Chapter 7

"Ada apa dengan anak saya dokter?" tanya Darrel saat dokter itu hanya memandangnya. Dokter itu membawa Darrel ke sebuah ruang Inkubator dan berhenti si dalah satu tabung kaca yang ada di sana. Darrel memegang kaca itu dengan kilatan mata yang kaget sekaligus sedih, dia melihat ke arah dokter untuk meminta penjelasan.

"Anak bapak yang dua laki – laki, mereka juga kembar identik. Kedua anak lelaki bapak sangat sehat walau berukuran kecil, mereka ada di sini," ujar Dokter yang menunjuk ke sebuah tabung yang berisi dua orang anak dengan tali pusar yang masih menempel. Anak – anak itu berwarna merah dan ukurannya sangat kecil, mungkin karna mereka harus berbagi tempat dan lahir sebelum waktunya.

"Lalu, apa dia anak saya yang satu lagi?" tanya Darrel tanpa melepaskan kaca yang dia pegang. Dokter itu mengangguk lemas. Darrel langsung berjongkok dan mengamati kondisi bayi yang jauh lebih kecil dari dua lainnya, yang lebih mengenaskan, banyak alat dan kabel tertempel di tubuh bayi itu.

"Kami menemukan kondisi jantung yang tidak biasa, kami akan melakukan pemeriksaan untuk memastikan karna kami mendiagnosis bayi ini memiliki kelainan jantung bawaan. Hidup bayi ini akan sulit dan mungkin tidak akan bertahan lama jika sampai kondisi tersebut benar," ujar dokter yang membuat Darrel memejamkan matanya, lelaki itu langsung menangis tanpa suara.

"Kalian dokter, tapi kalian bukan Tuhan. Selama kalian lakukan apapun dengan baik dan Tuhan tidak menghendaki dia meninggal, dia tidak akan meninggal. Kalian tidak boleh membiarkan dia meninggal apapun yang terjadi," ujar Darrel dengan air mata yang tidak dia tutupi, dokter itu mengnagguk dengan tatapan haru.

"Kami akan menyiapkan hal yang terbaik, kami akan berusaha semaksimal mungkin, namun untuk hal itu, anak ini tidak bisa dibawa pulang dan harus tetap ada di inkubator mungkin dua sampai tiga minggu," ujar dokter yang diangguki oleh Darrel, Darrel tahu dokter akan melakukan hal yang benar, dia hanya perlu percaya dan menuruti apa kata dokter.

"Kalau begitu saya permisi, harus ada hal lain yang saya siapkan. Pasien akan sadar setelah efek dari obat bius habis," ujar dokter yang langsung pergi dari tempat itu. Darrel yang masih fokus pada gumpalan daging keecil yang ada di alat hangat itu bahkan tak bisa fokus dengan dokter.

" Kamu harus janji sama Papa, kamu akan selamat. Mama kamu pasti sedih, sangat sedih kalau kamu kenapa – napa, kamu harus bertahan ya nak, jadi anak yang cantik dan buat Papa Mama merasakan kebahagiaan yang utuh," ujar Darrel yang berusaha untuk tersenyum di depan anak – anaknya.

"Kalian jagoan papa, kalian harus jaga adik kalian ini, jangan sampai dia kesepian dan kenapa – napa, kalian bisa kan papa andalkan?" tanya Darrel pada kedua bayi lain di inkibator di sebelahnya. Lelaki itu tersenyum dan mengusap air matanya, lalu segera bangkit dari duduknya untuk menemui Luna. Dia harus menyiapkan kata – kata untuk menyemangati Luna.

"Luna pasti depresi kalau tahu hal ini, tapi gue juga gak bisa sembunyiin ini dari dia. Gue harus ngomong apa ke dia? Ngomong gimana?" tanya Darrel sembari berjalan keluar dari ruang itu dan mencopot pakaian khusus berwarna hijau yang digunakan saat mengunjungi ruangan steril.

"Kenapa Lo gak ngabarin kami kalau anak Luna udah lahir? Kalau kami gak dengar dari orang – orang Lo, gue gak bakal tahu kalau ponakan gue lahir." Baru saja Darrel hendak masuk ke dalam kamar Luna, namun gerombolan orang usdah berdiri di hadapannya dan menatapnya dengan kesal. Darrel menghela napas arna ditatap seperti itu.

