Chap 3 Hanindiyah

"Tidak!"

"Aku tidak mau menikah! Tidak mau." Seru Henri berlari dari kejaran mamanya. Setelah para tetua pulang ke kampung, di ruangan itu hanya tinggal mama Tantri, papa dan Henri saja.

"Apa kau bilang?" Mama Tantri yang menguber Henri mendelik pada anaknya yang berterus menghindar, berlari mengitari sofa tamu. Sedangkan papa hanya duduk sambil menonton tivi, tidak begitu perduli dengan anak dan mama yang sedang uber-uberan itu.

Malah terkadang papa hanya mendorong minggir tubuh yang lewat di depannya karena menghalangi dirinya yang sedang menonton bola.

"Kau tidak mau menikah? Ha-ha, harusnya kau kububur hidup-hidup daripada membuat malu." Hardik mama Tantri masih berusaha mengejar menatap anaknya dengan garang yang kini berbatas sofa di antara mereka.

"Mama, kau salah bicara kubur bukan bubur." Lontar Henri mengkoreksi, masih mencoba menghindar.

"Tidak! Aku memang berniat untuk membuburmu! Kemari kau! Jangan menghindar!" Hardik mama Tantri lagi mengitari sofa untuk menangkap Henri yang berada di sisi seberang.

Henri masih terus menghindar, dan mama Tantri terus mengejar.

"Bocah ini!" Geram mama Tantri kesal. Ia memegangi tengkuknya yang serasa sangat berat. Ia lalu melirik suaminya yang justru asik menonton tivi. Ia menjadi tambah geram dibuatnya.

"Suamiku! Apa-apaan kau ini? Kenapa malah diam saja menonton tivi." Protes mama Tantri masih sibuk mengejar Honey yang kini berlarian menghindar mengitari sofa yang diduduki papanya.

"Sudahlah istriku duduk saja diam. Kenapa harus capek-capek mengejarnya."

"Suamiku, bisa-bisa nya kamu begitu tenang dengan anak kita yang bengkok ini. Kita harus segera meluruskannya." Protes mama Tantri masih terus mengejar putranya, yang beberapa kali mengitari sofa sang papa yang sedang menonton tivi.

"Mama, aku sangat lentur, tidak perlu di luruskan lag.....uuugggghhhh...." Henri yang berlari melintasi depan papanya tersungkur karena papa nya memalangkan kaki tiba-tiba hingga membuat Henri terjatuh.

"Papa!" Protes Henri berbalik manja.

Mama Tantri tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, ia bergegas menghampiri hendak menindih dan memiting anaknya. Namun, tubuhnya terduduk disofa samping suaminya, ternyata tangan papa lebih cepat bergerak menarik lengannya.

"Paahh!"

"Tenang ma, jangan apa-apa pakai kekerasan." Ucap papa menasehati. "Mungkin saja dia jadi begini karena mama terlalu keras padanya."

"Jadi papa mau nyalahin mama?"

"Ya nggak juga." Papa melirik gelagat Henri yang mulai merangkak mencuri kesempatan kabur saat kedua orang tuanya itu bertengkar.

"Nggak juga? Apa maksudnya."

"Aaarrggg..... Papa!" Pekik Henri yang tubuhnya sudah di capit oleh kaki papanya.

"Jangan kabur kamu."

"Papa tega sekali."

Papa terkekeh jahat. "Mari kita nikahkan saja dia malam ini. Dengan perempuan binnaal yang hobi menyiksa. Bagaimana menurutmu mama?"

"Huh, aku lebih suka membuatnya jadi sup dari pada membiarkannya hidup." Mama ikut tertawa jahat.

"Papa, mama? Sungguh kah aku ini anak kalian?" Protes Henri tidak percaya dengan ucapan papa dan mamanya.

###

Di sisi belahan bumi yang lain, disebuah desa yang masih asri dan hijau, malam itu sangatlah dingin. Hanin menyelimuti tubuh neneknya yang renta. Ia juga menyalakan penghangat dari tumpukan kayu yang tinggal Baranya di perapian.

"Nenek, tidurlah yang nyenyak." Lirihnya sembari menutup pintu bilik yang terbuat dari susunan kayu itu.

