Chapter 8

Satu minggu berlalu. Luna sudah bisa berjalan tanpa bantuan kursi roda, meski dia masih dilarang banyak bergerak oleh Darrel agar bekas operasi Luna tidak sakit atau bahkan terbuka lagi. Luna hanya mampu menurut karna Darrel berubah tegas dan protektif untuk saat ini, tidak baik jika dia membantah Darrel, mereka akan berujung dengan berdebat yang berkepanjangan.

Luna hanya bisa pergi ke kamar mandi dan ke ruang inkubator selama berada di rumah sakit ini, bahkan Darrel melarangnya untuk mandi, sehingga dia hanya membilas dirinya menggunakan washlap (handuk basah) yang dilakukan oleh perawat. Di satu sisi Luna senang karna Darrel sangat khawatir, di sisi lain dia merasa bosan dan risih karna tidak mandi berhari – hari.

"kondisi Ibu Luna sudah main membaik, kami bisa mengijinkan Ibu Luna untuk pulang besok, hanya perlu menghabiskan infus. Tapi tolong jangan melakukan aktivitas yang berlebihan, dan kalau nanti mandi, bekas Luka bisa ditutup oleh sesuatu yang tembus air agar lukanya cepat mengering. Jika terjadi sesuatu, harap segera hubungi dokter atau rumah sakit."

"Terima kasih banyak dokter, saya akan mengingat pesan dokter. Terima kasih banyak," ujar Darrel mewakili Luna. Mereka merasa bahagia karna bisa kembali ke rumah mereka, apalagi dokter juga sudah mengatakan mereka bisa membawa serta dua anak kembar mereka karna kondisi mereka sudah stabil.

"Luna pingin tetap di rumah sakit ini sampai Rania boeh pulang, kalau dia kenapa – napa gimana? Luna gak mau ah," ujar Luna yang membuat Darrel kembali terdiam. Mereka memang harus segera meninggalkan rumah sakit setelah Luna pulih. Mereka tidak bisa menjadikan rumahsakit sebagai hotel pribadi mereka, banyak yang juga membutuhkan ruang di rumah sakit ini.

"Kita tetap pulang, untuk Rania, aku bakal setiap saat datang ke rumah sakit buat memastikan dia baik – baik aja. Lagi pula dia juga dikasih asi dari sumbangan Asi kok, jadi dia gak akan kekurangan nutrisi, nanti kalau dia udah boleh pulang, kamu ikut dan kita jemput dia sama – sama," ujar Darrel yang masih tak disetujui oleh Luna.

"Sayang, ya? Kasihan sama Rayshiva sama Ravindra loh, masak mamanya gak mau merhatiin mereka dengan lebih? Kasihan juga kalau mereka lama – lama di rumah sakit, ya? Percaya sama aku ya? Rania bakal baik – baik aja," ujar Darrel yang membuat Luna memajukan bibirnya.

"Kak Darrel tahu darimana kalau Rania bakal baik – baik aja?" tanya Luna yang membuat Darrel tersenyum. Lelaki itu menempelkan terlunjuknya ke bibir, mengisyaratkan Luna untuk diam, tentu saja hal itu makin membuat Luna menjadi bingung, apa yang sedang dilakukan suaminya saat ini?

"Aku udah dapat spoiler, kamu tenang aja, Rania pasti selamat dan tumbuh menjadi putri cantik yang menggemaskan," ujar Darrel yang mmbuat Luna menghela napasnya, Luna mencoba untuk percaya dan menurut, dia kembali menidurkan dirinya di kasur sementara Darrel membereskan barang – barang mereka yang ada di ruang itu.

"Lihat nih, kulkas aja sampai penuh sama makanan kamu loh, kayak lagi nginap di hotel. Tinggal aja ya? Buat mas mas yang bersihin kamar aja," ujar Darrel yang diangguki oleh Luna, toh Luna tahu jika dia memiliki suami yang kaya, dia bisa membeli camilan seperti itu kapanpun dia mau, tak perlu membawa pulang camilan yang ada di tempat ini.

"Sayang, kamu kapan beli Ore* warna merah ini? Ini satu bungkus bisa buat beli album kpop kesukaan kamu loh," ujar Darrel terkejut menemukan dua bungkus produk kekinian yang dianggap mahal bagi sebagian orang yang ada di negara ini. Jelas saja, isinya hanya tiga biji, namun harganya bisa untuk modal buka usaha kecil kecilan.

"Dapat dua kalau Cuma mini album Baekhyun, apalagi yang bentar lagi ini, lucu dia, kayak anak kecil, judul lagunya aja peremn," ujar Luna yang membuat Darrel menaikkan sebelah alisnya. Dia tahu Luna sedang mengalihkan pembicaraan karna Luna sedikit gugup saat menjawab.

"Ih, iya iya, Luna yang salah. Luna Cuma penasaran gimana isinya, soalnya kaya youtuber yang dihujat karna suka aneh waktu bikin konten, rasanya yang itu enak. Luna beli tiga, tapi ternyata rasanya redvelvet biasa gitu, makanya Luna malas buat habisin sisanya. Itu dikasihin sama mas mas OB juga aja," ujar Luna yang membuat Darrel melongo.

"Sayang, kamu beli tiga itu habis satu juta lebih loh, satu juta Cuma buat biskuit. Astaga," ujar Darrel menggeleng dramatis. Akan lebih baik mereka mengeluarkan uang banyak untuk membeli makan besar yang mengenyangkan, bukan membeli biskuit kekinian yang sama sekali tak membuat kenyang.

"Kan Luna penasaran, lagipual uang segitu j uga gak ada rasanaya buat kak Darrel. Gak boleh pelit ah sama istri, udah sana, Luna jadi kesal lihat kak Darrel," ujar Luna yang membuat Darrel jadi bingung, ini sangat tiba -tiba, kenapa jadi Darrel yang salah di sini? Bukan dia yang menghamburkan uang di sini.

"Ya udah iya, terserah kamu aja. Ini nanti aku kasih ke staff rumah sakit aja, paling juga dijual lagi sama dia. Kamu tidur lagi aja, aku mau lanjut beberes," ujar Darrel dengan kalem. Luna tak menjawab, Luna langsung membelakangi Darrel dan tak berkata apapun. Darrel langsung menebak jika saat ini siklus emosi Luna sedang tak stabil.

Cukup lama kondisi di dalaam kamar inap itu hening, sampai akhirnya Luna kembali membalikkan tubuhnya dan menatap Darrrel dengan pipi yang sudah basah karna air mata. Hal itu tentu membuat Darrel kaget dan langsung meminta maaf di saat dia bahkan tak tahu apa yang terjadi.

"Maaf, Luna udah galak dan bentak – bentak kak Darrel. Harusnya Luna gak gitu sama suami Luna, maafin Luna, Luna udah jadi istri yang gak baik." Mendengar hal seperti itu, suami mana yang tidak luluh? Luna mengatakannya dengan takut dan khawatir, padahal Darrel tak memikirkan apa yang dikatakan Luna terlalu lama.

"Udah, aku gak papa juga kok. Aku gak marah sama kamu, mana bisa aku marah sama separuh jiwaku? Kalau kamu sakit, aku juga sakit loh. Udah ah, gak boleh nangis, nanti saingan sama si kembar loh, nangisnya saut – sautan," ujar Darrel sambil mengusap pipi Luna.

"Ya udah, tapi bener ya dimaafin? Gak boleh marah atau dibahas lagi. Nanti biskuitnya Luna yang makan aja, atau nanti Luna jual ke Key, Key pasti mau beli," ujar Luna yang membuat Darrel kembali terkekeh. Luna tetaplah Luna, mau seberapa tua pun usia Luna, dia tetap akan melakukan tingkah ajaib selama hidupnya.

"Key kan tinggal di Amerika sekarang, harga di sana murah tauk karna gak ada pajak dan sebagainya, mending dia beli di sana lah, gak nunggu lama juga. Ada – ada aja kamu, udah gak usah dibahas lagi, aku aja udah gak mikirin itu," ujar Darrel yang diangguki oleh Luna. Luna kembali memejamkan mata dan beristirahat, sementara Darrel kembali melakukan pekerjaannya.

*

*

"Luna mau gendong dua – duanya."

"kalau jatuh gimana? Gak usah gitu ah, taruh di keretanya aja, aku yang dorong. Mereka masih lemah loh, bahaya."

Luna gemas melihat anak – anaknya berada di dalam kereta bayi, dia ingin menggendong kedua bayinya bersama karna dia tak mau membuat salah satu diantara mereka menjadi iri. Namun yang diinginkan Luna sangat tak masuk akal dan Darrel tak akan biarkan anak – anaknya terluka.

"Sayang, nanti di rumah kamu boleh gendong sepuasnya. Kamu juga belum kering bener lukanya, nanti kalau mereka nendang perut kamu terus lukanya kebuka lagi gimana? Nanti mereka ada di rumah terus kamu di rumah sakit, nanti mereka gak ada temennya."

"Ya kak Darrel aja lah yang temenin mereka, Luna nanti di sini, kan Luna bisa sekalian jagain Rania. Kak Darrel jagain si kembar, hehe," ujar Luna yang kali ini bergurau.

"Ya kalik nanti aku nyusuin mereka. Sampai doraemon punya cucu juga gak bakal keluar airnya," ujar Darrel yang membuat tawa Luna meledak. Dia bisa melihat Darrel benar – benar kesal padanya, meski sebenarnya dia tak bercanda soal niatnya, dia juga tak mau membahayakan anaknya sendiri.

