Chapter 9

~howeek howeek howeeek

Luna memijit pelipisnya karna sedari pagi anaknya tak kunjung berhenti menangis. Bahkan anak Luna menolak untuk minum asi, Luna sampai pusing dan tak tahu harus melakukan apa. Luna sampai kewalahan dan merasa kasihan pada anaknya yang tampak sekali tak nyaman. Namun Luna masih tak berniat untuk meelpon Darrel.

"Astaga, ini si kembar nangis terus dari tadi aku berangkat? Kenapa kamu gak bilang sama aku sih? Mereka kelihatan gak nyaman banget, kita bawa mereka ke rumah sakit aja ya? Gak tega aku lihatnya." Luna langsung merasa bersalah dan merasa tak berguna sebagai seorang ibu. Dia bahkan harus selalu merepotkan Darrel untuk amasalah ini.

"Sayang, rumah tangga ini punya kita, kita berdua. Kamu gak bisa simpan semua sendiri dan kamu ngerasa aku bakal repot atau apapun itu, kita harus sama – sama jaga anak kita. Kamu gak usah nyalahin diri kamu sendiri, oke?" tanya Darrel yang diangguki oleh Luna. Mereka segera membawa dua anak mereka ke rumah sakit.

Sesampainya di sana. Luna dan Darrel tidak repot mengantre (rumah sakit ini kan milik mereka) mereka langsung menemui dokter khusus dengan raut yang khawatir. Dokter pun langsung memeriksa kedua anak Darrel yang masih saja rewel, namun tidak menemukan sesuatu yang salah dengan anak – anak ini.

"Mungkin si kembar rindu sama adik mereka. Coba pertemukan saja dengan anak kalian yang satu lagi, siapa tahu mereka akan tenang setelah melihat adik mereka," ujar Dokter yang membuat Luna dan Darrel terdiam. Mereka tak yakin itu adalah alasan kedua bayi mereka menangis, apalagi mereka baik – baik saja selama seminggu ini.

"Ya udah, dicoba aja dulu kak, gak ada ruginya juga," ujar Luna yang diangguki oleh Darrel. Mereka langsung berjalan ke ruang khusus bayi dan masuk ke ruang inkubator yang hangat. Melihat ruang ini, Luna merasa galau dan air mata langsung bersarang di ujung kelopaknya, jika bukan Darrel yang mengelusnya, Luna pasti sudah menangis sekarang.

"Padahal mereka ada di perut yang sama dan lahir di usia yang sama. Kenapa Rania kecil sekali dan dia lama sekali gak boleh pulang. Luna kasihan sama dia kak, dia kesepian di sini," ujar Luna mengelus kaca itu. Darrel ikut merasa sedih, dia juga menantikan kepulangan anak bungsu mereka.

"Eh, kamu lihat. Anak – anak kita gak nangis lagi loh. Lihat, mereka anteng banget. Benar kata dokter kalau ternyata mereka kangen sama adiknya," ujar Darrel saat menyadari anak mereka hanya diam dengan mata yang tertutup. Luna juga menyadari hal itu, Luna otomatis mengembangkan senyumnya melihat anak – anaknya.

"Ikatan mereka kuat kak, Luna bahagia banget tahu mereka saling sayang dan saling rindu kayak gini. Luna tahu di masa depan mereka bakal saling melindungi," ujar Luna yang disetujui oleh Darrel. Mereka ada di dalam ruang itu cukup lama sampai akhirnya mereka memutuskan untuk pulang karna Darrel harus kembali lagi ke kantor.

"Kak Darrel tuh gak perlu bolak – balik gitu kak, pasti capek banget, kan biasanya juga kak Darrel makan siang di kantor, Luna gak tega ih lihatnya kak Darrel sampai gak ada tenaga gini," ujar Luna saat melihat kantung mata Darrel yang menghitam serta wajah pucat lelaki itu.

