Malam itu, Hanin membalur badan Henri dengan minyak angin mengeroki suaminya yang lemas dan pasrah. Hanin juga memberinya obat. Dengan telaten Hanin merawat Henri yang sedang sakit itu. Sesekali pria itu muntah, Hanin dengan telaten membersihkan dan menjaga tubuh Henri agar tetap hangat.
Malam itu, Henri membuka matanya, rasa pusing masih ia rasakan walau kini sudah berangsur mereda. Tangan Henri terangkat menyentuh tubuh Hanin yang tertidur di sampingnya.
Walau samar, Henri dapat melihat dan merasakan Hanin yang merawatnya dengan baik.
"Sebenarnya, tidak buruk juga mempunyai partner seperti dia. " Gumam Henri masih menatap wajah Hanin yang tenang seperti bayi.
"Apa aku harus membalasnya dengan giat bekerja? Tapi, ini bukan bidangku... Sangat lelah menjadi petani." Lanjutnya bergumam.
"Tapi gadis ini nakal sekali, terus menjahili, aku nggak mau, kembali ke kota saja." gumam Henri ngambek ingat betapa jahilnya Hanin padanya.
Henri berfikir lagi. Ingat lagi walau jahil Hanin tetap melayaninya dengan baik. Merawat di kala sakit, padahal mereka bukan siapa-siapa. Bahkan baru bertemu sesaat sebelum ijab kabul.
Henri mengangkat tangannya. Melihat telapak tangan yang mulai kasar karena terus bekerja di ladang.
"Tangan-tangan ku juga jadi kasar." Keluh Henri dengan bibir manyun. Ia pun menatap Hanin yang masih tertidur. Henri lalu menyentuh tangan Hanin. Merabanya pelan.
"Tidak halus, tapi juga tidak kasar. Apa karena selam bekerja dia selalu memakai sarung tangan?" Gumam Henri lagi, "Apa aku juga begitu saja? Haaahh.. kenapa aku jadi harus begini? Sebenarnya, jika kamu nggak merawatku dengan telaten seperti ini aku tidak akan segalau ini. Kamu jangan ge-er. Aku hanya ingin membalas budi, karena kamu sudah merawatku saat sakit."
###
Keesokan Paginya Henri yang sudah pulih, mulai meladang lagi.
"Apa? Aku harus mengangkat ini semua? Kami benar-benar tidak punya perasaan. Aku baru saja sembuh dari sakit, kamu udah mennyuruhku mengangkut ini semua." Protes Henri melihat keranjang yang berisi tumpukan kentang separuh.
"Jangan mengeluh, ini hanya separuh. Lihat, Bu sum saja membawa sekeranjang penuh. Apa kamu tidak malu pada wanita tua itu?"
Hanin menunjuk Bu Sum yang memikul sekeranjang penuh berisi kentang hasil panen tengah berjalan menuju pick up untuk diangkut.
"Aku baru sembuh dari sakit loh."
"Karena itu aku hanya memberimu setengah."
Henri melongo, "Jadi, kalau aku sehat, ini akan penuh?"
Hanin mengangguk. "Kamu sangat kejam."
"Malu lah pada Bu sum dan yang lainnya. Mereka wanita tua." Tunjuk Hanin pada para pekerja wanita paruh baya yang masih sangat kuat.
"Kejamnya dirimu..." Henri memasang wajah kasihan yang kusut. Namun dia tetap mencoba mengangkat keranjang berisi kentang itu dengan susah payah. Hanin pun membantunya.
"Nah, pintar. Ayo jalan."
Hanin pun ikut menggendong bagiannya yang tentu lebih banyak isinnya dari sang suami. Beberapa kali Hanin dan Henri mengangkut hasil kentang panenan mereka ke mobil pick up, dan Hanin dengan jailnya menambah beban kentang ke dalam keranjang Henri dari belakang, setiap kali suaminya menoleh, Hanin akan pura-pura melihat kearah yang lain.
"Haahh,, lelah nya.." Henri membaringkan tubuhnya sembarang di tanah bawah pohon rindang, dimana para pekerja beristirahat.
"Ha-ha, bagaimana kehidupan di desa tuan muda yang cantik?" Suara Bu Sum sembari menyodorkan botol minuman.
Henri melirik nya lalu bangun terduduk dan meminum dari botol itu. "Apa kalian setiap hari seperti ini?"
"Heemm..."
"Apa kalian tidak lelah?"
"Yah, ini kan memang pekerjaan kami. Ada kala nya kami sangat santai jika hanya merawat perkebunan. Tapi, kami akan sangat sibuk disaat musim panen seperti ini." Ungkap Bu sum yang di angguki oleh Bu welas dan yang lainnya.
"Disaat sepeti ini, Haninlah yang paling sibuk. Biasanya dia dan Adam sampai berkendara ke kota untuk menjual hasil panen."
Henri hanya manggut-manggut. Ia melihat berkeliling, semua pekerja tampak lelah, namun mereka terlihat begitu gembira menyambut hasil panen, dan menunggu pembayaran.
Henri mengedarkan lagi pandangan nya, dikejauhan ia melihat lagi, anak pak kepala desa bernama Adam tengah berbincang dengan Hanin di samping mobil pick up. Kedua nya terlihat sangat berseri dan saling melempar senyum. Henri menyentak nafasnya,
"Dengan dia saja siluman itu terus tersenyum, apa bagusnya pria itu?" Gumam Henri memalingkan wajahnya.
.
.
"Bagaimana kalau kamu ikut lagi pada penjualan kali ini."ajak Adam,"Yah, itung-itung buat tambah cenel lah."
Hanin menyambutnya dengan senyuman,
"Enggak mas, ada suami Hanin yang harus dipantau."
"Aahh, dia ya?" Adam melirik pada Henri yang sedang menatap mereka. Lalu henri memalingkan wajahnya. "Aku bisa membantumu meminta ijin padanya."
"Ini bukan masalah ijin mas."
"Lah, terus? Kamu sudah bisa mengelola ini semua sendirian. Aku mungkin nggak akan sering menjual ini sendiri. Dan kamu partner yang sangat bisa diandalkan."
Hanin tersenyum malu mendapat pujian dari Adam, pria yang selama ini ia kagumi. Dan tentu saja dia menyimpan rasa pada pria yang beberapa tahun lebih tua darinya itu. Namun karena Hanin cukup sadar diri, jika dia hanya orang miskin. Hanin memilih menyukai dalam diam dan mengagumi saja. Walau bagaimanapun perbedaan kasta diantara mereka terlalu besar.
Lagi pula, ia kini sudah menikah dengan Henri. Setidaknya Hanin harus merubah pria lembek itu menjadi lebih bisa diandalkan dan kembali ke kodratnya.
"Ikutlah Hanin. Aku sangat membutuhkanmu."
Hanin menegakkan kepalanya menatap Adam yang juga menatap intens padanya. Ia lalu memalingkan wajahnya, ketika rasa yang coba ia kubur bangkit dan menggodanya untuk mencintai lagi.
Adam merasakan Hanin yang terus mencoba menghindar. Ia pun tau perasaan wanita di hadapannya kini, memiliki rasa yang sama. Adam meraih tangan Hanin.
"Akan ku mintakan ijin pada suamimu. Malam ini kita ke kota. Mengantar barang ke distributor pusat. Setuju atau tidak aku akan membawamu." Ucap Adam dengan pandangan yang terus terpantik di wajah cantik Hanin.
Adam berjalan mendekati Henri yang kini mulai sibuk membersihkan kentang yang ia cabut dari dalam tanah.
"Hei!"
Henri menoleh,
"Malam ini aku dan Hanin akan ke distributor untuk menjual kentang-kentang ini."
"Lalu?"
"Kami akan pergi."
"Lalu? Apa hubungannya dengan ku?" Tanya Henri dengan tangan terangkat meminta penjelasan.
Adam tertawa kecut, "ternyata kau tidak begitu perduli dengannya. Baiklah."
Adam menatap dengan remeh dan tidak suka."kami akan pergi, apapun tanggapanmu."
"Terserah, pastikan saja dia siapkan makanan untukku." Jawab Henri acuh sibuk kembali dengan kentangnya.
"Dengan senang hati aku akan membawanya pergi." Lontar Adam dengan pandangan yang entah apa.
"Ya."
Adam berjalan menjauhi suami Hanin itu. "Hanin, kita pergi malam ini." Seru Adam dengan lantang.
Hanin hanya menunduk dalam diam, ia memandang tubuh Henri di bawah matahari. Entah apa yang Hanin pikirkan dan harapkan dari pria itu.
###
"Kau sungguh tidak apa aku pergi?"
"Siapkan saja aku makanan. Atau siapkan semua bahan makanan, aku akan memasaknya sendiri."
"Baiklah. Aku hanya semalam. Besok pagi-pagi buta aku udah kembali."
"Okey."
"Tolong jaga nenek."
"Heemm..."
Hanin berganti menatap neneknya, "nek, Hanin pergi dulu ya."
"Iya, hati-hati nak, semoga mereka mau membeli dengan harga tinggi."
"Aamiin. Titip Henri ya nek."
Mendengar namanya disebut dan dititipkan pada nenek membuat Henri menoleh tak terima. Kenapa jadi dia yang dititipkan.
"Tenang saja. Kita keluarga, sudah tentu akan saling menjaga." Jawab nenek jumawa.
Hanin mengulas senyum.
'Keluarga....' pikir Henri sesaat setelah mendengar ucapan sang nenek.'Mungkin oleh sebab itulah, Hanin merawatku semalam. Keluarga.'
Setelah kepergian Hanin. Henri masih memandang kearah mobil pick up itu menghilang. Nenek menepuk punggung Henri.
"Jangan khawatir, Hanin bersama Adam. Dia pria yang bisa di percaya."
Henri tersenyum tipis.
_______
"Aneh, kenapa aku jadi memikirkan dia?" Gumam Henri menggelengkan kepalanya, "tidak mungkin aku jadi jatuh cinta padanya kan?"
"Seharusnya aku bahagia dia pergi dan aku memiliki semua ranjang ini. Tapi, kenapa aku merasa ada yang hilang..."
Sekelebat bayangan Hanin yang terus menjahili nya dan saat Hanin merawatnya dikala sedang sakit, terus bergelayut.
"Apa aku sungguh mulai tertarik pada wanita?" Gumam Henri lagi.
Bersambung...
_____
Dukung terus karya Othor ini ya, dengan:
Like
Komen
Vote
Dan kasih Gift
Terima kasih.
Salam sehat dan waras.
☺️
______
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Ani Mak NitaAdelia
woy honey waktu 6bln masih terlalu lama sayang,,,kenapa baru berapa hari udah timbul ajah tuh rasa suka 🤦🤣🤣🤣
2023-05-13
0
Yane Kemal
Mulai
2023-01-16
0
Sena_cantik9
🤣🤣🤣🤣
2022-09-09
0