"Lihatnya biasa aja bang, gue emang udah biat mau kasih tahu keluarga setelah ini, tapi keadaannya yang bikin gue gak semoat buat kabarin kalian, maaf, tapi kalian kan udah di sini, tinggal tunggu Luna sadar aja," ujar Darrel dengan lemas, hal itu membuat Jordan curiga dengan apa yang terjadi.

"Gak terjadi apa – apa sama ponakan gue kan? Mereka semua bisa lahir kan? Sehat kan? Ga ada yang meninggal kan?" tanya Jordan beruntun yang membuat Darrel kembali menghela napasnya. Bagaimana Jordan sangat cerewet di saat dias edang pusing memikirkan hal ini, mendengar suara Jordan membuat kepalanya makin pusing.

"Anak gue semua lahir bang, dua laki – laki dan satu perempuan, tapi yang perempuan punya kelainan jantung bawaan, ini dokter juga berusaha buat mastiin, tapi kalau memang benar, dia bakal susah buat bertahan, kata dokter sih gitu, di sini gue ketakutan banget, gue takut bakal kehilangan anak gue," ujar Darrel yang membuat Jordan terdiam.

"Gue bakal pastikan anak Lo bisa selamat dan gue bakal pastikan mereka tumbuh jadi anak – anak yang baik dan sehat. Lo harus tahu kalau gue bisa adapatkan apapun yang gue mau, termasuk permintaan ini, Lo tenang dan berdoa yang terbaik," ujar Jordan sambil menepuk pelan pundak Darrel, menenangkan lelaki yang sudah hampir menangis lagi.

Mmeiliki anak bukan hal yang mudah. Bahkan di usia Jordan yang sudah matang, dia sering merasa frustasi jika memikirkan tentang mengurus anak. Dia sangat tahu kekhawatiran Darrel, apalagi Darrel sembilan tahun lebih muda darinya, dia dan Luna belum cukup matang untuk menanggung tanggung jawab ini.

" Gue kakak Lo, kalau Lo butuh bantuan, Lo harus minta ke Gue. Termasuk kalau Lo bingung dan kewalahan urus anak, Lo bisa kasih salah satu anak Lo ke gue, kan biar pas kita punya dua – dua," ujar Jordan yang membuat Darrel mendengus, lelaki itu tak suka cara bercanda Jordan yang seperti ini.

"Oke – oke, sorry, gue gak ada maksud bikin Lo tambah kesal, tapi sekarang Lo harus masuk dan tunggu Luna sadar, jelasin ke dia kondisi anak – anak Lo, pelan aja, jangan pernah bohong atau nuputin sesuatu," ujar Jordan memberi saran sekaligus perintah agar Darrel tidak salah bicara dan malah membuat Luna marah atau patah hati.

"Iya, gue bakal ngomong ke Luna, gue bakal jelasin ke Dia tentang anak – anak gue. Tapi gue gak yakin Luna bisa menerima hal itu bang, gimana kalau dia malah stres dan kesehatannya yang terancam?" tanya Darrel yang dijawab gelengan kepala oleh Jordan.

"Kalau gue, gue bisa aja bohongin dia dan kasih tahu dia one day, dia bakal maafin gue akrna gue darah dagingnya dan gue gak pernah bikin dia kecewa. Tapi Lo? Lo mau coba bohongin atau nutupin fakta ini? Luna bakal anggap Lo gak percaya sama dia dan akhirnya kalian bakal bertengkar," ujar Jordan yang menurut Darrel sangat akurat.

"Lo bilang gak yakin Luna terima? Gue malah yakin seribu persen kalau Luna gak akan terima, itu tugas Lo buat yakinin dia dan buktikan kalau keyakinan Lo itu nyata," ujar Jordan yang memberi petuah terakhir sebelum lelaki itu bangkit untuk melihat keponakannya.

"Gue harus balik lagi ke kantor setelaah ini, gue titip salam aja buat Luna, untuk pekerjaan Lo, gue bakal back up semua buat sementara waktu. Lo fokus aja sama keluarga kecil Lo yang besar ini," ujar Jordan yang menyindir Darrel karna lelaki itu langsung memiliki tiga anak.

