Chapter 10

Luna, Darrel yang menggendong si kembar, Jordan dan Keysha yang membawa anak mereka, Tuan Wilkinson dan bahkan Mama Papa mertua Luna, semua sudah berkumpul di depan pintu ruangan khusus untuk bayi yang lahir prematur atau memerlukan pengawasan khusus. Begitu Luna mendapat kabar jika anaknya sudah boleh dibawa pulang, dia memberitahukan hal itu ke keluarganya hingga di sinilah mereka.

"Syukurlah kalau anak kalian udah boleh pulang. Kalau Lo kesusahan buat rawat tiga anak, Lo kasih satu aja buat gue, biar kita punya masing – masing dua, masuk akal gak tuh?" tanya Jordan dengan sumringah. Dia ingin memiliki anak lagi, namun untuk mendapat satu anak saja dia sudah kesulitan.

"Maaf ya aku gak bisa kasih anak lagi buat kamu, maaf karna aku susah hamil dan bahkan kita harus nunggu lama banget buat kelahiran Adam. Maafin aku ya," ujar Keysha yang membuat Jordan terdiam, dia tidak bermaksud melukai perasaan istrinya, dia hanya bernat menggoda adik dan adik iparnya.

"Gak gitu maksud aku sayang, aku Cuma bercanda, aku Cuma bercandain Darrel sama Luna tuh loh, mereka anak satu aja aku gak yakin bisa ngurusnya, apalagi punya anak tiga," ujar Jordan dengan lembut, hal itu membuat Luna menatap Jordan dengan tatapan yang tak bisa diartikan lagi.

"Bang, dulu tatapan kayak gitu Cuma buat Luna loh bang, sekarang abang udah gak pernah kasih tatapan selembut itu sama Luna, Luna jadi iri sama kak Key, sebenernya adik Abang itu Luna atau kak Key?" tanya Luna sewot, namun malah membuat Jordan menaikkan sebelah alisnya dengan bingung. Apakah adiknya salah minum obat pagi ini?

"Ya jelas kamu adik abang lah, tapi kak Key kan istri abang yang tercinta, abang paasti lebih lembut sama dia, gitu kok masih ditanyakan sih Lun," ujar Jordan yang membuat Luna memajukan bibirnya. Anak yang ada di kereta dorong itu menatap Luna dengan terkekeh, mungkin dia merasa lucu dengan ekspresi Ibunya.

"Ya udah, sekarang abang pilih Luna atau kak Key? Kalau misal Luna ada di jurang sama kak Key, abang pilih mana buat diselamatkan?" tanya Luna yang membuat Key terkejut, namun dia juga penasaran dengan jawaban Jordan, apakah dia akan memilih adiknya? Atau dia akan menyelamatkan istrinya?

"Abang bakal selamatkan kamu dulu, karna abang tahu kak Key itu kuat, dia bisa menyelamatkan diri. Beda sama kamu, udah besar masih iri-an sama kakak ipar sendiri. Abang gak pernah tuh iri sama keuwuan yang kalian pamerin di depan abang," ujar Jordan dengan kesal. Key mengelus punggung Jordan agar suaminya tidak marah di tempat umum begini.

"Luna, wajar kalau Jordan lebih pilih istrinya dibanding kamu. Dengan dia menikah, dia sudah meninggalkan sebagian besar kehidupan lama dan memulai hidup baru dengan istrinya. Dia juga bakal menghabiskan hari tua dengan istrinya, karna dia tahu kamu juga akan melakukan hal yang sama. Kenapa kamu ribut sama masalah ini?"

"Ya Luna kangen aja sama bang Jordan yang selalu manjain Luna, Dad. Walau itu udah bertahun – tahun lalu, sampai sekarang dan selamanya Luna tetap adiknya bang Jordan kan? Luna tetap mau dimanja sama Abang, tapi abang kalau ketemu selalu ngomel atau nyindir Luna sama kak Darrel."

"Move on dong sayang, kamu gak bisa berpatokan sama yang udah lalu. Toh kalau kamu kenapa – napa, abang kamu yang paling cepat mencari cara buat menyelamatkan kamu. Bahkan abang kamu yang kasih tahu daddy semua yang kamu lakukan. Dia peduli sama kamu, tapi sekarang kamu kan punya Darrel, tugas itu udah jadi tugasnya Darrel."

"Ibu Luna, Rania sudah cukup sehat dan kami sudah membedong agar tubuhnya hangat. Kami sarankan dia tidur di tempat yang hangat atau Ibu dan bapak bisa beli atau menyewa kotak inkobator untuk beberapa waktu ini. atau jika tidak kalian bisa siapkan ruangan yang hangat."

"Bagaimana kondisi jantungnya dok? Apa ada kemungkinan dia bisa sembuh?" tanya Jordan dengan wajah serius. Di saat yang lain berdecak kagum dengan anak yang dibawa oleh dokter lalu diberikan pada Luna, Jordan malah memikirkan nasib bayi itu, dia tahu hidup bayi itu tidak akan mudah, dan mereka harus melakukan apaapun agar bayi itu mampu bertahan hidup.

"Kelainan jantung ini tidak berbahaya selama bayi tidak sering kaget. Namun untuk di masa depan, bayi ini tetap harus membutuhkan donor, atau paling tidak harus memasang cincin yang akan diganti tujuh tahun sekali. Karna masih baru lahir, kami tidak akan memasang ring ke dalam jantungnya."

"Nanti setelah bayi ini berusia satu tahun, kami akan melakukan operasi pemasangan cincin di jantung bayi ini, lalu akan diganti pada saat bayi ini berusia tujuh tahun dan seterusnya. Saya harap bapak ibu dan keluarga bayi bisa menerima keadaan ini karna besar kemungkinan bayi ini bisa selamat jika didukung oleh orang di sekitarnya."

Mereka mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Satu persatu dari mereka menium kening bayi yang mungil itu, bahkan si kecil Adam yang baru kali ini bertemu dengan adik sepupunya. Mereka segera bergegas menuju rumah Luna dimana acara syukuran kecil sudah disiapkan, mereka juga sudah menyiapkan untuk semua pengawal yang ada di rumah Luna.

"Selamat datang Rania. Ini bukan rumah kamu, tapi besok juga bakal jadi rumah kamu. Cucu Opa, gak nyangka sekarang Opa punya empat cucu sekaligus," ujar tuan Wilkinson sambil memainkan pipi Rania semntara di lengannya sudah menggendong Adam yang ikut gemas melihat 'boneka' hidup yang matanya terus terlelap itu.

"Keluarga Atmaja dan Keluarga Wilkinson sudah menemukan penerus mereka. Nak, kalian berempat akan menjadi penerus usaha Opa, kalian harus belajar sedini mungkin ya, nanti kalau kalian berusia lima belas tahun, kalian akan Opa ajari cara berbisnis," ujar Tuan Atmaja yang membuat Darrel menggelengkan kepalanya.

"Jangan mengada – ada, aku tidak akan membiarkan anakku mengalami nasib sepertiku pa," ujar Darrel yang membuat papanya mengangkat alisnya dengan bingung.

"Tak ingin anakmu sukses, mandiri, tampan dan berkelas sepertimu? Ayah macam apa kamu ini," ujar tuan Atmaja dengan senyum mengejek di wajahnya. Tuan Atmaja tahu maksud Darrel, dia hanya ingin menggoda putranya yang kini menampilkan wajah serius.

"Sulit sekali berbicara dengan orang yang dipenuhi harta di kepalanya. Aku ingin anakku kelak memilih jalan hidupnya masing – masing, bertanggung jawab dan bahagia dengan pilihannya. Jika mereka memang ingin meneruskan bisnis keluarga, itu lebih bagus. Tapi aku tak ingin memaksa mereka melakukan hal yang tidak mereka sukai."

"Aku sudah merasakan memiliki ayah yang pemaksa dan egois, aku tak ingin anakku merasakan hal yang sama," ujar Darrel menyindir papanya. Papanya hendak menjawab, namun Mama Darrel mencegah keributan di hari bahagia ini. mereka lebih baik segera menuju meja makan dan makan dengan lahap serta bahagia karna akhirnya Rania sudah boleh meninggalkan rumah sakit.

"Semoga setelah ini, tidak ada kesulitan yang tidak bisa kita hadapi. Semoga anak – anak ini menjadi berkat bagi keluarga Wilkinson dan keluarga Atmaja, berumur panjang dan selalu diberi rahmat kesehatan dan kasih karunia dari Tuhan yang melimpah." Tuan Wilkinson memimpin doa sebelum mereka mulai menyantap hidangan sebagai ucapan syukur pada Tuhan untuk berkat yang boleh mereka terima sampai saat ini.

"Semoga kehangatan keluarga ini akan selalu seperti ini di masa depan. Tidak ada pertengkaran dan hanya ada kebahagiaan."

*

*

*

~ satu tahun lebih beberapa bulan kemudian~

Luna menggandeng lengan – lengan pendek itu di sisi kiri dan kanan. Mereka sedang berjalan di sebuah taman keluarga, dimana orang – orang biasa melakukan piknik dan bermain bersama. Kaki kecil anak itu melangkah cukup kerepotan mengimbangi langkah kaki Luna yang cukup panjang. Mereka baru saja bisa berjalan, namun Luna tak cukup baik hati membiarkan mereka untuk naik di kereta dorong mereka.

"Bang Rashi duduk sini dulu jagain adiknya. Mama mau gelar tikarnya dulu," ujar Luna yang menggandengkan tangan Ravindra ( Ravi) dan Rashiva (Rashi) sementara dia menghampiri Darrel yang menggendong Rania di depan dengan bantuan alat gendong dan kedua tangan yang membawa keranjang piknik dan tikar.

"ututu, Papa baik banget ya, pasti capek ya papa? Sini sini sini, mama bantu bawain," ujar Luna dengan manis namun Darrel tahu Luna hanya meledeknya. Lelaki itu menaruh dua benda yang ada di tangannya dan membuka gendongan agar Rania bisa turun dan berjalan. Rashi mengikuti perintah Luna dan menggenggam erat tangan Ravi yang terus memberontak.

Sementara yang paling kecil di antara mereka, langsung berlari saat Darrel menurunkannya. Darrel merasa khawatir dengan Rania, anak itu tumbuh cukup aktif, namun kondisinya membahayakan jika dia melakukan kegiatan yang berlebih. Darrel ingin membantu Luna yang tampak kesusahan, namun dia harus menangkap putri kecilnya agar tidak terjadi apa apa.

"Rara, anak baik, nanti dulu ya mainnya. Ini mama lagi repot. Sini gendong papa," Darrel langsung mengangkat Rania dan menggendongnya dengan gaya mirip dengan pesawat. Membuat Rania bersorak senang dan tertawa, merasa sedang terbang meski sebenarnya dia tak tahu apa yang papanya lakukan, dia hanya merasa senang saja.

Darrel langsung bergabung dengan Luna saat mereka sampai di tempat itu.

"Kamu tahu gak, aku bersyukur banget ada Rashi di antara tiga anak kita, dia ngerti kalau diminta tolong dan gak mau nyusahin mama papanya," ujar Luna sambil memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya. Darrel mengangguk setuju dan menggigit apel yang ada di tangannya, dia tidak sedang selera untuk memakan nasi.

Ah, satu kebiasaan baru yang harus Luna laukan setelah menjadi istri Darrel. Luna harus mulai membiasakan diri memanggil Darrel tanpa embel – embel 'kak' di depannya. Hal itu peraturan dari Darrel agar dia dan Luna makin dekat serta memberi contoh ke anak – anak mereka."

"Tapi aku tuh jadi heran tahu gak sih, dia sebenarnya nurun dari sifat siapa sih? Kamu gak dingin, aku gak dingin, kok dia bisa dingin dan diem banget gitu. Gak kayak dua adiknya yang pecicilan, apalagi nih si bontot, suka banget lari – larian," ujar Darrel memandang Rashi yang sibuk mengunyah sosis di tangannya.

"Iya juga ya, kalau kalem mungkin tiru Aku, kan aku kalem banget orangnya," ujar Luna sambil mengibaskan rambutnya, Darrel berdecak gemas melihat kelakuan istri semata wayangnya itu (ya iyalah, mana berani dia melakukan poligami).

"Eh, kamu mau kemana!" panggil Luna saat Ravi tiba – tiba berlari sambil membawa sosis di tangannya. Luna tidak berniat mengejar selama dia bisa mengawai anak itu dengan matanya. Ternyata anak itu berlari mendekati seseorang yang bermain gelembung.

Melihat kakaknya seru bermain, Rania ingin ikut, dan Rashi dengan senang hati langsung berdiri dan menggandng tangan Rania menghampiri kembaran mereka yang sudah berputar –putar sambil tertawa melihat gelembung gelembung yang pecah di tangannya karna sosis yang di tangannya sudah habis dimakan.

"Tuh anak masih umur satu tahun udah tua amat kelakuannya. Ini mereka kayak kakak adik tahu gak sih, gak kayak kembaran, anak kak Darrel tuh," ujar Luna yang membuat Darrel mengangkat kepalanya dan menatap Luna. Lelaki itu bergerak cepat dan mendekat ke arah Luna

~cupp

"Kaaak." Luna tentu protes karna dengan beraninya Darrel menciumnya tepat di bibir, di tempat ramai seperti ini dan banyak mata yang mungkin saja melihat ke arah mereka.

~ Cuppp

" Darreeell," ujar Luna dengan gemas karna lelaki itu mengulangi perbuatannya.

"Nah, itu baru bener. Aku lebih suka kamu gak nurut, aku jadi punya alasan buat cium – cium kamu. Haha," ujar Darrel sambil mengusap kepala Luna dengan gemas. Sudah lama mereka tidak berpacaran seperti ini karna sibuk mengurus ketiga anak yang makin hari makin aktif.

Luna berdiri dan berlari dengan cepat, membuat Darrel terkejut dan ikut berlari setelah tahu alasan Luna. Mereka melihat ketiga anak itu menangis bersama, entah apa yang sedang terjadi. Pertama Luna membangunkan Rania yang tersungkur di bawah. Lalu Darrel menenangkan dua anak mereka yang juga menangis.

"Ini kenapa mereka nangis ya?" tanya Luna dengan lembut kepada dua anak yang mungkin berusia 7-8 tahun itu.

"Tadi adiknya yang itu gak sengaja dorong adiknya yang ini, terus adiknya yang ini jatuh dan nangis. Nah adiknya yang ini nangis waktu megang matanya padahal matanya kena sabun gelembung tadi. Kalau adiknya yang ini gak thu, tiba – tiba nangis sendiri."

Luna langsung melihat ke arah Rania, memeriksa apakah ada yang terluka, sementara Darrel meminta air mineral yang ada di sana dan membasuh mata anaknya yang pasti terasa pedas karna terkena sabun. Hanya ada satu di antara mereka yang seakan tak dipedulikan, membuat anak itu menangis lebih keras, memberi komando pada yang lain untuk lebih menangis lagi.

"Ini sih ceritanya Rania nangis karna jatuh, Rashiva nangis karna kena sabun terus si Ravi gak ada kerjaan, jadi ikut nangis sebagai bentuk solidaritas," ujar Luna yang terkekeh melihat kelakuan anak – anaknya yang menggemaskan.

"Malah jadi paduan suara nangisnya. Rashiva tenor, Rania Sopran, Ravi Bass. Ajaib mereka tuh, kayak ibunya."

"Heh!"

"Hahahahaha."

Darrel tertawa melihat respon Luna yang sinis dan tidak terima. Hal sekecil itu sudah membuatnya tertawa bahagia. Bahagia itu bukan ditunggu, atau dicari. Bahagia ada jika kita sendiri yang membuatnya. Darrel sudah melakukan itu, dia membuat kebahagiaannya sendiri, yaitu hidup bersama dengan keluarga kecilnya.

*

*

*

Jangan Lupa Like, Komen dan Subcribe biar semangat Upnyaaa

Help for 600 like (60 like per chapt) Thank you and Love you🥰🥰🥰🥰🥰🥰

Terpopuler

Comments

🍀ʀaʀa

🍀ʀaʀa

lnjut thorrrr

2020-05-31

1

Anastasia

Anastasia

hai kak, aku mampir lagi😁
semangat buat up kak😉
ditunggu kelanjutan ceritanya😊

2020-05-30

1

Rini Aprillia Purba

Rini Aprillia Purba

lanjut .......

2020-05-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!