Debat di Pagi Hari

Mira menghela nafas begitu memasuki unitnya. Jam dinding sudah berada diangka enam lebih tiga puluh lima menit dan matahari sudah memancarkan sinarnya, tapi Maura masih asik bergelung dengan selimut.

Dia juga mengernyit saat melihat sepasang bantal dan selimut yang sudah terlipat rapi berada tepat di bawah tempat tidur gadis itu. Daripada terus-menerus penasaran, Mira segera membangunkan temannya itu untuk meminta penjelasan.

"Mbak, bangun udah siang," kata Mira dengan pelan.

Dia mengulangi panggilannya beberapa kali tapi tetap tak ada pergerakan sedikitpun dari Maura.

"Mbak, bangun." Mira mengguncang sedikit keras tubuh sahabatnya.

Bukannya membuka mata, wanita itu malah berbalik pindah posisi dengan merapatkan selimutnya.

''Astaga, Mbak Maura."

Mira hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat Maura yang tidur seperti orang mati. Sedetik kemudian, sebuah ide jahil melintas dalam otaknya.

"Mbak, bangun! Udah jam delapan," teriak Mira tepat di telinga gadis itu.

"HAH, MATI AKU! AKU ADA JADWAL OPERASI PUKUL SETENGAH SEMBILAN." Maura segera beranjak dari tempatnya, mengikat rambutnya asal, kemudian lari kalang kabut menuju ke kamar mandi.

Mira yang melihat itupun tak bisa menahan tawanya, bahkan sampai harus menyusut setitik air mata di ujung matanya.

"Kamu ngerjain aku, Mir?" tanya Maura dengan menatap sebal gadis itu.

"Maaf, Mbak. Habisnya, dibangunin berkali-kali gak bangun. Ya aku kerjain aja," jawab Mira setelah berhasil menguasai dirinya.

"Haish, nyebelin." Maura berbalik menuju kulkas, lalu meneguk air dingin yang masih tersedia.

"Selimut itu punya punya siapa?"

''Punyaku lah.''

"Iya tau itu punya, Mbak. Tapi, siapa yang pakai?" tanya Mira dengan gemas.

''Ya akulah, Mir. Siapa lagi.''

"Bukan itu tapi yang ada di bawah."

Maura segera mengalihkan perhatiannya pada tempat tidur. Dia baru sadar jika Emran semalam telah menemaninya.

"Punyaku, Mir." Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak gugup. "Semalam, aku tidak bisa tidur jadi aku menata dua tempat. Barangkali bisa tertidur di salah satunya."

"Alasan yang klise, Maura," batinnya.

Mira memicing tajam tidak puas mendengar jawaban gadis itu.

"Begitu, ya. Lalu, ini punya siapa? Gak mungkin, 'kan ini punya, Mbak. Ini mahal lho, dari modelnya si pemilik seorang pria." Mira menunjukkan jam tangan mewah yang dia temukan tak jauh dari tempat itu.

"Astaga, kenapa kau ceroboh sekali, Em?" rutuk Maura dalam hati.

Maura menghela nafas. Jika sudah begini, dia tidak bisa mengelak lagi.

"Baiklah, aku akan jujur."

"Semalam, memang ada seseorang yang menemaniku disini," jawab Maura dengan menundukkan kepalanya.

"Siapa?"

"Emran." Suara Maura terdengar sangat lirih.

"Apa?!"

Maura memejamkan matanya, sudah siap untuk menerima amukan wanita itu.

"Are you seriously?"

Maura mengangguk.

"Aku sendiri kaget, dia tiba-tiba datang dengan membawa makanan, ngajak makan bareng. Pas tau aku sendirian disini, dia ngotot pengen nemenin aku, padahal aku sudah memaksanya pulang tapi dia tetap bersikeras," papar Maura.

"Sumpah demi apa? Seorang Emran Khan, pemimpin tertinggi sekaligus anak pemilik rumah sakit, menginap di tempat sempit seperti ini. Dan tidur beralas karpet tipis dengan selimut murah. Demi menemanimu, Mbak." Mira memandang takjub penuh kekaguman. Terdengar pula decakan kecil dari bibirnya.

"Fix, yakin seribu persen dia suka sama mbak," ucap Mira dengan lebih keras dari sebelumnya.

"Ngaco kamu."

"Eh, beneran ini, Mbak."

