”Allah masih memberikan kesempatan untukku mengenal cinta sebagaimana rupanya... Dan aku tidak akan menyia-nyiakan satu kesempatan yang diberikan Allah kepadaku. Sedangkan takdir... aku mempercayainya atas kehendak Allah yang diberikan kepadaku. Jika berjodoh maka suatu anugrah yang terindah tapi... jika tidak berjodoh... bisa menjadi teman.”
Aletha masih terdiam dalam kebisuannya. Bukan tak mau menjawab sebagaimana rupa cinta yang kini tengah bergejolak di dalam dada. Melainkan masih memikirkan bagaimana cara menjawab dengan sopan dan tidak akan menyakiti hati Fajar yang lembut.
”Bagaimana, Al? Apakah pertanyaanku begitu sulit untuk kamu?” tanya Fajar kembali.
”Tidak. Bagiku lebih sulit melupakan pahitnya cinta daripada menerima cinta.” Jawab Aletha absurd, karena pandangannya terlalu fokus dengan Laura.
”Apa ... itu artinya kamu mencintai aku, Al?” tanya Fajar memastikan.
Sejenak Aletha terdiam, menyadari hal konyol yang diucapkannya tadi. Tapi Aletha berusaha untuk tidak menampakkan kebodohan yang akan membuatnya merasa malu lagi dihadapan Fajar. Dan akhirnya ia mendapatkan jawaban yang baginya itu sopan tanpa menyinggung perasaan Fajar.
”Allah masih memberikan kesempatan untukku mengenal cinta sebagaimana rupanya... Dan aku tidak akan menyia-nyiakan satu kesempatan yang diberikan Allah kepadaku. Sedangkan takdir... aku mempercayainya atas kehendak Allah yang diberikan kepadaku. Jika berjodoh maka suatu anugrah yang terindah tapi... jika tidak berjodoh... bisa menjadi teman.”
Aletha menatap Fajar dengan senyum simpul yang terlihat dari bibirnya. Begitupun dengan Fajar, ia membalas Aletha dengan senyuman yang merekah. Dan saat tatapan Aletha terkunci oleh Fajar, ada rasa yang menjalar dengan aura panas dari tubuhnya. Mungkinkah Aletha benar-benar jatuh cinta dengan Fahar?
”Ya Allah, kenapa sulit sekali menembaknya?” gerutu Laura.
Aletha tertawa melihat wajah Laura yang menggerutu, karena memang sedari tadi Laura menembakkan pelurunya tidak tepat sasaran. Sehingga pelurunya meluncur hanya sia-sia. Begitu hal nya dengan Rion, yang sama dengan Laura, menembak dengan asal-asalan. Meskipun Laura anak seorang tentara, tapi ia tidak tertarik sama sekali dengan kegiatan semacam itu, tapi entah kenapa kini ia ingin mencoba hal yang ekstrim.
”Kak, giliran kita untuk maju. Kakak mau?”
”Baiklah! Tapi... aku rasa akan seperti mereka. Tidak tepat menembakkan pelurunya.” Fajar menatap tajam papan uji tembak.
”Lihat saja nanti! Kalau aku berhasil, kak Fajar mau mentraktir aku?”
Seketika pandangan Fajar teralihkan, ia menatap Aletha dengan mengerutkan keningnya. Karena ia tidak tahu apa yang dimaksud Aletha, hanya manggut-manggut samar untuk meyakinkan Aletha yang memang tidak mudah ditaklukkan hatinya.
Aletha dan Fajar beranjak dari tempat duduknya, lalu mereka meminta pistol milik Laura dan Rion. Dengan tatapan tajam keduanya mengarahkan ke papan picu tembak. Dan dalam hitungan ke tiga, keduanya meluncurkan peluru begitu saja.
Satu...
Dua...
Tiga...
”Dorrr...”
Aletha sentum semirk ketika pelurunya berada di tengah bundaran terkecil. Di mana peluru itu meluncur tepat pada sasaran, sedangkan Fajar, ia tidak tahu kemana arah pelurunya meluncur. Satu kali Aletha menang dari seorang Fajar. Dan saat hendak meluncurkan peluru yang ke dua, pandangan Aletha teralihkan oleh sosok lelaki yang tak asing baginya. Seolah lelaki yang mengenakan pakaian serba hitam itu ingin mengincar Laura.
”Dorr... dorr... dorr...”
Peluru Aletha meluncur begitu saja dan secara tepat telah mengenai lelaki itu. Tapi kali ini peluru itu bukan peluru yang digunakan secara beringas dan melukai secara tajam, tapi hanya peluru mainan saja. Namun, saat peluru itu mengenai tubuh bisa pula membuat meraung kesakitan, tetapi tidak berdarah.
