Nenek Li terus mengamati wajah Xiao Jin. Dia merasa pernah melihat wajahnya sebelumnya dan mengingat-ingat semua tentangnya.
"Xia He! Apakah kamu Xia He?" tanya Nenek Li.
Merasa itu bukan namanya, Xiao Jin menggeleng. Meskipun sangat ingin tinggal bersamanya, Xiao Jin tidak mau mengaku-ngaku menjadi orang lain.
Secara garis besar, Amelia tidak menuliskan ini, sepertinya beberapa bagian cerita yang dia lakoni mengalami perubahan setelah dia masuk ke sana dan merubahnya. Dia berharap semua yang terjadi di dalam dunia novelnya masih terkendali.
"Namaku Amm ... maksudku, Xiao Jin, Nek." Hampir saja Amelia menyebutkan nama aslinya.
Nama Xiao Jin cukup umum dan tidak akan ada yang curiga dengan statusnya yang merupakan putri seorang Perdana Menteri. Dia tidak perlu menyamar menggunakan nama baru di luar istana.
"Xiao Jin?" Nenek Li masih terlihat bingung dan merasa tidak asing dengan wanita muda di hadapannya itu.
"Em, maaf membuat nenek terkejut dengan kehadiranku yang tiba-tiba. Aku sedang tersesat setelah terpisah dari rombongan dan ... dan ... aku tidak tahu akan ke mana setelah ini."
Xiao Jin menunjukkan wajah sedihnya untuk mengambil simpati dari Nenek Li. Bagaimanapun caranya dia harus bisa tinggal bersamanya seperti di dalam cerita yang dia buat.
Nenek Li tampak berpikir. Dia mempertimbangkan untuk membawa Xiao Jin pulang bersamanya ke pondoknya. Namun, dia ragu karena sangat miskin dan tidak bisa menjamu tamunya dengan baik.
"Sebenarnya aku sangat ingin menolongmu, tetapi aku tidak memiliki kehidupan yang layak. Gadis cantik sepertimu tidak pantas tinggal di gubuk bersama seorang nenek tua yang tidak memiliki apa-apa."
"Tidak masalah, Nek. Aku mau!" seru Xiao Jin bersemangat.
Nenek Li tersenyum senang. Dia yakin jika Xiao Jin adalah seorang gadis yang baik. Keduanya menjadi sangat akrab seperti sudah saling mengenal sejak lama.
Meskipun sudah tua, rupanya Nenek Li memiliki tenaga yang kuat. Entah benar-benar kuat atau memaksakan diri. Dia membawa tiga buah bejana kayu untuk membawa air ke rumahnya. Satu digendong di punggung dan dua dia bawa dengan kedua tangannya.
Kali ini, Xiao Jin yang membawa dua bejana itu dan Nenek Li cukup membawa satu buah saja. Mereka menaiki sebuah jalan menanjak menuju ke tempat tinggal mereka.
Sebuah pondok yang sangat sederhana terlihat di kejauhan. Dinding-dindingnya terbuat dari papan kayu yang di susun dengan atap yang tersusun dari rerumputan kering. Xiao Jin sangat yakin jika itu adalah pondok milik Nenek Li.
Membawa dua ember saja membuatnya merasa sangat lelah. Namun, Nenek Li terbiasa membawa tiga buah. Sebelum diisi air pun ember kayu itu sudah terasa berat.
"Ini tempat tinggal nenek."
Nenek Li membawa Xiao Jin masuk ke dalam rumahnya dan memintanya meletakkan ember kayu itu pada sebuah bilik kecil.
Pandangan matanya mengedar ke sekeliling dan melihat ke seluruh penjuru ruangan. Tidak hanya terlihat sederhana saat dilihat dari luar, keadaan di dalamnya pun tidak jauh berbeda. Xiao Jin tidak merasa keberatan tinggal di sana dan bersusah payah ketimbang tinggal di istana bersama keluarganya yang selalu menindasnya.
Tidak ada ranjang yang layak di sana. Hanya ada sebuah yang biasa menjadi tempat beristirahat Nenek Li. Dia terlihat memberesi barangnya yang diletakkan di atas sebuah dipan. Mungkin dia bermaksud untuk memberikan itu sebagai tempat beristirahat Xiao Jin.
"Pergilah beristirahat! Nenek akan pergi sebentar untuk mencari kayu bakar ke hutan."
Kebetulan hari itu kayu bakar di rumah Nenek Li habis. Dia ingin membuatkan makanan untuk Xiao Jin, tetapi tidak bisa membuat perapian.
"Tidak, Nek. Biar aku saja yang pergi mencari kayu bakar. Nenek di rumah saja. Aku akan segera kembali."
Tangan Nenek Li terulur ke depan dengan mulut terbuka. Sebelum dia mengeluarkan kata-kata, Xiao Jin sudah berlalu dari hadapannya.
Di luar rumah Nenek Li, Xiao Jin melihat pemandangan di sekeliling tempat tinggalnya. Rupanya semua rumah di sana memang memiliki model yang sama dengan milik Nenek Li, hanya saja ukurannya yang berbeda.