"Udah ah, aku mau siap-siap kerja. Aku gak masak nanti DO saja, ya."

Maura memilih pergi sebelum temannya itu semakin ngawur.

...----------------...

Di kediaman Emran....

"Tidak bisa dibiarkan ini," gumam Divia sembari melihat foto-foto serta beberapa video yang dibawa oleh orang suruhannya.

"Selidiki asal-usul gadis itu, aku ingin hasil secepatnya."

"Baik, Nyonya. Kebetulan dia juga bekerja di rumah sakit milik keluarga Anda," ucap pria bertopi itu dengan sopan.

"Bagus, aku ingin informasi sedetail mungkin mengenai gadis itu. Sekecil apapun jangan sampai terlewat. Paham?!"

"Siap, Nyonya. Saya permisi." Pria bertopeng itu menunduk hormat sebelum mengundurkan diri.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Jika dia gadis baik-baik, dia tidak akan membuat lelaki yang bukan siapa-siapanya masuk tempat tinggalnya begitu saja. Apalagi ini samping pagi. Putraku anak baik-baik, dia tidak pernah macam-macam. Sebelumnya, dia tidak pernah seperti itu. Aku harus menyelidikinya sampai tuntas. Jangan sampai putraku jatuh ke tangan wanita yang salah."

''Permisi, Nyonya." Suara seorang pelayan membuyarkan lamunan wanita paruh baya itu.

Divia hanya melirik sekilas tanpa mengucap sepatah katapun.

"Anda di panggil tuan untuk sarapan bersama, semua sudah berkumpul."

"Apa Emran juga berada disana?".

"Ada, Nyonya. Semua lengkap tinggal menunggu Anda."

"Baiklah,. aku akan segera kesana."

Pelayan itu menunduk hormat sebelum meninggalkan tempat itu.

"Tumben kau ikut sarapan bersama, Kak?" tanya Divia begitu sampai di tempat duduknya.

Tangannya cekatan melayani sang suami baru kemudian mengambil untuk dirinya sendiri.

Emran tak menjawab hanya fokus menikmati sarapan paginya.

"Semalam kemana tidak pulang?" tanya Divia lagi.

"Apartemen."

Hanya itu yang keluar dari mulutnya selebihnya, dia kembali bungkam dengan sikap dinginnya.

"Hemm, apartemennya ya? Milikmu atau milik perempuan itu?"

Emru yang mendengar itupun langsung menoleh ke arah saudara kembarnya. Tatapannya seperti meminta penjelasan.

Sedangkan, yang ditatap hanya diam seribu bahasa dengan wajah semakin mengeras.

"Perempuan baik-baik tidak akan membiarkan laki-laki yang bukan siapa-siapanya memasuki tempat tinggalnya. Terlebih, pada malam hari, apalagi sampai menginap segala." Divia berkata dengan penuh kelembutan tapi siapa sangka di balik itu semua mampu menusuk hati siapapun yang mendengarnya.

Emran meletakkan sendoknya kasar hingga menimbulkan dentingan yang begitu keras pada piring. Tatapan tajam ia hunuskan pada wanita yang ia sebut Mama.

"Dia bukan perempuan seperti yang ada di pikiran mama," geramnya.

"Seharusnya, kau tak perlu marah, Kak. Jika perempuan yang kau suka tidak seperti itu."

Dengan santai, wanita paruh baya itu menyuap sarapannya.

"Aku tidak rela mama berkata buruk tentang dia. Aku yang memaksa untuk menemani dia semalam. Aku yang berinisiatif menemuinya tanpa dia yang meminta."

Deheman keras menghentikan perdebatan ibu dan anak itu.

"Lanjutkan sarapan kalian. Tidak baik berdebat di depan makanan," kata Raichand dengan nada dinginnya.

"Aku tidak nafs*. Papa urus istrimu itu! Bilangin jangan pernah mencampuri urusanku lagi. Terlebih mengenai kisah asmaraku."

Emran berlalu begitu saja meninggalkan tempat itu tanpa menghabiskan sarapannya.

"Lihat, 'kan, Pap? Kelakuan putramu setelah mengenal wanita itu." Divia berusaha meracuni pikiran suaminya.

"Lanjutkan sarapan mu, Mam."

"Tapi, Pap-''

"Mam." Raichand menatap tajam sang istri tanda tak bisa di bantah.

Dengan terpaksa Divia menurut dengan menahan amarah dalam dadanya.

"Aku selesai," kata Emru.

"Mau kemana kau, Emru. Makananmu belum habis," ucap Raichand.

"Aku tidak selera lagi." Pria berjas hitam itu berlalu begitu saja dari hadapan orang tuanya.

Muak rasanya, melihat ibunya yang selalu ikut campur dengan urusan asmara mereka.

Episodes
1 Pesan Terakhir
2 Pindah Tugas
3 Keberangkatan
4 Bertemu Pria Aneh
5 Bertemu Dokter Aneh
6 Tempat dan Teman Baru
7 Bertemu Lagi
8 Sebuah Tekad
9 Perdebatan
10 Pencarian Pertama
11 Pengintaian Divia
12 Taktik Pendekatan Emran
13 Debat di Pagi Hari
14 Kalah Sebelum Perang
15 Impian Maura
16 Kenapa Senyumnya Begitu Mirip?
17 Siasat Para Musuh
18 Kekekian Rayyan
19 Divia Menemui Maura
20 Usaha Menghindar
21 Mira Kepo
22 Pencarian Kedua
23 Masih di Curigai
24 Perasaan Macam Apa Ini?
25 Menanti Kabar
26 Hati yang Terbakar
27 Kemarahan Emran.
28 Pada Akhirnya.....
29 Butuh Bukti Valid
30 Aksi Rayyan
31 Kala Musuh Kembali Bersiasat....
32 Keinginan Bram
33 Hasil yang Mengejutkan
34 Rencana Menghilang....
35 Kecewa
36 Di mana Maura?
37 Poor You, Nona Manis
38 Janji Terakhir
39 Mengatur Rencana
40 Misi Penyelamatan
41 Musuh Sebenarnya....
42 Seandainya, Dia Selembar Kertas....
43 Kau Wanita Baik, Ra
44 Divia Mencari Mantu
45 Pasti Ada Jalan Untuk Kita
46 Apa ini Cemburu?
47 Jabatan Baru
48 Rival Baru
49 Rencana Divia
50 Rumit Sekali Hidupmu, Ra....
51 Pria Sewaan Maura
52 Keputusan Sepihak
53 Penghakiman untuk Divia
54 Kesedihan Maura
55 Siasat
56 Rencana
57 Dilema Andrian
58 Sama-Sama Berkorban
59 Aksi Kucing-Kucingan Emran dan Maura
60 Ashita....
61 Pendekatan Dua Kubu
62 Pembalasan Rasa Cemburu
63 Rencana Tak Terduga dari Bram
64 Salah Paham
65 Hasutan
66 Aku Akan Berusaha....
67 Berusaha Menerima Kenyataan
68 Masih Berharap
69 Rencana Tiba-tiba....
70 Misi Kekacauan
71 Astaga, Mam....
72 Kesedihan....
73 Bertemu Keluarga yang Lain....
74 Membandingkan Sikap
75 Merasa Aneh dengan Sikapnya
76 Seandainya, Kau Masih Disini
77 Divia Kepo
78 Rencana di Hari Pernikahan
79 Kekacauan Dimulai....
80 Insiden
81 Divia Beraksi
82 Siapa Kau?
83 Dasar Pria Sialan
84 Keberangkatan Pelarian
85 Ternyata, Kau Pembohong, Ra
86 Kabar Duka
87 Apa Yang Terjadi?
88 Kambing Hitam
89 Kala Amarah Menguasai Jiwa
90 Rencana Kembali
91 Penolakan Maura....
92 Titik Temu Pelaku
93 Pertengkaran Hebat Divia dan Raichand
94 Tidak Ada Salahnya Mencoba Hal Baru
95 Aksi Bar-Bar Divia
96 Serangan Awal
97 Serangan Kedua....
98 Kebenaran
99 Ungkapan Rindu Maura
100 Karma Nyata...
101 Sepenggal Kisah Raichand & Divia.
102 Masalah itu Dihadapi Bukan Dihindari
103 Maafkan Mamaku
104 Si Es Balok yang Mesti Dipanaskan
105 Es Balok yang Kepanasan....
106 Hukuman Atas Keputusan Emran
107 Emran Merajuk
108 Dia Adalah Ratuku
109 Serba-serbi Pesta Resepsi.
110 Drama Malam Pertama
111 Emran yang Menjadi Bulan-bulanan
112 Akhir Pencarianku
113 Pesona Istri Simpanan
114 Dipaksa Menikah Dengan Dosen
Episodes

Updated 114 Episodes

1
Pesan Terakhir
2
Pindah Tugas
3
Keberangkatan
4
Bertemu Pria Aneh
5
Bertemu Dokter Aneh
6
Tempat dan Teman Baru
7
Bertemu Lagi
8
Sebuah Tekad
9
Perdebatan
10
Pencarian Pertama
11
Pengintaian Divia
12
Taktik Pendekatan Emran
13
Debat di Pagi Hari
14
Kalah Sebelum Perang
15
Impian Maura
16
Kenapa Senyumnya Begitu Mirip?
17
Siasat Para Musuh
18
Kekekian Rayyan
19
Divia Menemui Maura
20
Usaha Menghindar
21
Mira Kepo
22
Pencarian Kedua
23
Masih di Curigai
24
Perasaan Macam Apa Ini?
25
Menanti Kabar
26
Hati yang Terbakar
27
Kemarahan Emran.
28
Pada Akhirnya.....
29
Butuh Bukti Valid
30
Aksi Rayyan
31
Kala Musuh Kembali Bersiasat....
32
Keinginan Bram
33
Hasil yang Mengejutkan
34
Rencana Menghilang....
35
Kecewa
36
Di mana Maura?
37
Poor You, Nona Manis
38
Janji Terakhir
39
Mengatur Rencana
40
Misi Penyelamatan
41
Musuh Sebenarnya....
42
Seandainya, Dia Selembar Kertas....
43
Kau Wanita Baik, Ra
44
Divia Mencari Mantu
45
Pasti Ada Jalan Untuk Kita
46
Apa ini Cemburu?
47
Jabatan Baru
48
Rival Baru
49
Rencana Divia
50
Rumit Sekali Hidupmu, Ra....
51
Pria Sewaan Maura
52
Keputusan Sepihak
53
Penghakiman untuk Divia
54
Kesedihan Maura
55
Siasat
56
Rencana
57
Dilema Andrian
58
Sama-Sama Berkorban
59
Aksi Kucing-Kucingan Emran dan Maura
60
Ashita....
61
Pendekatan Dua Kubu
62
Pembalasan Rasa Cemburu
63
Rencana Tak Terduga dari Bram
64
Salah Paham
65
Hasutan
66
Aku Akan Berusaha....
67
Berusaha Menerima Kenyataan
68
Masih Berharap
69
Rencana Tiba-tiba....
70
Misi Kekacauan
71
Astaga, Mam....
72
Kesedihan....
73
Bertemu Keluarga yang Lain....
74
Membandingkan Sikap
75
Merasa Aneh dengan Sikapnya
76
Seandainya, Kau Masih Disini
77
Divia Kepo
78
Rencana di Hari Pernikahan
79
Kekacauan Dimulai....
80
Insiden
81
Divia Beraksi
82
Siapa Kau?
83
Dasar Pria Sialan
84
Keberangkatan Pelarian
85
Ternyata, Kau Pembohong, Ra
86
Kabar Duka
87
Apa Yang Terjadi?
88
Kambing Hitam
89
Kala Amarah Menguasai Jiwa
90
Rencana Kembali
91
Penolakan Maura....
92
Titik Temu Pelaku
93
Pertengkaran Hebat Divia dan Raichand
94
Tidak Ada Salahnya Mencoba Hal Baru
95
Aksi Bar-Bar Divia
96
Serangan Awal
97
Serangan Kedua....
98
Kebenaran
99
Ungkapan Rindu Maura
100
Karma Nyata...
101
Sepenggal Kisah Raichand & Divia.
102
Masalah itu Dihadapi Bukan Dihindari
103
Maafkan Mamaku
104
Si Es Balok yang Mesti Dipanaskan
105
Es Balok yang Kepanasan....
106
Hukuman Atas Keputusan Emran
107
Emran Merajuk
108
Dia Adalah Ratuku
109
Serba-serbi Pesta Resepsi.
110
Drama Malam Pertama
111
Emran yang Menjadi Bulan-bulanan
112
Akhir Pencarianku
113
Pesona Istri Simpanan
114
Dipaksa Menikah Dengan Dosen

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!