Hanin malam itu tak bisa tidur. Ia hanya duduk di luar rumahnya. Menghirup udara dingin yang menyentuh kulitnya. Ia memandang hamparan ladang milik kepala desa. Walau bagaimanapun, disanalah dia tinggal atas ijin dari kepala desa yang baik.

Dulu nya keluarga nenek Hanin yang memiliki tanah itu, namun karena anak-anak nenek yang tidak tau malu menjual semua dan kabur ke kota meninggalkan nenek dan Hanin tanpa harta apapun.

Ibu Hanin salah satu nya. Ia bahkan meninggalkan Hanin yang masih kecil bersama neneknya demi bisa bebas dikota. Baginya Hanin hanyalah beban yang membuatnya kesulitan mendapatkan suami, pengganti ayah Hanin yang telah meninggal.

Hanin adalah gadis yang kuat, kuat oleh tempaan kehidupan. Tinggal bersama neneknya saja membuat karakter Hanin lebih dewasa dari umurnya. Ia hanya memiliki nenek yang sangat ia sayangi. Ibunya? Hanin tak pernah menganggapnya ada. Baginya, sang ibu sudah mati, sejak wanita itu meninggalkannya bersama nenek di kampung itu tanpa sepeserpun.

Hanya pak kepala desa yang iba, mengijinkan mereka untuk tinggal dan bekerja menggarap ladang dengan imbalan pada umumnya, hanya agar warga yang lain tidak menaruh iri pada keluarga fakir itu.

Setelah cukup lama Hanin mencari kesejukan, ia pun masuk kedalam gubuk kayu itu. Hanin pun merebahkan tubuhnya dikamar sebelah nenek nya.

Keesokan paginya, Hanin menggarap ladang bersama pekerja lain.

"Hanin!"

Hanin menoleh kearah sumber suara. Bibi Gati tampak datang mendekat.

"Hanin, ikutlah dengan ku. Ada yang ingin ku bicarakan. Aku sudah ijin pada pak kepala desa."

"Kenapa, bi?"

"Sudah, ikut saja." Bibi Gati menarik Hanin dengan antusias hingga gadis itu menurut saja. Lawannya orang tua yang harus dia hormati dan segani.

"Nenek mu juga sudah ikut dengan suami ku tadi."

"Nenek?" Hanin mengernyit bingung."kita mau kemana dan mau apa bibi Gati?"

"Hihi, nanti kamu juga tau. Ikut saja." Ucap bibi Gati lalu dia berhenti melihat penampilan desa Hanin. Lalu ia merapikan baju Hanin, menepuk-nepuk kotoran tanah di baju gadis 20tahunan itu. Tak lupa mengambil topi yang lebar dari kepalanya.

"Kita cuci kaki dan tanganmu dulu."

"Kita mau apa sih bibi Gati?" Hanin menurut saja, namun dia tetap memandang dengan penuh tanya.

Setelah membersihkan diri didepan rumah bibi Gati, mereka pun masuk kedalam rumah. Disana cukup ramai. Bahkan neneknya pun sudah ada disana.

Bibi Gati menuntun duduk disisi neneknya. Tepat di hadapan honey dan keluarganya.

Mama Tantri tersenyum melihat Hanin.

"Berhubung anaknya sudah datang, bagaimana jika kita tanya langsung saja padanya." Ucap Mak Yun dengan jumawa.

"Hanin, ini adalah Tantri adik ku. Dia kemari untuk melamarmu untuk anaknya. Henri."

Hanin terbengong sesaat."Ya?"

Mak Yun tersenyum maklum."Apa kamu bersedia menikah dengan anak ini?"

Bersambung...

Dukung terus karya Othor ini ya, dengan:

Like

Komen

Vote

Dan kasih Gift

Terima kasih.

Salam sehat dan waras.

☺️

Terpopuler

Comments

rindu rindu

rindu rindu

nnt kl henri macam2 di smwkdown aja Han🤣

2023-11-14

0

Miss Typo

Miss Typo

langsung diterima gk ya 😁

2023-02-12

0

AryantiLina

AryantiLina

dalam benak hanin. "..ehh astaga aku ketemu lucinta luna.

2022-12-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!