"Ciye kakeknya doraemon ngambek sama ku ciye, kakeknya doraemon cemberut ciye," ujar Luna sambil menoel – nole pipi Darrel dengan tangannya. Mereka sudah keluaar dari rumah sakit dan menuju ke arah mobil mereka, sementara barang milik Luna semua dibawakan oleh orang suruhan Darrel.

"Kamu mau mampir beli makan dulu atau nanti delivery aja waktu sam pai rumah? Tapi kasihan sama si kembar kalau mampir makan, kan gak higienis udara di luar, gak mungkin juga ditinggalin di mobil," ujar Darrel yang sontak membuat Luna meliriknay dengan tajam.

"Kalau mau nawarin tuh nawarin yang niat, kalau ini mah mending gak usah nawarin sekalian. Yuk ah pulang, kasihan si kembar kepanasan," ujar Luna yang langsung masuk ke dalam mobil, Darrel juga masuk setelah memasukkan kerta bayi mereka ke dalam mobil. Supir langsung melajukan mobil menuju rumah Luna.

"Kak, kalau di rumah sakit kan ada suster yang bantu buat ngurus bayinya. Kalau di rumah nanti gimana ya kak? Luna kan gak ada pengalaman sama sekali, kalau nanti malah jadinya kenapa – napa gimana?" tanya Luna dengan khawatir.

"Cepat atau lambat kamu harus belajar, lebih cepat lebih baik malah. Nanti kita belajar sama – sama, lama – lama juga terbiasa dan lancar urus bayinya," ujar Darrel sambil memejamkan matanya. Lelaki itu merasa lelah dan mengantuk karna memantau keadaan anak mereka siang dan malam.

"howek, howek, howek." Darrel langsung membuka mata dan mengambil bayi yang kulitnya masih sedikit merah, bayi itu dibungkus dengan bedong. Darrel langsung memangkukan bayi itu ke pangkuan Luna dan Luna langsung menyusui bayi itu. Setidaknya mereka tahu hanya ada sedikit alasan bayi menangis, dan ada dua yang utaama.

Mereka lapar, atau mereka buang air, sisanya saat mereka merasa tak nyaman, entah karena sakit, atau karena sesuatu menganggu mereka. Benar saja, bayi itu langsung terdiam saat menyusu, membuat Darrel tersenyum manis dan melihat bayi yang satunya. Darrel langsung tahu jika yang menangis adalah Ravindra dan yang saat ini tertidur adalah Rayshiva.

"Tahu gak? Aku tuh udah mengamati mereka satu persatu, Rayshiva bakal tumbuh jadi anak yang gak rewel dan gak suka nyusahin. Beneran deh, dia bakal jadi kakak yang baik buat dua adiknya ini," ujar Darrel yang tentu membuat Luna penasaran, darimana Darrel menyimpulkan hal itu.

"Sejak di Inkubator, dia yang paling gak rewel, paling Cuma karna laper aja. Terus kalau Ravindra nangis tanpa sebab, dia bakal numpangin tangannya ke perut Ravindra dan akhirnya Ravindra berhenti nangis. Aku samapai takjub banget waktu lihat sendiri," ujar Darrel yang membuat Luna mengamati dua anaknya bergantian.

"Baguslah kalau gitu, setidaknya dia bakal ngejagain adik – adiknya dan gak mau adiknya kenapa – napa. Ah, gak kaget, kan anaknya Luna, pasti sikapnya sama kayak Ibunya lah," ujar Luna dengan bangga sambil memainkan hidung mungil anaknya. Dia sedikit memencet hidung itu namun tak menyakiti bayinya, selagi tulangnya belum terbentuk, Luna ingin anaknya tumbuh menjadi anak yang mancung.

"Iya adeh iya, terserah sama neneknya nobita aja," ujar Darrel pasrah dan kembali memejamkan mata. Luna terkekeh dan kembali fokus pada anaknya. Dia memainkan anaknya dengan gemas, namun tak sampai menyakiti bayi itu. Bahkan Luna bukan seperti ibu kepada anaknya, namun seperti gadis kecil bersama bonekanya.

Diam – diam Darrel membuka seidkit matanya dan mengamati apa yang Luna lakukan. Tanpa diminta senyum terbit dari kedua sudut bibirnya, dia sudah bisa membayangkan akan seperti apa keluarga bahagia yang dia miliki di masa depan.

Terpopuler

Comments

Mrs.faiq

Mrs.faiq

lnjutttt kakakkkkkk

2020-05-25

1

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ➣⃗𝐩𝐎𝐨ӀӀ̶꒷≛ °ㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ➣⃗𝐩𝐎𝐨ӀӀ̶꒷≛ °ㅤ

lnjjuuuuutttttt lunn

2020-05-24

2

Rini Aprillia Purba

Rini Aprillia Purba

keluarga bahagiaaaaa. lanjut elizzzzzz

2020-05-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!