"RAVI! RAVI LO MAU KEMANA? LO KURANG AJAR BANGET UDAH MINTA JAJANIN BATAGOR MALAH NOMOR GUE DIBLOCK!" Ravi yang sedang memakan bakso sontak tersedak dan memuntahkan kembali bakso utuh yang sudah ada di mulutnya. Lelaki itu langsung berdiri dari duduknya dan lari dari sana menghindari amukan gadis gila yang kemarin menraktirnya.
"Cewek muda jaman sekarang, beliin batagor sepuluh ribu kayak udah beliin gue seperangkat alat sholat dibayar tunai. Tahu gitu Gue bayar aja kemarin, nyesel – nyesel, bakso gue dua puluh ribu gak bisa dimakan." Lelaki itu terus mengomel sambil mencari tempat yang tepat untuk bersembunyi karna orang itu terus mengejarnya.
"Mati gue, itu orang apa kuda nil sih? Kenapa kuat banget tenaganya ngejar – ngejar Gue gini? Mana nih sekolah kecil lagi, gak bisa ngumpet Gue," ujar Ravi yang berusaha menengok kiri dan kanan sambil berlari. Sampai akhirnya dia melihat wajah yang tak asing baginya. Dia menhentikan larinya tiba – tiba sampai terpeleset dan jaruh dihadapan orang itu.
"Mbak, Kak, neng, aduh, siapapun Kamu. Tolong bantu, bantuin saya buat lepas dari kejaran singa -singa kelaparan itu. saya gak tahu tempat sembunyi yang aman di sekolah ini, tolong bantu saya." Orang itu merasa bingung namun juga kasihan melihat Ravi yang memohon, akhirnya mereka sama – sama berlari dan sedikir berputar agar mereka kehilangan jejak.
"Eh, mau kemana?" tanya Ravi saat mereka menaiki tangga, namun gadis itu tak menjawab, dia menarik tangan Ravi dan masuk memalui salah satu pintu yang ada di lantai empat. Gadis itu langsung menutup kembali pintu agar tidak ada yang tahu keberadaan mereka.
"Udah aman," ujar gadis itu dengan napas terengah. Ravi mengacungkan jempolnya karna dia tak sanggup lagi untuk membuka mulutnya. Napasnya sudah habis dan dia sudah sangat lelah. dia bahkan mendudukan dirinya di alas yang kotor meski celananya berwarna putih, dia tak peduli lagi, dia sangat lelah untuk saat ini.
"Kamu kenpa bisa dikejar sama mereka? Kamu punya hutang sama mereka?" tanya orang itu dengan penasaran. Ravi menceritakan apa yang terjadi padanya dengan jujur, memang lelaki itu tak suka berbohong, apalagi masalahnya sangat sepele, namun respon gadis itu tak diduga oleh Ravi, gadis itu terkekeh dan seakan menyalahkan Ravi untuk semua yang terjadi.
"Kamu ya aneh, kalau kamu udah kasih nomor kamu, ya paling gak kamu angkat lah telpon dia, biar dia agak ngerasa dihargai, kalau gitu kan dia ngerasa ditipu, apalagi kamu lngsung block nomornya," ujar gadis itu yang tak disetujui oleh Ravi, Ravi membantah hal itu.
"Enak aja, bukan aku yang blokir nomor dia, tapi mama aku, aku kan Cuma minta mama aku buat ngejawab telpon dia, tapi mama aku yang ngeblokir, bukan salah aku dong punya mama yang pengertian dan baiknya kayak bidadari gitu?" tanya Ravi yang membuat anak itu tersenyum, namun kali ini senyumnya tampak lain.
"kamu dekat banget ya sama mama kamu? Kalian kelihatannya kompak banget," tanya gadis itu yag membuat Ravi mengangguk semangat. Lelaki itu memang bertubuh tinggi dan besar, namun pikirannya masih seperti anak kecil, dia akan dengan senang hati mengakui jika dia anak mama, apalagi mamanya memang sangat smepurna untuk dipamerkan ke orang lain.
"Pokoknya aku sih sayang banget sama mama aku. gak ada yang lain deh, untung aja papa aku orangnya setia, jadi aku Cuma punya satu mama, eh tapi kalau ada dua yang kayak mamaku semua pasti lebih seru sih, rumah aku banyak bidadarinya," ujar Ravi yang terdengar cringe, namun gadis itu malah mengangguk dan menyetujui apa yang Ravi katakan.
