Chapter 6

Waktu cepat berlalu. Darrel harus kembali pada rutinitasnya dengan berkas perusahaan yang tak kunjung habis, sementara Luna menunggu di rumah sambil berbicara dengan calon anak mereka untuk membunuh rasa kesepian. Dia tak bisa meminta Darrel untuk terus berada di sisinya, apalagi lelaki itu mati – matian untuk membagi waktunya.

Luna tak bisa pergi kemanapun, karna Darrel memberinya perintah untuk tidak keluar rumah sampai hari persalinannya, tentu hal itu membuat Luna bosan. Jika Luna ingin berjalan – jalan atau berolahraga, dia harus menggunakan alat – alat yang ada di tempat gym mereka. Meski rasanya berbeda, setidaknya Luna memiliki kegiatan agar dia tak begitu memikirkan keadaannya.

Entah itu umum atau tidak bagi wanita hamil. Luna sering merasa dia tak pantas menjadi seorang ibu dari tiga anak sekaligus, dia juga merasa jika nantinya dia tak bisa mengurus anak – anaknya dengan baik. Luna terus merasa bersalah karna tak bisa mejadi Ibu yang baik padahal anak – anaknya belum lahir ke dunia ini.

" Huh, tahan Luna tahan, semua bakal berakhir dengan bahagia, kamu harus yakin kalau nanti anak – anakmu bakal jadi anak yang hebat. Walau nanti yang satu wajahnya gak mirip, pasti tetap cakep kayak emak bapaknya," ujar Luna sambil memakan roti yang ada di tangannya. Dia tak bisa berhenti makan karna ulah Darrel.

Lelaki itu awalnya memaksa Luna untuk makan dengan porsi lebih banyak, alasannya Darrel sedang mengidam dan ingin melihat Luna makan. Namun karna Darrel terus memaksanya, dia jadi tidak bisa untuk berhenti meski Darrel tak mengatakan apapun. Kini Luna tak pernah bisa berhenti untuk mengemil dan makan.

" Halo kak, nanti pulang bawain pizza ya, burger juga boleh. Luna lagi ngidam junkfood, Luna bosan makan makanan rumah." Baru saja Luna menghabiskan potongan terakhir roti yang ada di tangannya, gadis itu sudah menghubungi Darrel untuk membawakan makanan lain yang ada di benaknya, dia akan merengek sampai lelaki itu mau mengabulkan permintaannya.

" Jangan junkfood, kamu mau nimbun sampah di tubuh kamu? Yang lain aja, sosis bakar, tahu bulat, kuaci, atau apapun, jangan junkfood pokoknya," ujar Darrel dari seberang sana. Lelaki itu sangat sibuk, bahkan dia ijin keluar dari ruangan rapat saat ini, karna baginya tak ada yang lebih penting dari mengangkat telpon Luna.

" Luna maunya Pizza atau burger, ini permintaan dedek bayi, kak Darrel mau curut curut di perut Luna ini kelaparan dan ileran karna pingin makan burger gak dibolehin sama papanya? Astaga nak, papa kamu pelit banget, padahal papa kamu bisa aja bikin pabrik burger, kamu yang sabar ya nak."

" Mulai deh mulai, ancam aku terus pakai kayak begitu. Ya udah nanti aku bawain waktu pulang. Tapi kamu jangan panggil anak – anak kita pakai sebutan curut dong, kalau mereka curut, berarti kamu induk tikus," ujar Darrel yang membuat Luna terkekeh, dia memang suka membuat panggilan 'sayang' untuk anak – anak ini.

" Gak papa, soalnya mereka kecil banget kayak curut, hehehe, curut kan imut kak," ujar Luna yang membuat Darrel berdecak, jika anak mereka tahu Ibu kandungnya memanggil mereka dengan sebutan 'curut' bagaimana perasaan mereka? Namun Darrel sendiri tak bisa memarahi Luna, Luna memiliki hak untuk memanggil anak yang dia gendong lebih dari tujuh bulan ini.

" Ya udah kamu tunggu aku di rumah. Aku pulang dari kantor jam empat sore, tapi bisa juga lebih malam lagi sih, tergantung nanti klien mau rescedulle atau enggak," ujar Darrel yang dijawab 'iya' oleh Luna. Luna segera mematikan sambungan telpon karna takut menganggu Darrel lebih lama lagi.

Luna hendak berdiri dari posisinya karna dia ingin meminum susu dan memakan coklat yang kemarin dibelikan oleh Darrel. Ah bukan, lelaki itu memesan dari kota mode, Paris. Luna rindu rasa coklat yang dia beli di kota itu, dan Darrel dengan senang hati memesankan untuknya. Namun entah mengapa Luna makin kesulitan untuk berdiri kali ini.

"Ini badan gue yang tambah melar atau kaki gue yang tambah payah? Susah amat mau berdiri doang," ujar Luna yang mencoba lagi, dia hampir menyerah, namun saat percobaan terakhir, Luna akhirnya bisa bangun. Keringat membasahi wajahnya, bahkan napasnya sudah terengah.

"Anak – anak mami yang cakep, kalian harus tumbuh jadi anak yang berbakti sama mami, kalau mami debat sama papi kalian, kalian harus belain mami, capek – capek mami gendong kalian sampai mami mirip sapi begini," ujar Luna pelan, dia mengelus perutnya dan tersenyum, dia tahu perkataannya salah, dan dia seakan mengatakan pada anaknya jika dia hanya bergurau.

" Aduh, kalian jangan tendang tendangan sekarang. Mami mau ambil coklat dulu, nanti coklatnya jadi stoberry loh, jadi anak baik ya sayangnya mami," ujar Luna sambil mengelus – elus perutnya. Namun rasa sakit dari perutnya lebih terasa. Luna sampai meringis kesakitan dan tidak bisa untuk melangkahkan kaki.

" Kok sakit banget, ini kok rasa sakitnya lebih sakit dari biasanya," ujar Luna yang ingin duduk kembali, namun kakinya tiba – tiba saja gemetar saking dia merasakan sakit pada perutnya. Luna langsung terduduk di lantai sambil sedikit meremas perutnya yang menegang. Luna tidak tahu apa yang terjadi pada anak – anak di perutnya.

" Mami kan Cuma bercanda, kalian jangan nendang mami kayak gini, mami kesakitan sekali ini," ujar Luna dengan suara yang berat karna dia menahan skait, namun rasa nyeri di perutnya makin terasa, hal itu membuat Luna mengeram dan dengan tangan gemetar berusaha meraih ponsel yang ada di sofa.

Luna sedikit merangkak untuk mengambil ponsel itu dan langsung menekan tombol dua setelah dia mendapatkan ponselnya. Nomor satu dalam ponselnya dia gunakan untuk melakukan panggilan dengan Jordan, nomor dua untuk Darrel dan nomor tiga untuk seseorang yang tak ingin Luna sebutkan lagi di novel ini.

" Kak, Kak Darrel, to, tolong Luna, perut, perut Luna sakit sekali, kak Darrel, aahh, sakit," ujar Luna setelah dia mendengar suara suaminya. Luna bisa mendengar Darrel terus menanyakan keadaannya, namun Luna tak menjawab pertanyaan itu dan terus mengerang kesakitan, hal itu makin membuat Darrel merasa takut dan panik.

" Aku pulang sekarang, kmu kenapa? Jangan matiin telponnya, aku pulang sekarang," ujar Darrel yang entah melakukan apa setelah itu, Darrel hanya mengucapkan beberapa kalimat sebelum Luna mendengar derap kaki orang berlari dan napas yang terengah, sepertinya Darrel berlari dari gedung kantornya ke tempat dimana mobilnya terparkir.

" Kenapa sih gue harus bikin kantor rapat di lantai paling atas? Nyusahin aja," ujar Darrel kesal pada dirirnya sendiri. Lelaki itu segera keluar dari lift saat melihat lift sudah sampai di basement, tempat kendaraan karyawan terparkir dengan rapi. Lelaki itu segera masuk ke dalam mobilnya dan bergegas pulang ke rumah. Luna sudah mulai terbiasa dengan kontraksi, namun jika sampai Luna meminta tolong, itu pasti bukan hal sepele.

" Ini kenapa macet banget sih? Lama – lama gue bikin mobil yang bisa terbang," ujar Darrel yang tak sabar dengan deretan mobil yang ada di depannya. Darrel melihat ke arah jam dan ponselnya yang masih menyala, membuat fokusnya sedikit buyar.

" Kalian cepat datang ke rumah saya, Luna sedang kesakitian. Kalian bawa ke rumah sakit terdekat dan kalian kasih pesan ke saya rumah sakit mana. Saya kejebak macet, jadi saya langsung nyusul aja ke rumah sakit," ujar Darrel dengan ponsel lain yang ada di mobil ini.

*

*

*

" Saya tidak bisa bilang kondisi Ibu baik – baik saja, mengingat kondisi kandungan yang baru memasuki bulan ke delapan padahal ada tiga anak di dalam sana, saya takut jika anak – anak tersebut tidak akan selamat saat dilahirkan, Ibu Luna merasakan kotraksi karna anak – anak itu memaksa untuk keluar sebelum waktunya," ujar dokter yang membantu dokter utama merawat Luna.

" Bahkan melahirkan satu anak dalam usia kandungan muda bisa membuat anak itu lahir dengan berat yang belum cukup, apalagi Ibu Luna mengandung tiga anak, saya khawatir jika kita memaksa untuk menyelamatkan ketiga anak itu, nyawa ibu Luna yang jadi taruhannya."

" Saya akan bayar berapapun, bahkan kalau dokter minta dibikinin rumah sakit baru, saya akan buatkan, tapi tolong dokter, tolong selamatkan keempatnya. Selamatkan tiga anak saya dan istri saya, saya mohon selamatkan mereka," ujar Darrel dengan dahi yang penuh keringat karna lelah dan cemas. Dokter tersebut menghela napas dan tersenyum tipis.

" Tugas saya melakukan apapun dengan maksimal. Saya akan berusaha menyelamatkan keempatnya, namun saya ingin anda membuat prioritas jika kami tidak bisa menyelamatkan semua, siapa yang ingin anda selamatkan trlebih dahulu?" tanya dokter yang sempat membuat Darrel terdiam karna bingung.

" Selamatkan istri saya dok. Kami bisa memiliki anak lagi di waktu yang akan datang, tapi jika anak – anak lahir tanpa adanya seorang Ibu, saya tidak yakin saya akan sanggup membesarkan mereka sendiri, jadi saya mohon, keselamatan Luna adalah prioritas," ujar Darrel yang diangguki oleh dokter itu. beliau segera memakai kembali masker dan lampur ruang operasi menyala.

Mau tidak mau Luna harus melahirkan anak – anaknya dengan caecar, padahal Luna sudah berkonsultasi dan dia bisa saja melaahirkan dengan normal, namun keadaan berkata lain. Kini Luna sudah tak sadarkan diri karna obat bius mulai mengambil kesadarannya. Dokter mulai membedah perut Luna untuk mengambil anak – anak yang ada di dalam perut Luna.

Sementara Darrel hanya bisa menunggu di depan pintu opersi dengan khawatir. Dia tak mau kehilangan salah satu diantara mereka, namun kemungkinan dia akan kehilangan semua jika dia tetap egois seperti ini. Darrel heran kenapa maalah dalam hidupnya tak pernah berakhir? Dia sangat menunggu datangnya kebahagiaan abadi di hidupnya.

Akhirnya lampu yang tadi berwarna merah kini sudah mati. Itu artinya operasi yang dialkukan Luna sudah selesai, kini Darrel hanya perlu menunggu hasilnya, apakah mereka semua selamat? Atau justru kabar tidak abik akan dia dengar? Darrel sampai menutup telinganya agar bisikan – bisikan jahat itu tak mengusahi pikirannya. Dia harus selalu berpikir positif di saat seperti ini.

" Dokter, anak saya selamat semua kan dok? Istri saya? Dia selamat kan dok? Dokter berhasil menyelamatkan smeua kan dok?" tanya Darrel bertubi dengan nad ayang frustasi. Dokter dengan wajah yang tak bisa Darrel duga membuka masker yang menutupi wajahnya dan menunduk sebentar sebelum akhirnya menatap Darrel.

" Sangat sulit untuk menyelamatkan keempatnya, apalagi janin yang ada di perut Ibu Luna sangat kecil, namun bapak tenang saja, Ibu Luna selamat dan kami sudah menjahit bagian yang perlu dijahit. Ibu Luna akan sadar sebentar lagi saat efek bisunya hilang," ujar dokter yang membuat satu beban di pundak Darrel terasa ringan.

" Tapi maksud dokter yang sulit menyelamatkan keempatnya itu apa dok? Apa anak saya tidak selamat? Apa saya harus kehilangan anak – anak saya?" tanya Darrel yang membuat dokter itu menghela napasnya, dia tak tahu harus memberi tahu Darrel dengan cara apa, dia tahu anak ini snagat dinantikan.

" Kami berhasil mengeluarkan ketiganya, anak – anak bapak dua kembar identik laki – laki dan satu lagi perempuan. Kami berhasil mengeluarkannya," ujar dokter yang membuat Darrel was – was, itu adalah berita baik, namun dokter tak menyampaikannya dengan suasana baik, memang apa yang terjadi pada ketiga anaknya.

" salah satu dari ketiganya lahir dalam keadaan meninggal, seperti mengalami gagal jantung. Kami sudah melakukan banyak upaya untuk membuat jantungnya kembali berdetak dan kami berhasil," ujar dokter itu sambil menarik napasnya, Darrel tak tahu harus bereaksi seperti apa saat ini, yang jelas ada sedikit hasrat ingin mencekik dokter yang ada di hadapannya.

Situasinya sudah menegang, bahkan Darrel merasakan berat pada napasnya, namun dokter itu berputar – putar dan seakan tak mau memberitahu Darrel kebenarannya. Jika anaknya lahir dalam keadaan meninggal namun sudah bisa diselamatkan, kenapa dokter tersebut tampak gundah?

" Maaf saya harus mengatakan hal ini, tapi anak bapak (…)."

Darrel langsung terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh dokter itu. tulang kakinya seolah menjadi lunak dan dia tak bisa menopang tubuhnya sendiri. Darrel terduduk di lantai dengan tangan yang meremas kepalanya. Kepala Darrel tiba – tiba merasa pening setelah mendengar pernyataan dokter.

" Kenapa? Kenapa kayak gini?" tanya Darrel pada dirinya dengan frustasi.

*

*

*

Jangan lupa like, comment, dan favorutkan novel ini agar author makin semangat buat nulisnya. ( Yang baca ratusan, tapi like ga sampai 50 maaf kalau dirasa novel ini kurang bagus:") salam dari author amatir)

Terpopuler

Comments

Laksamana Wiskhey

Laksamana Wiskhey

anknya hidup semua gk da yg meninggal

2020-05-20

1

Mrs.faiq

Mrs.faiq

anknnya knp thor

2020-05-19

1

Yuyun

Yuyun

danesya apa kabar ya sama roy? masukin sini thor jangan lupa 😊 selip²in aja gpp 😊

2020-05-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!