Chapter 13

Seperti janji Darrel, lelaki itu langsung membelikan Rashi sebuah piano baru, lengkap dengan guru khusus untuk mengajarinya agar dia bisa lebih mudah mempelajari benda yang bahkan Darrel tak pernah sentuh selama hidupnya. Lelaki itu menemani Rashi di hari pertamanya belajar, Luna sendiri melakukan yang terbaik untuk menjamu guru Rashi, yang malah membuat guru itu menjadi tak enak.

"Apa bapak dan Ibu suka piano? Rashi anak yang berbakat, bahkan saya tidak kesulitan dalam mengajarkan dasar – dasarnya. Hanya kendala di jarinya yang belum cukup panjang, namun itu bukan masalah bear," ujar guru itu yang membuat Luna tersenyum senang, Luna ikut merasa bangga anaknya memiliki kecerdasan seperti itu.

"Bahkan saya dan suami saya gak ada yang bisa main musik, saya juga tidak tahu kenapa Rashi tertarik dan bahkan langsung ingin memainkannya. Awalnya saya kira dia hanya penasaran dan akan bosan, tapi ternyata dia serius dengan perkataannya," ujar Luna yang tersenyum lebar, begitu juga Darrel.

"Dia akan menjadi anak yang memiliki banyak bakat. Kemampuannya mengerti intruksi dengan mudah akan membuat dia mempelajari banyak hal dalam waktu singkat. Saya akan coba mengajarkan alat musik lain jika kalian bersedia, siapa tahu memang potensi Rashi ada di sini," ujar guru itu pada Luna. Luna menatap ke arah Darrel dan meminta persetujuannya.

"Tujuan kami agar Rashi mendapat apa yang dia inginkan dan juga memperdalam minatnya, selama anak itu mau belajar tanpa paksaan, kami akan mendukung dan memfasilitasi," ujar Darrel setelah ditatap oleh Luna, Luna menganggukkan kepalanya dan juga tersenyum pada guru itu. Guru itu langsung menatap kagum ke arah Darrel.

"Seandainya semua roang tua seperti kalian berdua, pasti akan banyak anak perbakat di negeri ini. Anak tidak dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak dia suka dan menjadi apa yang orang tuanya inginkan. Ternyata masih ada orang tua yang berpikiran terbuka seperti kalian," ujar guru itu dengan tulus, namun pandangan guru itu tetap saja hanya tertuju pada Darrel.

"Saya yakin, semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya, meski mereka punya cara yang berbeda untuk itu, tapi bu Guru harus tahu, banyak kok orang tua di dunia ini yang berpikiran terbuka tentang pendidikan anak – anaknya, jadi tidak perlu terlalu menyanjung kami," ujar Luna dengan sopan.

Luna langsung menggandeng lengan Darrel saat guru itu masih menatap ke arah Darrel, seolah menegaskan hubungan Luna dan Darrel. Guru itu menyadari perbuatan Luna dan langsung permisi untuk melanjutkan pelajaran bersama Rashi, Darrel sendiri hanya terkekeh dan mengecup kepala Luna yang menggemaskan baginya, Luna akan melakukan appaun saat cemburu.

"Dia bukan selera aku kok, selera aku kan yang kayak kamu gini," ujar Darrel yang melepaskan gandengan tangan Luna. Namun lelaki itu langsung menggendong Luna ala bridal style, Luna memekik, namun dia langsung menutup mulutnya dan membiarkan Darrel menggendongnya, sementara Luna mengalungkan lengannya di leher Darrel.

"Mama kenapa? Kok mama digendong sama papa?" tiba – tiba saja Luna mendengar suara anak kecil yang membuat tubuhnya reflek meminta Darrel untuk menurunkannya, namun Darrel enggan melakukan itu dan malah membenarkan posisi Luna di punggungnya. Darrel tersenyum pada dua anaknya dan duduk di sofa dengan Luna yang masih ada di pangkuannya.

"Mama kecapekan hal ini, jadi papa bakal gendong mama kemanapun. Kalian bantu papa sini, pijitin mama biar Mama gak capek algi," ujar Darrel dengan wajah yang gembira. Anak – anak itu menuruti apa kata Darrel dan langsung memegang tangan dan kaki Luna untuk dipijat. Luna terkekeh geli saat jari kecil mereka menyentuhnya, namun Luna tak menolak bantuan itu.

"Kalian memang anak – anak Mama yang paling baik, Mama sayang sekali sama kalian," ujar Luna yang mengusap kepala mereka satu persatu. Mereka tertawa dan mulai membicarakan banyak hal sambil sesekali Rania menanyakan kapan Darrel akan membawanya untuk latihan berenang, dan Raci yang masih tak tahu ingin melakukan apa.