Desa terpencil itu tidak memiliki banyak penghuni. Hal itu bisa dihitung dari banyaknya rumah yang berada di sana yang bisa dihitung dengan jari.
Xiao Jin berjalan menuju ke hutan yang berlawanan arah dengan tempatnya mengambil air. Dia memunguti kayu kering yang berjatuhan di tanah.
Di tepi hutan dia tidak banyak mendapatkannya, mungkin penduduk sekitar telah memungutinya lebih dulu. Dia memutuskan untuk masuk ke dalam hutan dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya.
Ranting kayu yang melimpah membuatnya mendapatkan banyak kayu dalam waktu singkat. Xiao Jin membawa kayu bakar itu di punggungnya dan bersiap untuk kembali.
Di kejauhan dia mendengar suara gaduh beberapa orang. Xiao Jin takut jika itu adalah siluman dan memutuskan untuk pulang.
"Eh, tapi aku tidak pernah menuliskan tentang siluman di dalam ceritaku. Sepertinya itu suara orang yang sedang panik dan berada dalam kesulitan."
Xiao Jin kembali masuk ke dalam hutan dan mencari dari mana sumber suara itu berasal.
Rupanya benar. Tiga orang pemuda sedang ketakutan di kejar oleh kawanan badak. Entah apa yang telah mereka lakukan sebelumnya, badak-badak itu terlihat sangat liar.
Salah satu dari mereka terluka cukup parah dan ketiganya telah berhasil naik ke atas pohon. Namun, badak-badak itu tidak menyerah dan terus menggoyangkan pohon-pohon itu dengan tanduk di kepalanya.
Xiao Jin berjalan mendekat hingga salah satu pemuda melihatnya.
"Nona, jangan mendekat! Hewan-hewan ini sangat berbahaya. Cepat pergi dari sini sebelum mereka menyadari keberadaanmu!" teriaknya.
Xiao Jin mengisyaratkan pada mereka untuk diam. Dia meletakkan kayu bakar yang dibawanya lalu berjalan mendekat ke arah badak-badak itu.
Ketiga pemuda yang telah merasakan amukan binatang itu merasa khawatir padanya. Mereka berpikir apa yang bisa dilakukan oleh seorang gadis, sementara mereka saja tidak mampu berbuat apa-apa.
Hewan aneh yang mirip seperti badak itu akhirnya menyadari kedatangan Xiao Jin. Mereka menantapnya penuh permusuhan dan bersiap untuk menyerang.
Para pemuda itu menutup matanya dan menahan napas saat kawanan badak itu berlari menyerbu Xiao Jin. Mereka tidak sanggup untuk melihat apa yang terjadi setelah ini.
"Sayang sekali dia sangat cantik. Andai dia mau mendengarkan kata-kataku, mungkin dia tidak akan mengalami hal buruk," gumam pria itu.
Tidak satu pun dari mereka yang berani melihat ke arah Xiao Jin. Hanya suara lengkingan binatang dan gaduhnya pergulatan. Dalam bayangan mereka Xiao Jin telah mati dengan tubuh yang tercabik-cabik sehingga tidak lagi bersuara.
Pada kenyataannya, sebelum hewan ganas itu mencapainya, Xiao Jin telah siap dengan pedangnya. Dia menebas hewan-hewan itu satu persatu. Melihat beberapa ekor mati, hewan yang tersisa lari ketakutan meninggalkan mereka.
"Hei! Turunlah!" seru Xiao Jin.
Mereka merasa suara lembut Xiao Jin adalah arwahnya. Rasa takut masih memenuhi hati mereka.
"Nona, aku mohon lepaskan kami. Kami tidak bermaksud untuk menjebakmu di sini dan membuatmu mati. Kami janji setelah ini kami akan berdoa pada para dewa untukmu."
'Jadi mereka pikir aku sudah mati? Ahh, sialan!' Xiao Jin menepuk keningnya lembut.
"Ya, sudah kalau tidak mau turun dan segera pergi. Bersiaplah untuk mati jika binatang-binatang itu kembali."
Kali ini mereka termakan juga oleh ancaman Xiao Jin. Setelah memantapkan hati, perlahan mereka membuka matanya dan melihat apa yang terjadi.
Mayat-mayat badak liar bergelimpangan dihadapannya dengan isi perutnya yang keluar. Itu artinya wanita cantik itu memang benar-benar masih hidup. Rasa kagum bercampur malu membuat ketiganya terlihat salah tingkah.
****
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
𝘳𝘦𝘷𝘢 𝘯𝘢𝘥𝘪𝘵𝘺𝘢
𝘹𝘪𝘢𝘰 𝘫𝘪𝘯 𝘬𝘦𝘳𝘦𝘯..... 𝘥𝘪𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘪𝘴𝘵𝘢𝘯𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪
2022-09-07
0
Sribundanya Gifran
lanjut crazy up thor
2022-09-05
0