"Percuma, aku gak konsen kalau gak pulang ke rumah. Lagipula itu kan perusahaan aku sendiri, jadi gak masalah, yang jadi masalah itu kalau aku gak ada di kantor dan abang kamu tiba – tiba datang. Bisa diomelin aku, makanya aku tetap datang ke kantor, padahal aku pinginnya di rumah saja sama kamu," ujar Darrel yang membuat Luna gemas.

"Ya udah besok aku sama si kembar yang ke kantor kak Darrel aja, an jadinya kak Darrel gak usah repot – repot berangkat pulang ke kantor," ujar Luna yang langsung membuat Darrel menyentil jidat Luna pelan. Hal itu tentu membuat Luna kaget dan memegang jidatnya.

"bilang aja kamu bosan di rumah terus kan? Lagipula kantor itu terlalu gak higienis buat mereka, aku gak mau mereka kenapa – napa. Nanti aja kalau mereka udah agak besar, kita semua jalan – jalan bareng, kamu mau kemanapun bakal aku turutin, sebut aja negara mana," ujar Darrel saat melihat wajah sedih Luna ketika dia tidak menyetujui keinginan Luna.

"Deal, waktu umur mereka dua tahun, kita harus jalan – jalan. Luna mau pergi ke zimbawe, harus diturutin pokoknya," ujar Luna yang membuat Darrel tertawa dan menyanggupi permintaan Luna. Mereka memilih untuk segera pulang dan Darrel kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya.

*

*

*

"Kalian kemana aja? Mama udah nunggu di sini sampai lumutan. Kalian itu benar- benar ya," ujar mama Darrel yang sudah duduk dan menatap merea dengan wajah kesalnya. Darrel hanya tersenyum dan menunjukkan wajah imutnya, lalu segera masuk karna tangannya cukup pegal setelah menggendong Rayshiva yang tertidur lelap di lengannya.

"Mama masuk yuk, Luna sama Kak Darrel baru ketemu sama Rania, anak Luna yang satu lagi. Habis ini juga kak Darrel harus kerja lagi, jadi kami pulang cepat," ujar Luna yang membuat mama mertuanya itu menghela napas dan mengangguk. Beliau lega karna anak dan cucunya baik – baik saja, dia sudah memikirkan banyak hal buruk saat rumah ini kosong.

"Mama ke sini karna mam tahu kamu butuh teman buat urus dua baby langsung. Apalagi suami kamu tuh kayak robot penghasil uang, gak punya waktu buat kalian," ujar Mama Darrel yang tak dijawab oleh Darrel, meski dia bisa saja membantah, dia sedang tak ingin jadi anak durhaka, takut semua akan dibalas oleh anaknya kelak.

"Kak Darrel gak begitu kok Ma, nyatanya kak Darrel pulang ke rumah but nengokin kami padahal kak Darrel masih banyak kerjaan di kantor. Luna yakin kak Darrel sayang sama Kami, sama kayak Luna sayang sama suami Luna," ujar Luna yang membuat Darrel tersenyum.

"Huh, pasangan muda. Baiklah baiklah, kamu memang sedang dimabuk cinta. Ya sudah, mama di sini mau bantu – bantu, kebetulan papanya Darrel lagi pergi ke luar negeri," ujar Mama Darrel yang kini membuat mulut Darrel gatal untuk tidak berkomentar.

"Bilang aja kalau mama malas ikut papa ke luar negeri dan jadikan Luna alasannya. Iya kan?" tanya Darrel dengan nada yang menyindir.

"Bravo. Anak mama memang paling pinter. Lagian mama kan mau lihat cucu – cucu mama, kangen tauk, ya kalik mama malah ikut papamu," ujar Mama Darrel yang menggendong anak Luna dan menciuminya dengan lembut.

"Mama belum cuci tangan ma, itu nanti adik bayinya kena kuman ih," ujar Darrel yang mendapat lirikan tajam dari mamanya, namun beliau tak menghentikan kegiatannya dan terus menciumi anak Luna dengan gemas, tapi tidak sampai melukai anak itu. Ah, iya, yang digendong mama Luna adalah Rayshiva, bayi itu tenang dan tida rewel, membuat orang yang menggendongnya tenang.

"Mama udah cuci tangan di depan, terus juga mama udah pakai handsanitizer. Mama kan gak mau cucu mama kenapa – napa. Ya nak ya? Anak ganteng kesayangan Oma," ujar Mama Darrel yang membuat anak yang ada di gendongan Luna menangis keras. Padahal Luna tidak melakukan apapun.

"uluh uluh uluh, Anak ganteng yang satu ini iri ya? Iya sayang, kamu juga ganteng kok, Oma punya tangan Cuma dua, gak bisa gendong kamu juga. Uluh, uluh, manjanya," ujar Mama Darrel gemas karna Ravindra di tangan Luna menangis sampai meraung. Luna sendiri terkekeh dan pelan – pelan menenangkan bayi itu sampai terdiam.

"Kamu gak balik ke kantor? Sana gih kalau mau balik ke kantor. Mama kan mau main sama cucu mama, sama menantu mama. Nanti mama ajarin kmu biar jadi Ibu juara buat ngurus anak kembar gini," ujar Mama Darrel yang diangguki oleh Luna. Darrel mencium dua anaknya dan mencium Luna, lalu mencium tangan mamanya sebelum akhirnya meninggalkan rumah itu menuju kantornya.

Luna benar – benar bermain dan banyak belajar dari mama mertuanya. Luna merasa beruntung memiliki mama mertua yang sangat baik dan tidak banyak menuntut. Bahkan mama Luna hanya meminta Luna untuk jaga kesehatan agar dia bisa merawat anak – anaknya.

Padahal yang ada di bayangan Luna, Ibu mertua selalu menuntun menantunya untuk bisa melakukan segala hal. Mulai dari memasak, membereskan rumah, memasang gas, membetulkan genting dan membangun teras dengan tangan sendiri (oke ini berlebihan, tapi kebanyakan mertua memang seperti itu bukan?).

Waktu berlalu, tanpa terasa hari sudah sore dan Darrel harusnya pulang sebentar lagi. Luna ijin pada ibu mertuanya untuk membuatkan teh hangat agar nanti Darrel bisa langsung meminumnya saat sampai di rumah. Benar saja, pintu rumah terbuka dan Drarel masuk dengan bibir dan wajah pucat, bahkan dahi lelaki itu sudah berkeringat dingin.

"Kak Darrel? Lah? Kenapa kak? Eh, eh, astaga, tulangnya hilang?" tanya Luna saat dia menghampiri Darrel dan Darrel menumpukan badannya ke badan Luna. Seolah tenaga dalam tubuhnya sudah benar – benar habis. Lelaki itu sangat lemas dan badannya sangat panas. Luna sendiri memita tolong pada mamanya untuk memanggil satpam agar satpam itu membawa Darrel ke kamar.

"Nah kan, malah sakit. Kak Darrel sih susah banget dibilanginnya. Udah lah, besok kerjanya dari rumah aja. Semua berkas dan jadwal bawa ke rumah, kerjain di rumah. Ini sampai tepar kayak gini. Duh, kasihan suami Luna."

Luna terus mengomel, namun tangannya tak berhenti untuk mengompres dahi dan leher Darrel dengan air hangat. Luna langsung mengambil produk penurun demam untuk anak kecil dan memasangnya ke dahi Darrel. Napas lelaki itu terdengar kasar, Darre tak tidur, tidak juga pingsan, namun dia tak memiliki tenaga untuk bicara.

"Kak Darrel gak ada tenaga buat makan kan? Minum infus aja ya kak? Sama minum pil nutrisi. Luna dikasih sama dokter waktu hamil dulu, tapi sekarang kan gak boleh minum karna masih ngasih asi ke si kembar. Kak Darrel minum aja ya biar ada tenaga?" Darrel menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Dia tak bisa meminum sesuatu yang tidak diresepkan oleh dokter, akan menjadi masalah baginya.

"Ya udah kalau gitu kak Darrel tidur aja, nih si kembar udah tidur, mama juga kayaknya udah tidur di kamarnya. Luna beresin ini dulu terus ikut tidur," ujar Luna yang langsung bangkit dari duduknya, namun Darrel memegang tangan Luna dan langsung menarik Luna ke dekapannya.

Luna terkejut, untuk saja dia tidak terjungkal karna Darrel melakukannya tiba – tiba dan tanpa aba – aba. Darrel memeluk Luna dengan erat, Luna sampai ikut merasakan suhu badan Darrel yang cukup panas. Luna pun membalas pelukan itu, ingin Darrel menyalurkan suhu tubuhnya dan Luna yang kedinginan merasa hangat. Mereka bertahan di posisi itu untuk beberapa saat.

"Maaf aku malah nambah kesusahan kamu hari ini. makasih udah mau ngerawat aku. senang banget punya istri, apalagi istrinya kayak kamu gini, bahagiaku lengkap," ujar Darrel yang membuat Luna malu, namun Luna juga bahagia mendengar pengakuan itu, karna Luna juga merasakan hal yang sama. Luna merasa kebahagiaannya lengkap saat bersama Darrel.

"Sayang, kamu kan pingin punya anak enam. Ini masih tiga, kurang dong berarti," ujar Darrel tiba – tiba. Mendengar itu Luna yang tadinya diam saja saat dipeluk langsung menggeliat dan kembali lagi ke posisinya. Luna memandang Darrel dengan tatapan yang menyelidik, seolah lelaki itu melakukan kesalahan yang tidak Luna suka.

"Jahitan di perut Luna baru aja kering. Kalau disuruh hamil lagi nanti kebuka pas ada dedeknya gimana? Nanti dedeknya ngintip lewat perut Luna gimana? Gak mau ah, tiga aja cukup. Kalau nambah nanti – nanti aja tunggu mereka agak besar, emang Luna kucing, lahiran mulu," ujar Luna yang membuat Darrel gemas, lelaki itu tertawa dan kembali menarik Luna ke posisi sebelumnya.

"Tapi kan aku maunya sekarang. Kalau gak hamil sekarang juga gak papa, nabung aja dulu kan?" tanya Darrel sambil memainkan alisnya. Luna tak tahu harus menjawab apa, yang dia tahu, menolak 'permintaan' suami adalah dosa, namun dia tak mungkin melakukannya sekarang.

Darrel mendorong leher belakang Luna dan membuat kepala Luna mendekat ke arah wajah Darrel. Mereka saling pandang dalam jarak yang cukup dekat. Luna bisa merasakan deru napas yang panas dari hidung Darrel, mereka terdiam beberapa saat pada posisi itu. Darrel memejamkan matanya diikuti oleh Luna.

Mereka mengkikis jarak satu sama lain dengan mata yang masih terpejam. Beberapa mili sebelum dua benda kenyal itu bertemu, Luna harus menahan napasnya karna dia gugup. Sudah lama mereka tak melakukannya.

"howeek howeek howeeek howeek."

Dan mereka pun langsung menjauhkan diri dengan suasanya yang sangat canggung. Padahal mereka suami istri, namun rasanya seperti telah kepergok melakukan hal yang tidak baik. Luna menggaruk kepalanya dan berjalan canggung ke arah bayinya.

"Duh, Nak, nak, kalian belum besar aja udah cemburu lihat mama kalian mesra sama papa. Awas aja kalau kalian udah besar, gak bakal papa ngalah kayak gini," ujar Darrel pelan karna masih lemas.

"Hussss," sahut Luna pelan sambil menggendong Ravindra yang tadi menangis keras, namun kini hanya menangis pelan saat Luna sudah ada di sebelahnya dan meraihnya untuk digendong.

Terpopuler

Comments

Mrs.faiq

Mrs.faiq

up again

2020-05-28

1

Genisitas

Genisitas

Semangat Thor. Aq dtng membawa boom like ke semua chapter. Rate bintang 5 juga sudah diluncurkan . Ayo saling support. Kunjungi karya q

" Pendekar naga api"

2020-05-27

1

VanillaLatte

VanillaLatte

adudududu. jdi gemes ama dareell gue..

2020-05-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!