"Ah, Papa, Papa bakal daftarin Rania les renang? Ravi gak mau benerang kayak Rania, Ravi juga gak mau main musik kayak bang Rashi. Ravi mau minta lapangan aja, boleh gak?" permintaan yang tak wajar itu tentu menimbulkan pertanyaan bagi Darrel dan Luna, untuk apa anak itu menginginkan lapangan?

"Kamu mau lapangan? Maksudnya bagaimana? Kamu mau dibangunkan lapagan? Atau minta dibelikan lapangan? Untuk apa?" tanya Darrel yang sudah menurunkan Luna dan mmebiarkan Luna duduk di sebelahnya. Luna menarik Ravi dan memangku anak itu, sementara Rania langsung naik ke pangkuan Darrel tanpa diundang dan memainkan dagu papanya yang tajam dan indah.

"Ravi mau lapangan di rumah ini. Ravi bisa main sepuasnya. Ravi bisa ajak teman – teman buat main basket di sini, boleh kan pa? buat lapangan kan Cuma sekali, gak bakal mahal kan pa?" tanya Ravi dengan wajah takut dan melas. Darrel tertawa mendengar permintaan itu, bagaimana bisa pertanyaan tentang biaya keluar dari mulut anak berusia tujuh tahun?

"Kalau kamu mau, kamu bisa papa daftarkan ke club basket, atau kamu mau club apa? Nanti papa Daftarkan, gak usah takut sama biaya, itu urusan papa dan mama," ujar Darrel sambil sesekali menciumi Rania yang masih memainkan seluruh wajahnya. Luna kembali bingung karna Ravi mengelengkan kepalanya.

"Gak mau ikut les, nanti capek. Mau main sendiri aja, Ravi gak suka kalau harus ikut les lagi," ujar Ravi yang membuat Luna dan Darrel tersneyum dan mengangguk bersamaan. Darrel mengendong Rania dan berjalan ke arah telpon yang ada di rumahnya sementara Luna dan Ravi hanya menunggu apa yang akan dilakukan oleh Darrel.

"Kalian siapkan beberapa tukang karna saya mau bangun lapangan basket di halaman belakang. Kalian siapkan yang terbaik karna saya mau semua selesai hari ini juga. Semua bahan dan peralatan saya serahkan ke kalian, kalian bisa diandalkan kan?" tanya Darrel sambil tersenyum.

Ravi bersorak dan memeluk Luna (Karna Luna yang lpaling dekat dengannya), Ravi merasa senang karna orang tuanya mau mengabulkan keinginannya, lelaki kecil itu bahkan juga mencium pipi Luna saking senangnya. Namun ada lelaki yang tak senang dengan perbuatan itu. Lelaki itu ingin mengatakan sesuatu, namun Luna memelototinya dan membuat dia mengurungkan niatnya.

"Kalian main sendiri dulu ya, atau kalian lihat abang kalian belajar piano aja. Mama sama Papa mau ngobrol dulu," ujar Darrel yang dipatuhi oleh mereka. Mereka langsung berlari bersama menuju ruangan khusus bermain, mereka enggan menonton Rashi yang menurut mereka membosankan. Mereka lebih baik memainkan permainan lain.

"Sekarang aku udah senang banget. Akhirnya anak – anak kita ketemu sam aapa yang mereka suka. Walau aku agak takut kalau mereka lena dan malah sekolahnya agak kacau. Kalau nanti kayak gitu kita harus gimana ya?" tanya Darrel tiba - tiba.Luna langsung mengerutkan keningnya, seperti tidak melihat Darrel yang biasanya.

"Kamu yang bilang mereka bisa sukses dengan jalan mereka sendiri, kenapa kamu sendiri yang ragu sekarang. Tenang aja, walau mereka masih kecil, aku yakin mereka punya tanggung jawab, apalagi aku tahu kalau mereka tuh anak – anak yang pintar dan cerdas, jangan terlalu khawatir sama hal yang belum terjadi," ujar Luna menenangkan suaminya.

"Kamu memang istri yang terbaik, istri yang tahu bagaimana menenangkan hati suami. Aku sayang banget sama kamu deh," ujar Darrel yang langsung memeluk Luna. Luna dengan reflek memukuli tangan Darrel, namun dia juga tertawa karna tingkah suaminya yang berubah menjadi anak kecil saat bersamanya, Luna bahagia tidak perlu takut Darrel akan berbubah seiring berjalannya waktu.

