Pada akhirnya Anak Luna memang di daftarkan di SD Sanjaya. Selain bisa meminta agar Rania ttidak perlu mengikuti pelajaran olah raga yang berat, Luna juga tahu yayasan Sanjaya mengkedepankan kualitas dibanding uantitas, sehingga tidak menerima banyak siswa, namun memberikan guru yang berbeda di setiap mata pelajaran (tidak seperti guru sekolah dasar yang biasanya satu guru untuk satu kelas).
"Kalian di sekolah belajar apa hari ini?" tanya Luna saat anak – anaknya baru pulang dengan wajah yang lelah, padahal mereka baru masuk sekolah beberapa hari, Luna yakin mereka belum belajar hal yang berat, apalagi mereka masih kelas 1 SD. Apakah terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan?
"Rania bosan, di sekolah gak belajar apa – apa," ujar Rania yang membuat Luna menaikkan alisnya. Kebanyakan aak ingin bermain dan malas belajar, kenapa anaknya malah berperilaku sebaliknya? Tidak baik juga jika mereka terlalu fokus untuk pendidikan di usia yang semuda ini, Luna ingin mereka berperilaku sewajarnya anak seusia mereka.
"Ravi gak suka sama teman kelas Ravi, gak ada yang secantik mama," ujar Ravi yang membuat Luna mendekat dan memeluk anak itu dengan erat dan gemas. Bagaimana bisa pemikiran ana umur enam tahun sudah sejauh itu? bahkan Luna sudah membatasi apa yang ditonton oleh anak – anaknya, entah darimana mereka mengetahui hal seperti itu.
"Memang teman – teman kamu secantik apa?" tanya Luna setelah melepaskan pelukannya. Ravi menggelengkan kepalanya, memberitahu Luna tak ada yang menarik dan tak ada yang cantik menurutnya. Standar cantik menurut Ravi adalah Luna dan Rania, mereka beruda sangat cantik dan bagi Ravi tak ada yang bisa menandingi kecantikan Luna.
"Kalau Rashi, ada keluhan juga? Gurunya gak cantik? Atau apa nih?" tanya Luna dengan santai. Luna memang sudah biasa bersikap santai pada anak – anaknya agar mereka menganggap Luna teman dan mencurahkan isi hati mereka dengan santai. Orang tua yang keras dan menganggap anaknya tak tahu apa – apa akan membuat sang anak enggan menceritakan yang terjadi padanya.
"Gak ada, Rashi mau ganti baju dulu, besok seragamnya masih dipakai," ujar Rashi yang dengan cool berjalan menuju kamarnya. Luna bahkan sampai membuka mulutnya sebentar. Dia sudah tahu anaknya yang satu itu sangat dingin dan mungkin cenderung menyebalkan, namun Luna tak pernah merasa sekesal ini diabaikan anak sendiri.
"Kalian ganti baju juga sana, tiru tuh abang, sampai rumah langsung pingin ganti baju, habis itu makan, mama udah siapin makanan yang enak," ujar Luna yang diangguki oleh mereka berdua. Luna memang sudah belajar memasak dari chef yang ada di rumahnya, namun dia belum lancar dan agak kesulitan karna dia harus belajar saat Darrel tak melihat.
"Ah, seandainya Kak Darrel gak rewel kalau Gue mau istri yang baik, pasti gue udah bisa jadi saiangannya chef Juna," ujar Luna yang menyalahkan semua pada Darrel, padahal Darrel hanya melarang Luna untuk belajar memasak dari orang lain, namun Luna juga tak mau belajar di depan Darrel karna malu Darrel jauh lebih baik darinya.
Tak lama anak – anaknya keluar dari kamar dan duduk rapi di depan meja makan. Luna melayani mereka satu – satu dengan mengambilkan nasi dan lauk. Luna juga ikut makan bersama mereka, Luna cukup salut karna anak – anaknya sangat tertib dengan peraturan meja makan. Padahal Luna tak pernah mengajari mereka secara langsung.
Benar kata orang, anak adalah pengamat yang snagat baik, Luna lebih suka mencontohkan langsung ketimbang memeberikan teori pada mereka. Luna dan Darrel berusaha makan dengan tenang saat bersama mereka, lama kelamaan mereka mengikuti cara Luna dan Darrel hingga mereka bisa makan dengan tenang dan sopan.
Setelah makan, ketiga anak itu langsung masuk ke ruang dimana semua mainan ada di sana. Luna dan Darrel membelikan seperangkat game yang lengkap, baik itu Virtual game atau console, lebih baik mereka bermain game yang seperti itu dibanding bermain ponsel yang bisa membuat mereka melihat dunia luar sebelum waktunya.
"Kalian kalau Mama masukin ke Les mau gak? Kalau mau, kalian mau les kemana?" tanya Luna yang membuat mereka terbingung. Mereka bahkan tak tahu kesukaan mereka, mengapa Luna sudah ingin memberikan les pada mereka? Mereka langsung berpandangan satu sama lain.
"Les itu gak harus tentang pelajaran di sekolah kok. Kalian kan di sekolah udah belajar pelajaran umum, masak harus les pelajaran umum lagi, kalau kalian ada kesukaan khusus, mama bakal daftarin kalian les," ujar Luna yang masih tak mendapat jawaban dari anak – anaknya. Hal itu membuat Luna mengangguk paham, mereka memang belum menemukan bakat minat mereka.
Luna meninggalkan mereka dan masuk ke dalam kamarnya untuk menonton drama, dia sengaja membuka sedikit pintu kamarnya agar anaknya bisa langsung masuk atau dia bisa mendengar suara anak – anak itu mengingat lubang suara di pintu kamar itu seukuran tinggi orang dewasa, mereka belum cukup tinggi untuk mencapainya.
Entah sudah berapa lama Luna menonton drama itu, yang jelas anak – anaknya kini masuk ke dalam kamarnya dan dia terpaksa mengganti tayangan dengan kartun anak – anaknya. Mereka menonton film kartun itu bersama – sama sampai akhirnya ahri menjelang sore dan Darrel sudah pulang dari kantornya. Hal yang sangat Luna suka setelah mereka menikah.
Dulu sbeelum menikah, Darrel selalu sibuk dengan urusan kantor, bahkan ingat kan Luna pernah hampir satu tahun tak bertatap muka secara langsung dengan lelaki itu? namun setelah menikah, lelaki itu sama sekali tak pernah pergi ke luar negeri atau keluar kota, dia selalu menyerahkan pekerjaan itu kepada orang kepercayaannya.
"wah enaknya pada nonton film sampai papanya pulang gak disambut," ujar Darrel saat menengokkan kepala ke dalam kamar dan masuk saat mendapati keempat orang yang dia sayangi ada di ruang itu. Mereka langsung turun dari kasur dan menyambut papa mereka dengan hangat, hanya mereka berdua, kalian tahu lah siapa yang tidak ikut.
"Apa Papa membawa makanan? Apa papa membawa jajan?" tanya Rania yang membuat Darrel terbingung. Rumah mereka sudah memiliki stock makanan ringan yang dirasa cukup untuk waktu yang lama, kenapa mereka masih menanyakan makanan ringan pada Darrel? Darrel pun akhirnya berjongkok di hadapan mereka.
"Kalian mau makan apa? Papa pesankan sekarang. Kalau Cuma cemilan, kan di lemari banyak, kalian tinggal ambil," ujar Darrel yang membuat mereka bertatapan. Ravi pun menunjukkan wajah imut yang dibuat – buat, membuat Darrel makin gemas menatap anak itu.
"Ravi mau makan Pizza," ujar anak itu yang disetujui oleh adiknya. Darrel menayakan hal yang sama pada Rashi dan Rashi juga memilih untuk memakan Pizza, akhirnya Darrel memesan Pizza sesuai yang mereka inginkan.
"Kalian tunggu di luar dulu, papa mau mandi," ujar Darrel yang diangguki oleh mereka. Rashi yaang masih di atas kasur langsung memandang ke arah mamanya, dan langsung menari tangan Luna untuk ikut turun dari kasur.
"Eh, mama mau dibawa kemana?" tanya Darrel menahan tangan Luna saat Rashi masih menarik tangan Luna untuk keluar dari kamar. Rashi pun juga menghentikan langkahnya dan menatap ke arah Darrel dengan bingung. Seolah Darrel melakukan sesuatu yang slaah di mata anak itu.
"Papa bilang semua keluar, papa mau mandi. Rashi mau ajak mama keluar," ujar Rashi yang membuat Luna tersenyum geli. Luna tak menjawab dan melihat respon Darrel terhadap anaknya sendiri. Darrel memang kurang menyukai jika momennya bersama Luna harus diganggu oleh tiga kurcaci yang imut ini, Darrel selalu cemburu saat Luna lebih memperhatikan anak mereka ketimbang dirinya.
"Kalau mama kamu harus temenin papa, papa kan gak bisa kalau mandi sendirian. Kamu jagain adik – adik sana, biar gak main di kolam renang, kalian gak bisa renang kan?" tanya Darrel pada anak kecil itu. Rashi membulatkan mulutnya dan mengangguk, namun tampak dia tak cukup puas dengan jawab Darrel.
"Tapi Rashi biasanya juga mandi sendiri, kok papa harus ditemani sama mama? Kan papa udah besar." Mendengar hal itu Darrel langsung menatap ke arah Istrinya.
"Sayang," rengek lelaki itu yang membuat Luna melihatnya dengan geli sekaligus kasihan.
"Papa emang gak berani kalau mandi sendiri, makanya mama di sini buat temenin papa, kamu tunggu di luar ya, kalau udah selesai nanti mama sama papa nyusul. Jagain adiknya biar gak kenapa – napa," ujar Luna membantu Darrel. Rashi menangguk paham dan keluar dari kamar, sementara Darrel langsung menutup pintu dengan rapat dan pintu otomatis terkunci.
"Eits, jangan mendekat, jangan peluk, jangan cium, bau asem. Mandi gih buruan, aku tinggalin kamu di sini kalau lama, aku kunciin dari luar," ujar Luna yang membuat Darrel mamajukan bibirnya karna ditolak oleh istrinya sendiri.
"Tolong Siapin baju buat aku ya, aku mau bajunya couple sama kamu. Kalau gak couple aku paksa kamu buat lepas baju pokoknya," ujar Darrel sambil masuk ke dalam kamar mandi dan suara air mulai terdengar. Luna sendiri langsung memilih sepasang piyama untuknya dan untuk Darrel lalu mengganti baju yang dipakainya atau Darrel akan benar – benar melepas paksa baju yang dipakainya.
Mereka segera keluar dari dalam kamar dan duduk di ruang tv bersama anak – anaknya. Mereka bermain di karpet sementara Luan dan Darrel duduk di sofa. Luna mengganti channel dan menampakkan seorang anak bermain piano dan bernyanyi dengan suara yang indah. Tanpa Luna sadari Rashi yang tadinya ebrmain langsung fokus pada televisi yang ada di hadapannya.
"Mama, itu apa?" tnya Rashi sambil menunjuk layar televisi.
"Itu TV," jawab Luna seadanya.
"Sayang," tegur Darrel yang tentu membuat Luna bingung. Memang benar kan, yang ditunjuk Rashi adalah Televisi.
"Itu piano. Anak itu main piano sambil nyanyi. Ganteng ya anaknya?" tanya Darrel yang tak dihiraukan oleh anaknya.
"Rashi mau main piano, Rashi mau bisa main piano," ujar Rashi dengan tiba -tiba dan membuat Luna menatap anaknya dengan kaget.
"Kamu mu les piano? Kamu yakin? Mama papa kamu gak ada yang suka main piano loh, kamu anak siapa coba?" tanya Luna tanpa sadar yang membuat Darrel memukul mulutnya pelan, sangat pelan dan bahkan hanya merupakan sebuah sentuhan.
"kamu serius mau les piano? Kalau kamu serius, Papa bakal daftarin kamu ke les piano, dengan catatan belajarnya gak boleh jadi malas karna keasyikan main piano," ujar Darrel yang membuat anak itu tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya dengan senang. Jarang sekali melihat Rashi sebahagia itu.
"Kalau Rania sama Ravi sukanya apa? Nanti papa carikan guru terbaik buat kalian deh biar jadi jago," ujar Darrel yang membuat mereka menggelengkan kepalanya. Daarrel melihat ke arah Luna dan seolah berkata 'anak kamu tuh.'. Luna pun hanya mengedikkan bahu dan tertawa tanpa suara.
"Rania gak mau apa – apa, toh Rania emang gak boleh kecapekan, Rania bisa melakuakan apa memang?" tanya Rania tiba -tiba tanpa menghentikan kegiatannya yang sedang menyisir boneka. Luna dan Darrel saling pandang, namun Luna meminta Darrel untuk mengambil tindakan. Terbiasa berpikir cepat di kondisi yang terpepet, Darrel langsung mendapatkan ide untuk meyenangkan Rania.
"Ikut papa yuk, papa tahu apa yang bagus buat kamu dan gak bikin jantung kamu capek," ujar Darrel yang langsung menggendong Rania dan mengajak Luna untuk masuk ke kamar gadis kecilnya itu. Darrel membisikkan sesuatu pada Luna dan Luna langsung melakukan sesuai dengan perintah Darrel. Luna keluar dari kamar bersama Rania dan gadis kecil itu sudah memakai pakaian renangnya.
"Daddy bakal ajarin kamu berenang, kalau kamu suka, nanti Daddy bakal daftarin kamu ke club renang. Kita coba dulu ya? Renang baik buat kesehatan jantung Loh," ujar Darrel yang membuat Rania berbinar. Gadis kecil itu tampak gembira di gendongan Darrel. Mereka menuju kolam renang dan duduk di tepi kolam renang itu.
"Papa udah beli pelampung tangan buat kamu, kamu gak usah takut tenggelam. Nanti kalau udah bisa, kamu lepas satu pelampungnya, terus nanti renang tanpa pelampung," ujar Darrel yang membuat Rania sedikit takut, namun Darrel memberikan bujukan positif untuk Rania hingga gadis kecil itu setuju.
Darrel membantu Rania sampai akhirnya gadis kecil itu terbiasa bermain di air dan mulai menggerakkan kakinya sesuai intruksi Darrel. Darrel merasa bangga karna anaknya itu sangat mudah menangkap perkataan Darrel, memang anaknya itu memiliki kecerdasan yang mengagumkan.
"Rania mau bisa berenang, Rania mau masuk ke club renang," ujar Rania yang diangguki oleh Darrel, lelaki itu tentu senang jika anak – anaknya menemukan minat mereka dan menjadi sukses dengan hal itu. sementara Luna yang satu pikiran dengan Darrel hanya menurut saja, dia percaya Darrel taahu yang terbaik untuk anak mereka.
"Orang tua tugasnya mendukung dan memfasilitasi jika anaknya mau mengembangkan bakat minat, bukan memaksa anaknya untuk menjadi sesuatu yang mereka inginkan. Toh di dunia ini bukan cuma PNS, Dokter dan Arsitek yang bahagia. Nyatanya aku bahagia punya kamu, punya mereka," ujar Darrel saat Rania mengganti baju dan Luna mengulurkan jus jeruk untuknya.
"Luna bahagia punya kak Darrel, Luna bahagia sama keluarga kita. Tetap seperti ini sampai kapanpun ya?" tanya Luna yang mendekat dan memeluk Darrel, padahal lelaki itu sedang basah.
"Sayaangg, nanti kamu masuk angin." Darrel berusaha menjauhkan Luna dari tubuhnya namun Luna malah mendekap Darrel makin erat, menghirup aroma air kolam di tubuh Darrel. Darrel tertawa dan akhirnya menyerah, lelaki itu membalas pelukan Luna dengan hangat di tengah rasa dingin yang melanda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Anastasia
mampir lagi kak🤗
semangat😊
2020-06-03
1
Alissa Zhafira
g bosan sama darrel dan luna....bahagia terus ya
2020-06-03
1
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ➣⃗𝐩𝐎𝐨ӀӀ̶꒷≛ °ㅤ
l0p y
2020-06-03
1