"Padahal anjuran pemerintah itu dua anak cukup, eh si bambang bibitnya kuat banaget sampai punya tiga anak langsung," ujar Jordan sebelum akhirnya benar- benar pergi dari tempat itu. Darrel tersenyum tipis dan menunggu Jordan sampai hilang dari pandangannya sebelum akhirnya masuk ke ruang itu dan menunggu Luna untuk sadar dari efek bius.

"Sayang, setelah kamu bangun, kamu bakal nangis dan kamu pasti gak terima, tapi aku harap kamu bisa tahan dan sabar, dengan cara itu kita bisa ngelindungin ketiga anak kita," ujar Darrel sambil menciumi telapak tangan Luna. Luna merespon dengan mengerutkan dahinya, perlahan tangannya bergerak untuk memegang perut dimana bekas operasi itu.

"Kamu udah sadar? Mana yang sakit? Aku panggil dokter ya?" tanya Darrel yang langsung memencet sebuah tombol merah dan dokter beserta perawat langsung masuk dan memeriksa kondisi Luna, namun Luna masih saja merintih samabil memegang bekas operasi yang tentu saja belum kering. Hal itu membuat Darrel merasa miris dan kasihan.

Bahkan penderitaan Luna belum berakhir dan harus merasakan kesakitan yang cukup lama karna yang Darrel tahu, luka bekas operasi sesar jauh lebih lama kering dan sembuh dibanding luka bekas jahitan orang yang melahirkan normal. Darrel bahkan ingin menggantikan Luna agar dia yang merasakan kesakitan ini.

"Kami akan memberi Ibu Luna obat untuk meredakan rasa sakit, hanya perlu diminum jika Bu Luna tidak kuat menahan rasa nyerinya, terlalu banyak obat juga tidak baik untuk kondisi tubuh pasien, jadi kami tidak menganjurkan Bu Luna terus mengkonsumsi obat, apalagi setelah ini Bu Luna harus menyusui anak – anak kalian."

"saya mengerti dok, terima aksih banyak, saya akan mengontrol kondisi istri saya dan memanggil dokter jika kondisi Luna memburuk atau sesuatu terjadi," ujar Darrel yang membuat dokter mengangguk dan pamit untuk meneruskan pekerjaan mereka. Luna menarik dan menghembuskan napas, mencoba beradaptasi dengan sakit luar biasa yang dia rasakan. Dia tidak boleh mengeluh untuk sekarang.

"Kak, Luna mau ketemu sama anak – anak Luna. Luna mau lihat wajah mereka, mereka dimana kak? Luna juga belum nyusui mereka loh kak," ujar Luna yang membuat Darrel mengambil tangannya dan mencium tangan itu, membuat Luna langsung tegang dan menarik tangannya. Luna tahu sesuatu yang buruk pasti terjadi jika seperti ini.

"Aku bakal cerita semua ke kamu, tapi kamu janji sama aku jangan panik ataupun punya reaksi yang berlebihan. Aku gak mau kamu makin panik dan malah membahayakan diri kamu," ujar Darrel yang membuat Luna menitikkan air mata, namun Luna mengangguk, berjanji jika dia akan menerima apapun yang dikatakan oleh Darrel.

Darrel menceritakan semua pada Luna, tanpa sedikitpun dia tutupi. Luna menghela napasnya berkali – kali, meski dia menangis, dia mencoba untuk tidak panik dan bersikap setenang mungkin. Reaksi Luna tentu di luar ekspetasi Darrel, namun lelaki itu lega Luna menuruti permintaannya dan bersikap sangat dewasa untuk saat ini.

"Setidaknya anak kita semua selamat. Luna udah takut terjadi sesuatu sama mereka. Luna cukup lega, apapun yang akan terjadi setelah ini, Luna bakal berusaha buat selametin anak – anak Luna, meski pada akhirnya Luna harus korbankan diri Luna sendiri. Sekarang Luna harus gimana kak? Kapan Luna bisa ketemu sama mereka? Luna pingin lihat mereka kak.