*

*

*

Sinar matahari sudah tak terlalu panas. Darrel menggandeng Rania bertemu dengan seorang guru yang akan menjadi pelatihnya dalam belajar berenang. Darrel mengatakan dengan jujur bagaimana kondisi Rania dan mengapa dia memilih renang sebagai kegiatan untuk Rania. Pelatih itu pun mengangguk paham setelah Darrel selesai berbicara.

"Ayo, kamu ikut sama coach, pap kamu biar pulang aja," ujar pelatih itu sambil menggandeng tangan Rania. Darrel mengangguk dan tersenyum agar Rania tidak takut, gadis kecil itu akhirnya mengikuti pelatih dan mulai berkenalan dengan teman – temannya. Darrel yang melihar Rania tak ada masalah langsung pergi dari tempat itu karna ada urusan yang harus dia selesaikan.

Rania duduk di tepi kolam setelah dia selesai mempelajari dasar – dasar dalam berenang, dia belum bisa sepenuhnya, namun pelatih itu melatihnya dengan sabar dan tak membairkan gadis kecil itu terluka sedikitpun. Rania melihat anak – anak lain sedang berenang bebas tanpa bantuan pelampung padahal kolam itu sangan dalam.

"Hai, kamu yang baru itu kan? Kenalin, aku bakal jadi teman kamu di sini. Namaku Kiky, aku bakal jadi teman kamu, aku bakal ajarin kamu berenang, aku bakal ada buat kamu, aku suka sama kamu." Rania langsung memundurkan tubuhnya dan menatap ke arah anak itu dengan takut.

"Kamu gak usah takut, aku anak baik kok, aku suka sama kamu, kamu cantik. Aku suka anak yang cantik," ujar anak itu yang makin membuat Rania takut. Gadis kecil itu langsung berdiri dan menjauh, namun anak itu selalu mengikuti Rania, gadis kecil itu menjadi sangat takut dan hanya mau berada di dekat pelatih.

Latihan selesai, mereka dijinkan untuk pulang. Rania sendiri sudah melihat eberadaan ayahnya dan langsung berlari ke arah ayahnya itu. Darrl menyambut Rania dan langsung emnggendong anak itu, namun senyum di bibir Darrel menghilang saat dia tahu anaknya terisak. Lelaki itu tentu bingung, apakah Rania mengalami kesulitan?

"Pelatih, terima kasih banyak untuk bimbingannya. Kami pamit pulang," ujar Darrel sebelum keluar dari area kolam itu dan membawa Rania untuk masuk ke dalam mobilnya. Rania menutup wajahnya dengan tangan, namun Darrel memegang tangan itu agar Rania bisa menangis dengan lega. Benar saja, Rnia langsung terisak saat tangan itu tidak menutup wajahnya.

"Kamu kenapa? Cerita sama papa. Kamu dijahatin? Atau kamiu gak suka sama pelatihnya? Bilang sama Papa, nanti kita nyari tempat yang lain," ujar Darrel yang membuat kepala Rania menggeleng. Gadis itu mengelap mukanya yang basah dan tersenyum, menunjukkan ke Darrel jika dia baik – baik saja.

"Gak papa, Rania Cuma ngerasa berenang ternyata susah, Rania kecapekan, makanya Rania nangis," ujar Rania dengan senyum lebarnya. Darrel tahu Rania berbohong, namun dia tahu anaknya pasti punya alasan untuk itu. Darrel memilih untuk membiarkan Rania selama gadis itu tidak terluka, dia ingin melihat apa yang terjadi pada Rania dengan matanya sendiri.

"Bagaimana kalau kita makan dulu di luar biar kamu gak sedih lagi? Kamu mau makan apa? Biar papa belikan apapun yang kamu minta," ujar Darrel yang dijawab gelengan kepala dari Rania.

"Mama pasti sudah masak, kasihan mama kalau nanti tidak ada yang makan masakan mama. Makan di rumah aja Pa, Rania Cuma mau es krim, di rumah kan ada," ujar Rania yang diangguki oleh Darrel. Pria itu mengusap kepala Rania sebelum akhirnya menyalakan mobil dan segera pulang ke rumahnya.

Entah kisah dan petualangan apa yang akan dialami oleh anak – anaknya, Darrel tak sabar melihat mereka segera tumbuh dewasa dan berjuang di jalan mereka masih – masing.

Terpopuler

Comments

Hanin

Hanin

semangat up ya Thor,q tungguin

2020-06-07

1

Anastasia

Anastasia

aku mampir lagi😁
semangat buat up kak😉
ditunggu kelanjutan ceritanya😊

2020-06-05

0

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ➣⃗𝐩𝐎𝐨ӀӀ̶꒷≛ °ㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ➣⃗𝐩𝐎𝐨ӀӀ̶꒷≛ °ㅤ

llnjuttttttt

2020-06-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!