Chap 10 • Mau maskeran? Pijitin aku donk!

Henri ikut meladang juga, walau awalnya dia sangat keberatan, namun bujukan Hanin dan para ibuk-ibuk yang lebih maut dalam membujuknya. Membuat pria itu akhirnya mengikuti mencabut lobak.

"IIHH, lengket banget tanahnya," keluh Henri mengorek-ngorek tanah yang menempel pada lobaknya. Lalu melemparkannya pada Hanin."kamu deh yang bersihin."

Hanin tertawa lucu tanpa suara, merasa geli dengan suaminya yang super kemayu itu. Melihat Henri yang mengusap wajahnya dengan kemayu,

"Panas, berkeringat..." Gumam Henri menyingkirkan rambutnya dari wajah dengan punggung tangannya, karena jari-jarinya kotor.

Hanin hanya menggeleng melihat suaminya. Ia lalu kembali pada aktivitas nya, sembari berfikir langkah apa yang harus dia ambil untuk meluruskan Henri yang kemayu. Selain ia mendalami karakter suaminya terlebih dahulu.

"Wuuaaaa....." Pekik Henri membuat para ibu-ibu dan Hanin menoleh padanya.

"Kau kenapa?"

"Cacing! Cacing! Ada cacing disana!" Tunjuk Henri ngeri pada tanah yang dia gali tadi. Berlarian kearah Hanin.

Ibu-ibu menggeleng melihat tingkah kemayu Henri yang bersembunyi di balik tubuh Hanin. Sementara Hanin terkekeh geli.

"Kamu takut cacing?" Hanin mendekat kearah yang Henri tunjuk. Jiwa jahil nya bangkit seketika, melirik Henri yang memasak mimik ketakutan. Mata pria itu menatap Hanin curiga di tengah rasa takutnya.

"Bukan takut, geli, geli tauk."

Hanin menyeringai, mengambil cacing itu dan melemparkannya pada Henri yang tentu saja langsung lari terbirit-birit sambil berteriak ngeri.

"Cacing!"

"Cacing!"

"Gilak! Wooii!! Cacing!"

suara teriakan histeris Henri tak henti mencoba menjauh.

Tentu saja membuat para ibu dan Hanin tertawa.

"Hei, sudah Hanin, jangan ganggu suamimu, kasihan dia, ini pasti pertama kalinya dia meladang." Kekeh Bu Sum mengibaskan tangannya."Dia kan orang kota."

"Hei orang kota! Kembali! Ayo kerja lagi!"

"Nggak! Nggak mau!" tolak Henri di kejauhan memandang ngeri pada istrinya dan tanah yang mungkin terdapat cacing.

"Hiiyy... nggak mau!"

Walau ngambek, akhirnya, Henri kembali ikut meladang dengan bujukan ibuk-ibuk pekerja. Ia melirik sinis istrinya, wajah geli serem masih terlihat hingga membuat Hanin terus terkekeh.

"Awas saja kalau kamu lempar lagi cacing padaku." Sinis Henri dengan lirikan mata yang menyipit.

"Hiiiyaaaa...." Hanin menggoda dengan melemparkan tanah kearah Henri, yang tentu saja pria yang di tuntun balik oleh Bu Sum itu, histeris berlarian.

"hei! sudah!"

.

.

Hanin yang tengah mengumpulkan lobak-lobaknya, melihat benda melata. Dia tersenyum jail dan melirik Henri. Diambilnya ulat itu, lalu mendekat pada Henri. Ia melihat keadaan sekitar, Henri masih sibuk mencabuti lobak. Dengan tampang tanpa dosa Hanin melemparkan ulat itu dan jatuh tepat di tangan Henri. Sontak pria bertulang lunak menjerit-jerit tak karuan. Hanin sampai guling-guling menahan tawanya.

Henri terus menjerit heboh sembari menunjuk tangannya yang ditempeli ulat berwarna hijau itu. Hewan itu bergerak-gerak hingga membuat Henri makin heboh.

Bu Sum yang melihat tingkah Henri kasihan juga, apa lagi menyaksikan Hanin yang justru tertawa terpingkal. Membuat Bu Sum menggelengkan kepalanya, bergerak mendekati Henri, memegang lengan pria itu, lalu mengambil ulat ditangannya. Melemparkannya ketanah dan menginjaknya.

"Sudah, sudah, sudah ku buang ulatnya. Cup cup.. jangan takut lagi." Bu Sum mengelus kepala Henri seperti anak kecil. Henri pun memeluk Bu Sum dengan manja.

"Huhu,, takut Bu, ulat itu melata di tanganku... Geli geli serem.." cicit Henri manja.

Hanin yang melihat tingkah suaminya membuat gerakan mulut mau muntah.

Hari terus berlalu, Hingga waktu malam tiba, dengan lelah, Henri memijit lengan dan kaki nya terasa pegal.

"Jika seperti ini terus, bisa mati remuk aku." Keluh Henri nelangsa. "Aku harus lepas dari ini gimanapun caranya."

"EHEM..."dehemnya melihat Hanin masuk kedalam kamar. Gadis itu terlihat sangat segar sehabis mandi, masih menggunakan baju yang sama dengan tadi yang dia pakai meladang.

"Masih pakai itu? Nggak gatal?"

"Ganti lah." Jawab Hanin enteng mendekati lemari di sudut kamar. Ia membuka lemari dengan pintu yang tetap di biarkan terbuka.

Henri hanya menatap istrinya dari atas ranjang kamar. Matanya sedikit melebar melihat Hanin mulai melepas pakaiannya dengan santai, yah, walau ia tak bisa melihat keseluruhan tubuh Hanin karena terhalang oleh pintu lemari yang terbuka.

"Apa lihat-lihat?"

Henri yang tertangkap basah sedang melihatnya memalingkan wajahnya. Hanin terkekeh,

"Hei!"

Henri menoleh pada suara Hanin yang memanggilnya.

"Apa? Kamu mau punya ini?" Goda hanin sembari menangkup dadanya yang hanya tertutup bra dengan tangannya. Mata Henri melebar.

"Aku tidak tertarik." Henri memalingkan wajahnya dari benda kenyal dan terlihat padat itu.

Hanin terkekeh lagi, "yang bener. Hei lihat kemari. Apa kamu nggak iri?"

Henri tetap keukeh tak mau melihat istrinya yang terus pamer padanya itu.

"Hei, lihat kemari."

"Henri!"

Henri mendengus. Ia memilih mengambil kotak perawatan kulitnya dari pada menanggapi istrinya yang resek pamer body.

Henri mengambil beberapa produk perawatan wajah. Lalu mulai mengoleskannya ke wajahnya.

"Huh, daripada menanggapi cewe gila itu, mending aku perawatan saja, nanti kulit wajahku berkedut. Seharian panas-panas an." Gumam Henri oles-oles wajahnya.

"Apa itu?" Tanya Hanin yang sudah berpakaian lengkap duduk mendekat.

"Kamu nggak liat? Ini tuh, masker."

Hanin terkekeh geli dengan tingkah Henri yang sedang memasang maskernya dan menepuk-nepuk wajahnya dengan jari jemarinya.

"Kamu masih punya nggak? Mau dong. Kulitku kasar nggak sehalus punyamu, pasti karena kami sering perawatan seperti ini." lontar Hanin mentowel suaminya. Henri melirik tajam pada gadis desa yang resek itu, menurutnya.

"Kamu mau?" Lontar Henri dengan sedikit kemayu, Hanin menganggukkan kepalanya menanggapi.

"Pijit aku dulu." Sambungnya menepuk bahunya sendiri.

'Huh, rasain pembalasanku, akan ku bikin kamu capek mijitin aku, lalu aku akan pura-pura tidur.. Ha-ha-ha.' batin Heri berfikir jahat.

"Oke." Balas Hanin menyetujui dengan seringai jahat. Ia menyatukan jari-jari nya sampai terdengar bunyi gemeletuk tulang.

.

.

"Aaauuuu.... Aaaauuuwww... Aaauuwww...."

Suara pekikan Henri terus menggema di seluruh ruangan itu, bahkan sampai ke kamar nenek yang tengah beristirahat.

Karena terkejut, nenek sampai keluar dari kamarnya dan membuka gorden penutup kamar Hanin. Ia terkejut, matanya membola menyaksikan apa yang ada didalam kamar.

"Hanin!"

Bersambung...

Hmmm.. kira-kira apa ya yang terjadi?? Apakah Henri kena kayang? Atau, justru ia malah lagi main kuda-kudaan?

Dukung terus karya Othor ini ya, dengan:

Like

Komen

Vote

Dan kasih Gift

Terima kasih.

Salam sehat dan waras.

☺️

______

Terpopuler

Comments

rindu rindu

rindu rindu

hanin, suaminya bukannya di sayang trus di perhatikan sambil diajarin kuat kok malah diusilin, nnt malah kabur dia

2023-11-15

0

Sena_cantik9

Sena_cantik9

jail banget sih hanin

2022-09-09

1

Sena_cantik9

Sena_cantik9

🤣🤣🤣

2022-09-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!