"Besok, kalau kondisi kamu membaik, kita lihat anak kita, nanti aku juga tanya sama dokter, boleh atau engga kamu nyusuin mereka, kalau gak boleh, nanti aku yang mewakilkan mereka, aku kan bapak yang baik," ujar Darrel yang tersenyum meski matanya berair. Luna terkekeh dan menampol kepala Darrel pelan, lelaki itu masih sempat bergurau di saat seperti ini.

*

*

*

Keesokan harinya..

"Ibu Luna sudah boleh menyusui, tapi satu persatu, sedangkan untuk putri Ibu dan bapak, kami memberinya nutrisi melalui suntikan karna kondisinya sangat lemah dan benar – benar harus berada di tempat yang steril," ujar Dokter yang diangguki oleh Luna dan Darrel, mereka harus kooperatif dan mengikuti kata dokter jika dia mau anak mereka selamat.

Luna mengambil salah satu dari dua anak yang ada di dalam inkubator. Anak itu sangat kecil, namun menurut dokter, beratnya sudah bertambah meski masih dibawah standart bayi yang sehat. Luna yang duduk di kursi roda lalu menggendong anak itu, tanpa sadar air mata kembali mengalir dari dua bola matanya.

"Sayang, ini mama nak. Terima kasih, terima kasih banyak udah bertahan hidup untuk mama. Mama yakin kalian tumbuh jadi anak yang hebat, jauh lebih hebat dari mama dan papa. Mama sayang sama kalian semua," ujar Luna sambil menempelkan hidungnya ke hidung bayi itu, membuat bayi itu mengerang, namun tidak menangis.

"Boleh gak aku yang kasih nama anak – anak kita?" tanya Darrel saat Luna sudah mulai menyusui, Luna menengok ke arah Darrel dan mengangguk, sebagai ayah, Darrel memiliki hak sekaligus kewajiban untuk memberi anak mereka nama.

"Rayshiva Elvano Atmaja. Anak yang kuat, dan pelindung yang beruntung dari keluarga Atmaja," ujar Darrel menyebutkan nama sekaligus artinya, membuat Luna tersenyum dan mengangguk setuju.

"Rayshiva, nama yang bagus, artinya pun bagus. Nak, papamu minta kamu jadi pelindung buat adik –adik kamu, mama harap kamu bisa mewujudkan keinginan papamu di masa depan ya," ujar Luna sambil mengecup pelan kepala anak yang sedang 'menyedot' karna kehausan.

"Ravindra Elvano Atmaja. Anak yang kuat, dan memiliki kekuatan matahari. Selama matahari masih terbit, dia akan bersinar seperti sinar itu," ujar Darrel saat Luna menyusui anak mereka yang kedua. Luna sangat senang Darrel memberi nama anak mereka dengan nama yang indah dan tidak 'pasaran'.

Darrel melangkahkan kakinya ke sebuah inkubator dimana seorang bayi perempuan sedang tidur nyenyak meski alat – alat yang ada di inkubator itu sangat menganggu. Entah mengapa Darrel selalu sedih dan tak bisa menahan air matanya saat melihat anak ini. Darrel menenangkan diri sesaat sebelum akhirnya juga memberi nama anak itu.

"Rania Elvina Atmaja. Putri cantik dan mempesona, Ramah dan bijaksana. Sayang, kamu harus tumbuh jadi putri yang cantik dan bijaksana seperti nama kamu. Mama dan Papa akan melihat kamu tumbuh dewasa, Papa akan pastikan hal itu untuk kamu," ujar Darrel sambil mengusap kaca inkubator seolah dias edang mengusap anaknya.

"Bahkan jika itu harus mengorbankan hidup Papa, Papa akan lakukan untuk menyelamatkan kamu, Mama kamu, dan kakak kakak kamu."

Terpopuler

Comments

Wayan Erniasih

Wayan Erniasih

jadi ikutan nangis deh

2020-05-24

2

VanillaLatte

VanillaLatte

nangis gue jdi nya

2020-05-24

2

Mrs.faiq

Mrs.faiq

ihhh kok capters yg ini sma sihh kakakk 😣😣😣

2020-05-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!