"Kamu beruntung deh punya mama dan papa yang sayang sama kamu. Mereka juga beruntung punya anak yang sayang sama mereka kayak kamu," ujar gadis itu yang tampak menerawang, malah membuat Ravi menjadi aneh dan curiga, entah mengapa respon gadis itu tak enak baginya.
"Kamu gak lagi iri sama kehidupan aku kan? Atau jangan – jangan kamu udah gak punya mama atau papa jadi kamu kayak ngebayangin betapa indahnya hidup dengan mereka?" tebak Ravi yang tak pikir panjang. Seperti biasa, mulutnya jauh lebih licin dari pikirannya, kelemahan yang dia juga benci sejak jaman dulu sampai sekarang.
"Ya, Kamu benar, aku yatim piatu, orang tua aku meninggal, ah aku gak perlu ceritain kasusnya gimana deh. Pokoknya gak enak, kamu harus banyak bersyukur masih punya orang tua. Eem, kayaknya udah aman, ayo pergi dari sini sebelum ada orang yang menciduk dan ngira kamu ngelakuin sesuatu sama aku."
Ravi ingin meminta maaf, namun permintaan maaf itu hanya sampai ke ujung lidahnya. Dia tak bisa mengeluarkan isi pikirannya meski dia merasa tak enak sudah membuat gadis yang ada di hadapannya menjadi sedih. Ravi akhirnya memiliki ide untuk mencairkan suasana yang canggung ini. dia berjalan di sebelah gadis yang masih terdiam sejak tadi.
"Kamu kakak OSIS yang kemarin ngehukum aku kan? Kita belum kenala, Nama kamu siapa? Nama aku Ravindra, panggil aja Ravi. Jangan panggil Vindra, susah soalnya," ujar Ravi yang membuat gadis di hadapanya tersenyum tipis. Gadis itu menjabat tangan Ravi yang terulur di hadapannya.
"Namaku Ellora, panggil aja Ella," ujar gadis itu dengan senyum yang cukup manis, entah mengapa Ravi merasa jantungnya berdebar dengan cukup kencang melihat senyum itu. namun dia segera menghilangkan pikirannya mengingat gadis yang ada di hadapannya jauh lebih tua darinya. Ravi selalu menyukai gadis yang imut dan lebih muda darinya.
"Ravindra, Ellora, wah nanti kalau punya anak harus dinamai Raviola sih," ujar Ravi pelan, namun masih bisa didengar oleh gadis yang ada di sampingnya. Gadis itu tertawa tipis tanpa suara, baru kali ini dia menemui orang seunik Ravi, bahkan lelaki itu terbilang suka merepotkan dirinya yang notabene orang asing di hidupnya.
"Ah ya, sekali lagi makasih ya udah bikin aku lepas dari jeratan nenek sihir itu. aku balik ke kelas dulu kalau gitu, bye bye kakak kelas cantik," ujar Ravi yang melambaikan tangan dan berlari dari hadapan gadis itu. Ravi merasa sedikit tak enak dengan tatapan orang yang ada di sana. Mungkin mereka sedikit aneh melihat kakak kelas dan adik kelas jalan bersama.
"Duh Ravi, Lo bodoh. Sumpah Lo bodoh banget. Gimana bisa Lo gak minta nomor dia atau tanya dia kelas apa? Duh, Lo harusnya pengalaman urusan sama cewek gini dong." Ravi memukul kepalanya pelan sambil terus berjalan ke aarah kelasnya.
"Akhirnya Gue ketemu sama Lo. Kenapa Lo blokir nomor Gue?" Ravi langsung mendongak kaget dan menatp tiga nenek lampir dengan rambut berantakan sudah menghadanganya. Jika tadi dia masih mau berlari dan menganggap semua permainan, kini dia benar – benar kehilangan moodnya dan malas menghadapi mereka. Ravi pun ingin berjalan melewati mereka, namun mereka memblokir jalan Ravi.
"Lo mau apa sih? Lo mau duitnya Gue balikin? Ya udah bentar, Gue ambil uang dulu di kelas Gue. Lo bertiga ikut aja sama Gue," ujar Ravi dengan nada malas. Mereka saling berpandangan dan langsung membuka jalan untuk lelaki itu, sementara Ravi langsung melanjutkan langkahnya ke dalam kelas.
Ravi mengambil sebuah amplop tebal berwarn coklat. Ravi mengeluarkan isi amplop itu dan langsung memberikan kepada mereka. Mereka tentu kaget sekaligus bingung karna Ravi memberikan uang dengan jumlah yang fantastis bagi mereka, ternyata lelaki itu anak orang kaya, tapi mengapa dia meminta mereka untuk menraktir dirinya?
"Kenapa? Gue rasa gak kurang kan? Hutang Gue ke kalian Cuma sepuluh ribu, tapi sekarang Gue bayar ke kalian satu juta. Gue rasa ini lebih dari cukup, jadi tolong gak usah ganggu Gue lagi ya? Gue pusing, Gue capek dan gue hilang mood lihat wajah kalian," ujar Ravi yang langsung kemebali duduk di mejanya, meninggalkan mereka yang berpandangan satu sama lain.
*
*
*
Ravi menaiki motornya yang terparkir di luar sekolah karna sekolah tak mengijinkan siswa yang belum meiliki SIM untuk mengendarai sepeda motor. Sebenarnya Luna dan Darrel juga melarang, namun Dia berhasil membujuk Luna dan akhirnya Luna yang meminta pada Darrel untuk mengijinkannya, memang mamanya itu sangat lemah padanya.
Motor yang dikendarai Ravi membelah ramainya jalanan. Dia menaiki motonya dengan santai dan memilih untuk mengambil jalur kiri agar tidak menyusahkan orang lain. Meski motor yang dinaikinya berat, dia tetap tak mau mengendarai dengan kecepatan tinggi dan beresiko kecelakaan, Ravi cukup pandai untuk mengetahui hal yang sederhana seperti itu.
'Kecelakaan bisa merenggut wajah tampan Gue dalam sekejap. Kalau aset sati – satunya ini hilang, mana ada yang mau sama Gue?' itulah yang menjadi salah satu pedoman hidup Ravi yang juga membuat Luna lebih tenang untuk membirkan anak itu memawa sepeda motornya sendiri.
*
*
*
"Tante, saya mohon tante, Ravi itu udah bilang bakal pacaran sama saya, tapi kenapa dia malah mengabaikan saya tante? Saya cantik kan tante? Saya mohon bilang ke Ravi buat jadi pacar saya." Luna yang sedari tadi berdiri di depan pintu sampai bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan itu.
"Aduh, tante gak mau ikut campur sama masalah pribadi anak – anak tante. Ravi juga gak pernah bilang apa – apa sama Tante, tante jadi bingung mau bantu apa," ujar Luna sambil menggaruk pelipisnya dengan bingung. Anak itu tak mau tahu dan sampai menggenggam tangan Luna dan memohon agar Ravi mau menerima cintanya.
Tak lama berselang, sebuah motor masuk ke halaman utama. Luna tersenyum lega dan meminta anak gadis yang rewel itu menatap ke arah belakang. Anak gadis itu mengikuti arah pandang yang ditunjukkan oleh Luna dan langsung emmatung, apalagi saat orang yang menaiki motor membuka helmnya.
"Nah, tuh anaknya udah pulang. Kamu selesaikan sendiri aja ya sama dia, tante gak bisa bantu apa – apa. Ravi, nih ada tamu, katanya sih pacar kamu. Nanti kenalin secara resmi ke mama ya kalau udah selesai masalahnya," ujar Luna yang sengaja menggoda anaknya. Ravi langsung memelototkan matanya saat melihat siapa yang berdiri di hadapan Luna. Lelaki itu langsung memakai helmnya kembali.
"Mama, Ravi ada kerja kelompok, Ravi baru ingat, Ravi pergi dulu ya Mama, Love You mama Ravi yang cantik." Lelaki itu menyalakan motor dan dalam sekali putar langsung pergi dari sana, membuat gadis itu berteriak kencang memanggil namanya. Saat gadis itu fokus pada Ravi, Luna menutup pintu rumahnya dan langsung pergi dari situ.
Gadis itu membalikkan tubuhnya dan hendak mengadu pada Luna, namun dia terkejut karna pintu sudah tertutup dan Luna sudah pergi dari sana. Gadis itu pun mencak - mencak dan engomel, sebelum akhirnya pergi dari sana dengan perasaan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Anastasia
maaf kak, baru bisa mampir sekarang 🙏
semangat buat up kak 😉
ditunggu kelanjutan ceritanya 😊
2020-06-21
1
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ➣⃗𝐩𝐎𝐨ӀӀ̶꒷≛ °ㅤ
gokil Ravi
2020-06-20
2
vy
kabar si danesya gmna ? udh anak brpa dia ?
2020-06-20
2