Fajar, Laura dan Rion yang melihat aksi brutal Aletha, mereka hanya terdiam dengan penuh tanda tanya. Bahkan seketika mereka menghampiri Aletha yang masih berdiri mematung dengan pistol yang ada dalam genggaman tangannya.
”Al, aku akui tembakan kamu bagus ... tepat pada sasaran. Tapi yang kedua dan seterusnya ... itu tadi melukai orang loh,” ujar Laura yang merasa iba dengan lelaki itu.
”Iya, Al. Kamu terlalu beringas...” imbuh Fajar.
”Fajar, nampaknya kamu akan sulit memiliki Aletha. Dan jika Dia nanti menjadi istrimu, siap-siap saja kamu akan tertembak olehnya seperti tadi.” Bisik Rion kepada Fajar sambil bergidik ngeri.
”Hus, diam kamu, Ri." Balas Fajar dengan berbisik.
Aletha hanya diam saja tanpa berkomentar atas ucapan Laura dan Fajar. Tapi, tiba-tiba Aletha melangkahkan kakinya dengan cepat dan menuju ke arah lelaki yang masih merasa kesakitan dalam duduknya. Dan lagi, Aletha memperlihatkan senyum semirk nya di hadapan lelaki itu.
”Bagaimana? Apa terasa sakit peluru ku yang mengenai tubuhmu?” tegas Aletha.
”Sial! Ternyata Dia lebih tahu.” Umpat lelaki itu dengan tatapan tajam.
”Aku mengenalmu, jadi ... jangan pernah kamu berusaha melukai Laura, sahabat ku.” Ancam Aletha terhadap lelaki itu.
Hanya diam yang dilakukan lelaki itu, tapi tatapan tajamnya terus memidai wajah Aletha. Ada rasa tidak terima dalam hatinya dan ingin membalas rasa itu saat ini juga. Sehingga dengan segera lelaki itu beranjak dari duduknya, lalu mengudarakan suaranya yang membuat langkah Aletha berhenti saat ia sudah membelakangi tubuh lelaki itu.
”Kamu boleh menang baru saja, gadis cilik. Itu karena beruntung. Tapi ... bagaimana kalau kita beradu tembak satu kali lagi?” teriak lelaki itu.
Seketika Aletha kembali berbalik, ia menatap tajam lelaki itu. Dan keluarlah sosok Aletha yang sesungguhnya, Aletha Bagas Kara. Yang dari kecil selalu dididik dengan ketegasan, sebagaimana jiwa seorang Bagas Kara telah mengalir dalam tubuh Aletha, bahkan melekat dalam jiwa.
Kembali Aletha memperlihatkan senyum semirk nya di hadapan lelaki itu. Dalam hatinya berdecak, membenci lelaki yang sudah dicap tidak benar olehnya. Dengan lantang Aletha menerima tantangan lelaki itu, lelaki yang amat dibencinya.
”Baiklah, aku menerima tantangan darimu.”
Aletha melangkahkan kakinya menuju ke tempat Fajar, Laura dan Rion berdiri. Dan di sana Aletha disambut dengan rasa khawatir, terutama oleh Laura dan Fajar. Mereka tidak tahu siapa Aletha, memang benar-benar tidak tahu. Secara pelan jati diri Aletha yang sesungguhnya akan terungkap.
”Al, kenapa kamu menerima tantangan dari lelaki itu?” tanya Laura tidak terima.
”Iya Al, bagaimana jika kamu yang kalah nanti? Dan sepertinya ... lelaki itu lelaki tidak baik-baik.” Fajar menatap tajam Aletha dengan rasa khawatir yang membuncah.
Tenang, hal semacam itu yang dilakukan Aletha. Sedangkan orang yang mengkhawatirkan dirinya sudah tidak bisa merasa tenang seperti dirinya. Perlahan Aletha menghembuskan nafas kasarnya, lalu ia meyakinkan Laura dan Fajar untuk tidak mengkhawatirkan dirinya yang menerima tantangan dari lelaki be****sek itu.
”Kalian tenang saja, tidak akan terjadi apapun denganku. Dan ya ... benar kata kak Fajar, lelaki itu ... lelaki tidak baik, karena aku mengenalnya dan saat ini benar-benar membencinya. Dan akan aku pastikan Dia terbidik oleh peluruku.”
Tidak ada yang bisa mencegah Alatha saat ini, karena Aletha bersikukuh ingin menerima tantangan dari lelaki yang sudah memanfaatkan mamanya, Jennifer. Dan tantangan itu membuat Aletha berpikir untuk membalas kebenciannya saat pertama kali mereka bertemu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments