...Sahabat sejati adalah seorang teman yang mampu menerima kita apa adanya, mengingat kita dalam setiap momen, melangitkan do'a untuk kita dan tidak akan pernah meninggalkan kita dalam keadaan apapun....
Aletha berhenti di sebuah jalanan, ia merasa lelah_amat lelah. Perlahan kakinya melangkah menuju sebuah masjid yang didirikan di pusat kota. Terlihat megah dan terlihat kuat dengan tembok yang dibangun kokoh serta hiasan yang menempel di dinding masjid itu. Akan tetapi, Aletha hanya berdiri mematung di sana, tidak ada keinginan untuk masuk ke dalam_hanya sekedar berteduh dan menjadikan tempat itu dalam. meluapkan segala amarah yang belum kian mereda.
”Tuhan, kenapa? Kenapa Mama ku berbuat hal sejijik itu? Bahkan aku merasa malu untuk mengakui bahwa Dia Ibu kandungku.” batin Aletha.
Aletha menangis tersedu, mengingat apa yang beberapa menit lalu terjadi kepadanya. Bahkan kini tubuhnya luruh ke bawah saat bersandar di tembok dengan derai air mata yang terus mengalir membasahi pipi nya. Hancur, perih dan sakit hati yang begitu menusuk relung jiwa. Itulah yang dirasakan Aletha, hatinya berpotek mengingat Jennifer dengan lelaki itu, bahkan bisa saja Jennifer melakukannya dengan banyak lelaki.
”Trut ... trut ... trut.”
Ponsel Aletha terus berdering_menandakan ada panggilan masuk ke nomornya. Namun, rasa sakit hati yang membuncah, yang membuat sesak di dalam dada saat mengingatnya, membuat Aletha tidak ingin melihat panggilan masuk dari siapa itu. Saat ini pandangan Aletha kosong, terlihat samar rasa semangat yang membara sebelum pergi meninggalkan Indonesia.
”Siapa aku? Apakah aku saat ini telah menjadi anak dari seorang p****ur, hah?” batin Aletha.
Aletha tersedu-sedu saat kepalanya ia telungkup kan, kepedihan begitu menyelimuti nya saat ini. Dan saat itulah seseorang telah hadir lalu, menghampiri Aletha yang masih menelungkupkan kepalanya.
”Assalamu'alaikum,” tegur sapa dengan ucapan salam.
”Hiks... hiks... hiks...”
Hanya isak tangis Aletha yang masih terdengar jelas dalam keramaian saat berada di masjid besar itu. Dan Aletha tidak menghiraukan siapa yang menegurnya, karena baginya hidupnya telah sendiri dan ia juga butuh kedamaian. Sedangkan ia tidak menemukan sebuah pantai, yang mampu memberikan kedamaian ketika memandang ombak yang mengalun riuh saat ia merasa sedih. Hanya sebuah masjid yang mampu ia temukan untuk sekedar bersandar.
”Kenapa Aletha tidak menjawab panggilan ku?” batin Tara.
Banyak tamu undangan sangat menikmati semua hidangan yang tersaji. Begitu halnya dengan keluarga Bagas Kara, karena bukan hanya Aletha yang saat itu menerima undangan pernikahan Tara. Sehingga wajib bagi keluarga Bagas Kara untuk menghadiri acara formal itu.
”E ... boleh saya bertanya?” tanya Tara dengan ragu.
Tara menghampiri keluarga Bagas Kara yang tengah duduk manis di tempat yang sudah disediakan serambi menikmati hidangan lezat yang tersaji di atas meja makan. Memang terlihat begitu megah acara resepsi pernikahan Tara malam itu. Di mana dilaksanakan di sebuah gedung dengan rangkaian hiasan dalam. setiap. sudut ruangan.
”Ah iya, silahkan nak, Tara.” Jawab singkat dari Bagas Kara.
Nina dan Luna hanya diam, menikmati hidangan yang masih disajikan. Bukan berarti mereka berdua rakus loh, ya! Tetapi memang itu adanya, prasmanan yang diselenggarakan saat acara resepsi membuat makanan yang berada di atas piring mereka masih utuh, belum dimakan sama sekali. Karena secara kebetulan keluarga Bagas Kara baru saja tiba. dalam acara.
”Kenapa ... Aletha ... tidak ikut disini?” tanya Tara to the point, tapi dengan rasa ragu.
Pertanyaan Tara sukses membuat Nina dan Luna menghentikan acara makannya. Lalu, mereka bertiga menatap Tara yang masih mengenakan pakaian pengantin dengan tatapan tajam. Ada rasa pedih, kecewa dan marah terhadap Tara dari seorang Luna. Karena dasarnya, Luna memang sangat menyayangi adik tirinya itu. Bahkan Luna lah yang selalu mendukung hubungan asmara di antara Tara dengan Aletha. Namun, hasilnya kini telah sia-sia, Aletha terluka dalam hal ini.
”Lagipula, buat apa Aletha datang kesini? Karena yang ada hanya rasa sakit dan pedih. Jadi, lebih baik Aletha tidak usah datang.” Celetuk Luna dengan nada kesal.
Seketika Tara menundukkan kepalanya, entah merasa malu atau menyembunyikan rindu yang ia pendam untuk Aletha. Dan kali ini ucapan dari Nina membuat Tara terluka, tetapi ia tahan luka itu. Karena ia juga tidak mau jika kedua orang tuanya tahu bahwa ia masih memiliki perasaan terhadap Aletha. Kekasih pujaannya yang mampu menerangi setiap hari-harinya, bagaikan matahari yang mampu menerangi bumi dikala siang hari dan bagaikan bulan yang mampu menerangi bumi dikala malam yang sunyi.
”Sudahlah nak, Tara, jangan lagi memikirkan ataupun ingin tahu tentang Aletha lagi. Karena itu akan membuat Aletha semakin terluka dengan apa yang sudah terjadi antara kalian. Toh, sekarang Aletha berada di Amerika, biarkan Dia bahagia di sana dan menggaoai cita-citanya.” Sontak Nina berdiri dari tempat duduknya dan menatap tajam Tara yang masih berdiri di sana dengan rasa tidak malunya.
Semua mata tertuju ke meja keluarga Bagas Kara. Namun, Nina tidak memperdulikan apa yang ada di benak semua tamu tentang keluarganya yang berbicara kasar terhadap Tara. Mungkin hati seorang ibu ikut terluka jika penghianatan telah terjadi dalam sebuah hubungan yang sudah terjalin lama. Meskipun Nina hanyalah ibu sambung, tapi Nina menganggap Aletha sama dengan Luna_tidak membeda-bedakan satu sama lain.
”Maaf jika keluarga saya melakukan kesalahan dalam pesta nak Tara. Kami permisi. Dan selamat atas pernikahan nak Tara.”
Bagas Kara memutuskan untuk pulang bersama istri dan anaknya. Dan saat perjalanan menuju ke rumah tersirat bayangan Aletha dalam otak Bagas Kara. Karena merasa rindu dan ingin memastikan Aletha sudah tiba atau belum, Bagas Kara meraih ponselnya lalu menghubungi Aletha.
”Tidak. Aku tidak boleh rapuh saat berada di sini. Harus harus bisa bangkit dan kembali seperti Aletha yang dulu.” Anggukan pelan dilakukan oleh Aletha untuk memberikan keyakinan untuk dirinya sendiri.
Air mata yang tadi mengalir begitu deras, kini telah diseka dengan kasarnya. Lalu Aletha menyadari bahwa ada seseorang yang sudah menunggunya sedari tadi. Bahkan kini orang itu mengulurkan tangannya untuk membantu Aletha berdiri kembali. Namun, Aletha masih terdiam menatap sejenak wanita yang berdiri di depannya.
”Jangan takut! Aku bukan orang jahat yang akan menyakiti kamu. Dan aku akan mengajak kamu ke tempat tinggal ku, sepertinya ... kamu orang baru disini? ” Seulas senyum telah terukir di wajah wanita itu.
Aletha berusaha meyakinkan dirinya untuk mempercayai wanita yang di depannya itu adalah wanita yang memiliki hati baik. Mungkin benar, untuk sementara Aletha harus tinggal bersama Laura, wanita yang terlihat anggun dengan hijabnya.
Setelah berjalan kaki menuju sebuah tempat kost khusus untuk wanita, kini akhirnya mereka sampai juga disana. Aletha menyapu setiap sudut ruangan persegi itu. Ruangan yang tidak luas dan juga tidak kecil, cukup untuk tidur dia orang.
”Maaf, kalau tempatnya sempit bagimu. Oh iya, aku Laura ... kalau kamu?” tanya Laura dengan ramah dan tidak lepas dari senyum yang merekah.
”Aku ... Aletha. Kamu bisa panggil Al,”
Ada rasanya nyaman saat Aletha menatap wajah teduh Laura. Gadis berparas cantik dengan kulit khas Indonesia dan memiliki lesung pipit saat tersenyum, membuatnya semakin cantik. Dan Laura mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi di Amerika. Sungguh luar biasa, seperti kakaknya.
”Apa kamu tidak merasa risih jika ... aku tinggal bersama kamu? Toh ... kita masih baru kenal.”
”Aletha, aku tidak akan keberatan sama sekali dengan adanya kamu disini. Justru aku bahagia, karena aku mendapatkan sahabat saat berada di negara orang.” Binar matanya sungguh memperlihatkan bahagianya.
”Sahabat?” tanya Aletha memastikan.
”Iya, sahabat. Kamu keberatan ya ... jika aku menganggapmu sahabat?” Laura menatap lekat Aletha.
”Tidak. Tidak, masalah juga. Kita sahabat.”
Pelukan hangat telah dilayangkan Laura kepada Aletha setelah ia mendapatkan persetujuan darinya. Rasa bahagia tidak mampu dipungkiri oleh Laura, karena ia terus memberikan senyuman termanis untuk Aletha. Begitu halnya dengan Aletha, ia juga merasa nyaman dengan Laura yang baru dikenalnya. Dan pertemuan itu telah membuat Aletha dengan Laura semakin dekat.
”Sahabat sejati adalah ... seorang teman yang mampu menerima kita apa adanya, mengingat kita dalam setiap momen, melangitkan do'a untuk kita dan tidak akan pernah meninggalkan kita dalam keadaan apapun. Dan aku mendapatkan seorang sahabat disini yaitu ... Laura.” Batin Aletha.
Laura tidak membenci Aletha setelah ia mendengar cerita hidup Aletha yang sedikit berliku. Terutama melihat perbuatan Jennifer dengan lelaki yang tidak sepantasnya memiliki hubungan dengannya. Bahkan Laura meminta Aletha untuk melupakan semua masalah itu dan meminta Aletha untuk membuka lembaran baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments