...”Siapa aku...? Aku hanyalah manusia biasa ciptaan Tuhan yang diberi nyawa, akal yang sehat dan perasaan... yang terkadang merasa sakit dan bahagia. Seperti halnya saat ini... saat perpisahan antara aku dan dirinya telah terjadi.”...
Aletha mengangkat senjatanya mainannya, lalu menyipitkan sebelah kanan matanya dan bersiap untuk meluncurkan peluru. Kali ini Aletha tidak meluncurkan ke papan uji tembak, melainkan ke arah lelaki itu, yang bernama Alexander.
Satu detik...
Dua detik...
”Dorr... dorr... dorr...”
Hebat, satu kata yang harus diucapkan untuk memuji Aletha. Ketiga peluru Aletha sukses terbidik mengenai Alexander, sehingga membuatnya meringis kesakitan. Sedangkan peluru Alexander sukses ditampik oleh Aletha dengan pelurunya. Dan akhirnya Aletha lah yang memenangkan tantangan tersebut. Laura tertawa bahagia, rasa syukur pun terucap dari bibirnya.
”Alhamdulillah, kak Fajar... Aletha menang.” Senyum sumringah terukir dengan indah.
”Hebat. Aletha ... jarang sekali aku menemukan wanita sepertinya, pemberani dan tangguh.” Ujar Fajar yang memuji Aletha. Dan berhasil membuat Fajar semakin cinta dengan sosok Aletha.
Sedangkan Rion, ia hanya terpaku melihat keberanian dan kehebatan Aletha. Karena ia menyadari siapa dia, hanya lelaki yang kadang merasa takut jika digertak oleh lelaki yang tubuhnya lebih tinggi daripada dirinya.
Haduh... Rion kok cemen banget sih,,
”Sudah aku bilang ... jangan melawan aku! Kamu hanya mengenal Jennifer, sebagai Mamaku. Tapi ... kamu tidak mengenal Aletha.” Senyum semirk terukir di bibir Aletha.
Aletha melangkahkan kaki dan meninggalkan Alexander, lalu menuju di mana Laura, Fajar dan Rion masih berdiri menyaksikan aksi sangarnya. Saat hampir dekat, Laura bertepuk tangan dengan bersorak. Berbeda dengan Fajar, ia hanya tersenyum untuk menyambut kemenangan Aletha.
”Al, kamu hebat! Aku bangga memiliki sahabat seperti kamu,”
”Itu sudah menjadi tugasku sebagai seorang sahabat. Karena aku tidak ingin kamu terluka sedikitpun, Ra.” Aletha melayangkan pelukan kepada Laura.
”Ehm... hemm...”
Tiba-tiba Rion berdehem dengan sengaja, dan itu sukses menjadi pusat perhatian Aletha, Laura dan Fajar. Heran? Itu sudah pasti dirasakan oleh ketiga temannya, karena merasa aneh atas sikap Rion yang tiba-tiba berubah. Sedangkan Rion hanya menyengir saat Aletha, Laura dan Fajar menatap nanar dirinya.
Suasana yang penuh bahagia karena rasa bangga, kini berubah menjadi suasana yang seram dan mencekam saat Alexander berusaha menyakiti mereka semua di tempat yang sama.
”Aletha, aku tidak semudah itu bisa dikalahkan. Aku ... akan melawanmu dan menyakiti mereka semua.” Teriak Alexander mengancam Aletha.
Hanya teriakan yang saat itu dilakukan oleh Alexander untuk mengancam Aletha. Lalu berlalu pergi meninggalkan tempat bermain "shooting experience" tanpa menghiraukan apa yang akan Aletha lakukan untuk membalas ancamannya.
Aletha berdecak, rasa benci dan amarah telah memuncak ke ubun-ubunnya. Rasanya ia ingin sekali meraih kerah baju Alexander dan menyeratnya keluar. Tapi sayang, Alexander sudah berlalu pergi dengan sendirinya.
”Kita tidak boleh berpencar, bahaya dari Alexander telah mengancam keselamatan kita.” Ujar Aletha dengan tegas dan tetap menatap punggung Alexander yang kian menghilang.
”Al... apa kita akan mati ditangannya?” tanya Laura dengan pelupuk mata yang mengembun.
”Ra, ada aku, kak Fajar dan kak Rion bersama kamu. Jadi... jangan pernah berpikir sejauh itu. Tentang kematian ... hanya Allah yang bisa memutuskan. Bukankah ... itu yang sering kamu katakan kepadaku?” Aletha berusaha meyakinkan Laura yang merasa takut.
”Benar apa yang dikatakan Aletha, Ra. Ada kita ... dan tidak akan ada yang akan membuatmu terluka.” Timpal Fajar yang ikut meyakinkan Laura.
Laura mengangkat pandangannya lalu, menganggukkan pelan kepalanya untuk mengitakan Aletha dan Fajar. Dan senyum kembali menarik ujung bibir Laura.
---------
Setelah acara makan siang yang hampir sore itu dilakukan dengan khidmat, kini mereka berempat melanjutkan perjalanan ke pantai, melihat sunset yang indah. Tempat yang sangat disukai oleh Aletha, bahkan menjadi favorit untuknya.
Baru pertama kali Aletha membuka hatinya kembali setelah pernah merasakan yang namanya sakit hati. Dan kembali, hatinya merasa lain saat ia berusaha menyeka keringat yang mengucur di pelipis Fajar.
”Deg...”
Fajar merasa jantungnya berdebar kencang, tubuhnya merasa kaku dan yang bisa ia lakukan hanya diam, berdiri mematung seraya menikmati suasana yang tidak pernah terjadi dalam hidupnya selama ini. Karena Aletha adalah cinta pertamanya.
”Biasa saja lihatnya. Anggap saja kita dalam masa ... ta'aruf, sebelum kak Fajar benar-benar bertemu dengan orangtua ku dan mengkhitbahku.” Senyum yang merekah dari seorang Aletha telah berhasil mengacak-ngacak hati Fajar.
Ungkapan yang sangat disukai oleh Fajar, bahkan sukses membuat hidung mancung Fajar berkembang kempis. Ingin rasanya Fajar melonjak tinggi dan berteriak hore, karena baru pertama kali Aletha mengungkapkan perasaannya walaupun hanya melalui bahasa yang santun. Begutupun halnya dengan Aletha, ia benar-benar merasa malu, membuat pipinya memerah saat mengucapkan masa ta'aruf kepada Fajar. Sedangkan ia tidak pernah mengucapkan hal semacam itu kepada Tara dulu, menjadi gadis bar-bar dan labil, itulah Aletha yang dulu.
”Al, aku ingin mengenal siapa kamu sebenarnya. Bolehkah aku...”
”Siapa aku...? Aku hanyalah manusia biasa ciptaan Tuhan yang diberi nyawa, akal yang sehat dan perasaan... yang terkadang merasa sakit dan bahagia. Seperti halnya saat ini... aku merasa bahagia berada di dekat orang yang menyayangiku dan ... terluka saat perpisahan antara aku dan dirinya telah terjadi.” Ujar Aletha yang menghentikan ucapan Fajar.
Lagi-lagi Aletha sukses membuat hidung Fajar kembang kempis, karena rasa percaya dirinya yang tinggi membuatnya merasa bahwa orang yang tengah dibicarakan oleh Aletha tidak lain adalah dirinya. Namun, Fajar tidak ingin memperlihatkan rasa bahagianya itu dihadapan Aletha, untuk memastikan pemikirannya benar atau tidak, Fajar pun melontarkan pertanyaan kepada Aletha.
”Maksud kamu ... siapa, Al?”
”Kalau kak Fajar ingin mengenalku, maka kak Fajar harus mencari tahu siapa orang yang membuatku terluka dengan adanya perpisahan.” Jawab Aletha tanpa mengalihkan pandangannya.
--------
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 18.00 malam, Aletha yang baru saja usai mandi kini kembali bersiap-siap, memoles sedikit wajahnya dengan bedak dan lipbalm yang melembabkan bibirnya. Dan Laura pun melakukan hal yang sama, meskipun berhijab tapi ... Laura gadis yang tahu bagaimana cara menjaga penampilan.
”Al, bagaimana kalau kita tidak bisa bertemu dengan kak Fajar? Sedangkan... ini sudah mepet banget loh, cuma satu jam.” Laura menatap jam dinding yang berdetak.
”Kita akan bertemu sebelum pesawat lepas landas, Ra. Kak Rion akan menjemput kita dengan mobilnya.” Ujar Aletha dengan senyum yang mengembang.
Rion adalah putra dari orang yang cukup kaya, dan ia menawarkan diri kepada Aletha untuk mengantarkan Aletha bertemu dengan Fajar di Bandara sebelum Fajar benar-benar meninggalkan Amerika Serikat dan kembali ke Indonesia, tepatnya pontianak.
------
Rion melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Karena ia ingin mempertemukan sahabatnya dengan Aletha malam itu. Dan akhirnya... mereka pun sampai di Bandara lalu, bertemu dengan Fajar yang duduk bersama koper besarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments