”Kenapa seperti itu?”
”Karena aku ingin mengkhitbahmu.” Begitu tegas tapi santun.
Aletha membulatkan kedua matanya, karena ia tidak mengerti apa yang dimaksud dengan khitbah dalam islam. Ingin rasanya ia bertanya kepada Fajar, tetapi setelah mengatakan hal itu Fajar berpamitan lalu pergi meninggalkan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments