Taktik Pendekatan Emran

"Mbak, aku ada jadwal piket malam. Mbak Maura gak apa-apa 'kan aku tinggal sendirian?" tanya Mira yang sibuk menyiapkan peralatan kerja ke dalam tas.

"Gak apa-apa, aku udah biasa. Kamu berangkat gih, nanti telat malah kena denda," titah Maura.

"Iya, bye, Mbak. Jangan lupa kunci pintu! Kalau ada yang datang sekira gak kenal, abaikan saja." Mira berpesan sebelum menghilang di sebalik pintu.

."Iya...."

Baru beberapa menit selepas kepergian Mira. Terdengar bel pintu apartemennya berbunyi. Tanpa melihat siapa yang datang, dengan santainya Maura membuka pintu.

"Emran? Kok kamu tau tempat tinggalku?" cecar Maura yang tidak bisa menutupi keterkejutannya.

"Hai...." Pria itu berjambang tebal itu melambaikan tangan kearah gadis di hadapannya.

"Aku bawakan makan malam. Yuk, kita makan bersama." Pemuda matang itu menunjukkan tentengan plastik yang ada dalam kuasanya.

"Kamu belum jawab pertanyaanku." Maura berdiri tegak menghadang di depan pintu.

"Apa penting?" Emran menaikkannya sebelah alisnya.

"Sangat!"

"Aku akan jelaskan tapi biarkan aku masuk dulu."

"Gak!"

"Jadi, begini caramu memperlakukan tamu?" tanya Emran dengan sorot dinginnya.

Maura selalu lemah saat pria itu menunjukkan jurus pamungkasnya, tatapan tajam. Mau tidak mau, gadis itu mempersilahkan tamunya masuk.

"Jangan macam-macam."

"Iya...."

Cekrek-cekrek-cekrek!

Seseorang bertopi hitam dengan masker berwarna senada yang bersembunyi di balik dinding, tengah mengambil gambar saat Emran memasuki apartemen seorang wanita.

_____________

"Kamu bawa apa, Em?" tanya Maura yang penasaran dengan makanan yang di bawa pria itu.

"Nasi goreng kambing."

"Wah, enak tuh." Maura menggosok kedua telapak tangannya seakan tidak sabar untuk mencicipi rasanya.

"Aku ambilkan piring dulu." Maura berlalu menuju dapur tak berapa lama dia kembali dengan dua buah piring di tangannya dan satu botol air putih dingin.

"Kok cuma dua. Temanmu gak kamu panggil sekalian?"

"Dia ada jadwal malam," jawab Maura sambil memindahkan dua bungkusan ke wadah masing-masing.

"Jadi kamu sendirian disini?" tanya Emran lagi.

Maura hanya menganggukkan kepalanya karena mulutnya penuh dengan makanan yang dia makan.

"Kalau begitu sekalian aku menemanimu malam ini," kata Emran dengan santainya.

Maura menghentikan kunyahannya, lalu menatap aneh pria di depannya.

"Kenapa menatapku seperti itu?"

Bukannya menjawab Maura malah memicing tajam pada pria itu.

"Kamu enggak akan aneh-aneh, 'kan, Em?"

"Aku hanya ingin menemanimu. Besok pagi-pagi sekali aku akan pergi sebelum temanmu kembali."

"Oke, aku akan mencoba percaya."

Keduanya melanjutkannya kembali makan malam yang tertunda.

"Kau tau, Ra. Aku serasa mendapat perhatian seorang istri," celetuk Emran tiba-tiba.

Uhuk-uhuk-uhuk

Maura tersedak makanannya sendiri. Rasa panas menjalari tenggorokannya hingga ke hidung, bahkan matanya pun memerah sebab itu. Dia segera meraih minuman dingin di dekatnya, kemudian menenggaknya hingga tersisa separuh.

"Bercandamu gak lucu," kata Maura setelah berhasil menetralisir rasa panasnya.

"Bagaimana jika aku tidak bercanda?" Emran menatap serius gadis itu.

"Nanti kalau orang tuamu mencari, bagaimana?" Maura memilih mengalihkan pembicaraan.

"Aku bukan anak gadis yang berbahaya jika dibiarkan keluyuran malam, Maura. Aku ini pria matang yang sudah berumur," ucap Emran dengan menahan kesal.

"Secara tidak langsung kamu mengakui, dirimu tua." Gadis itu terkekeh kecil setelah mengatakan itu.

"Coba ulangi perkataanmu."

"Dirimu tua."

"Dasar gadis ini," ujar Emran dengan menarik gemas hidung Maura.

"Aww, sakit, Emran," pekik Maura.

Hening....

Emran sibuk dengan pikirannya, sedangkan Maura begitu serius memperhatikan acara dangdut kesayangannya di salah satu siaran televisi nasional.

"Ra...."

"Hmmm."

"Apa kamu tidak punya keluarga disini? Sampai kamu mau tinggal berdua dengan temanmu di tempat sempit seperti ini."

Maura menghela nafas berat, lalu menggeleng pelan.

"Ibuku sudah tiada beberapa bulan yang lalu. Jika bukan karena wasiat ibu, mungkin aku tidak akan pernah ada disini." Sorot matanya berubah sendu, tampak genangan bening memenuhi mata indah itu.

Dia selalu sedih setiap kali mengenang sosok ibunya.

"Wasiat?"

"Tentang keberadaan ayahku."

"Tapi, di berkasmu waktu itu-"

"Itu nama orang tua angkatku. Mereka yang membiayai sekolahku hingga menjadi sekarang ini." Maura menyela cepat sangkaan Emran.

Emran manggut-manggut tanda mengerti.

"Lalu, kamu sudah mulai mencarinya?"

"Sudah, tapi dia tidak tinggal di tempatnya yang lama. Dia sudah pindah. Aku hanya menyimpan alamat kantornya saja," papar gadis itu.

"Kalau kamu butuh bantuan, bilang saja. Dengan senang hati aku akan membantu."

"Iya, gampang."

Maura tampak menguap beberapa kali petanda rasa kantuk mulai menyerangnya.

"Tidurlah, ini sudah malam."

"Tapi, kamu-''

"Aku akan tidur disini," sahut Emran.

"Baiklah tunggu sebentar."

Maura masuk kedalam kamarnya, tak lama kemudia dia kembali denga dua buah selimut dan bantal di tangannya.

"Ini untukmu dan ini untukku. Maaf aku tidak punya bedcover, hanya selimut tipis seperti ini."

Emran menanggapinya dengan senyuman. "Tidak apa-apa, ini sudah cukup."

"Aku akan menemani tidur di luar. Rasanya tidak sopan bila aku tidur di kamar."

"Baiklah, terserahmu saja. Kalau begitu kau tidur di sofa biar aku di karpet bawah." Emran memberi saran.

Gadis itu mengangguk menyetujui.

"Selamat malam," ucap Maura dengan suara seraknya.

"Malam-"

Keduanya pun menyusuri alam mimpi masing-masing.

...----------------...

Suara lantang alarm dari ponsel Emran memecah keheningan malam itu. Dengan mata terpejam, tangan Emran berusaha meraba mencari ponsel yang dia letakkan diatas meja. Setelah dapat, pria itu segera mematikan takut bunyi nyaringbitu menganggu tidur Maura. Kemudian, dia melihat jam yang ternyata masih pukul setengah empat dini hari.

Emran segera beranjak bangun,segera pergi dari tempat ini. Sebelum Mira kembali dari rumah sakit.

Sebelum pergi di tatapnya lamat-lamat wajah ayu yang tengah terlelap itu. Emran menyingkirkan beberapa anak rambut yang menghalangi pandangannya. Perlahan senyumnya terlukis, Maura terlihat semakin menawan jika dilihat dalam keadaan seperti ini, wajah polos tanpa polesan bedak dan antek-anteknya, tapi tidak menghilangkan kecantikan alaminya.

"Aku semakin jatuh hati padamu, Ra. Aku harap kamu bisa memahami perasaanku dan memiliki rasa yang sama," gumam Emran.

Dia memberanikan mengecup lembut dahi wanita pujaannya. Berharap, gadis itu tidak merasakannya.

"Aku pulang sampai bertemu nanti."

Episodes
1 Pesan Terakhir
2 Pindah Tugas
3 Keberangkatan
4 Bertemu Pria Aneh
5 Bertemu Dokter Aneh
6 Tempat dan Teman Baru
7 Bertemu Lagi
8 Sebuah Tekad
9 Perdebatan
10 Pencarian Pertama
11 Pengintaian Divia
12 Taktik Pendekatan Emran
13 Debat di Pagi Hari
14 Kalah Sebelum Perang
15 Impian Maura
16 Kenapa Senyumnya Begitu Mirip?
17 Siasat Para Musuh
18 Kekekian Rayyan
19 Divia Menemui Maura
20 Usaha Menghindar
21 Mira Kepo
22 Pencarian Kedua
23 Masih di Curigai
24 Perasaan Macam Apa Ini?
25 Menanti Kabar
26 Hati yang Terbakar
27 Kemarahan Emran.
28 Pada Akhirnya.....
29 Butuh Bukti Valid
30 Aksi Rayyan
31 Kala Musuh Kembali Bersiasat....
32 Keinginan Bram
33 Hasil yang Mengejutkan
34 Rencana Menghilang....
35 Kecewa
36 Di mana Maura?
37 Poor You, Nona Manis
38 Janji Terakhir
39 Mengatur Rencana
40 Misi Penyelamatan
41 Musuh Sebenarnya....
42 Seandainya, Dia Selembar Kertas....
43 Kau Wanita Baik, Ra
44 Divia Mencari Mantu
45 Pasti Ada Jalan Untuk Kita
46 Apa ini Cemburu?
47 Jabatan Baru
48 Rival Baru
49 Rencana Divia
50 Rumit Sekali Hidupmu, Ra....
51 Pria Sewaan Maura
52 Keputusan Sepihak
53 Penghakiman untuk Divia
54 Kesedihan Maura
55 Siasat
56 Rencana
57 Dilema Andrian
58 Sama-Sama Berkorban
59 Aksi Kucing-Kucingan Emran dan Maura
60 Ashita....
61 Pendekatan Dua Kubu
62 Pembalasan Rasa Cemburu
63 Rencana Tak Terduga dari Bram
64 Salah Paham
65 Hasutan
66 Aku Akan Berusaha....
67 Berusaha Menerima Kenyataan
68 Masih Berharap
69 Rencana Tiba-tiba....
70 Misi Kekacauan
71 Astaga, Mam....
72 Kesedihan....
73 Bertemu Keluarga yang Lain....
74 Membandingkan Sikap
75 Merasa Aneh dengan Sikapnya
76 Seandainya, Kau Masih Disini
77 Divia Kepo
78 Rencana di Hari Pernikahan
79 Kekacauan Dimulai....
80 Insiden
81 Divia Beraksi
82 Siapa Kau?
83 Dasar Pria Sialan
84 Keberangkatan Pelarian
85 Ternyata, Kau Pembohong, Ra
86 Kabar Duka
87 Apa Yang Terjadi?
88 Kambing Hitam
89 Kala Amarah Menguasai Jiwa
90 Rencana Kembali
91 Penolakan Maura....
92 Titik Temu Pelaku
93 Pertengkaran Hebat Divia dan Raichand
94 Tidak Ada Salahnya Mencoba Hal Baru
95 Aksi Bar-Bar Divia
96 Serangan Awal
97 Serangan Kedua....
98 Kebenaran
99 Ungkapan Rindu Maura
100 Karma Nyata...
101 Sepenggal Kisah Raichand & Divia.
102 Masalah itu Dihadapi Bukan Dihindari
103 Maafkan Mamaku
104 Si Es Balok yang Mesti Dipanaskan
105 Es Balok yang Kepanasan....
106 Hukuman Atas Keputusan Emran
107 Emran Merajuk
108 Dia Adalah Ratuku
109 Serba-serbi Pesta Resepsi.
110 Drama Malam Pertama
111 Emran yang Menjadi Bulan-bulanan
112 Akhir Pencarianku
113 Pesona Istri Simpanan
114 Dipaksa Menikah Dengan Dosen
Episodes

Updated 114 Episodes

1
Pesan Terakhir
2
Pindah Tugas
3
Keberangkatan
4
Bertemu Pria Aneh
5
Bertemu Dokter Aneh
6
Tempat dan Teman Baru
7
Bertemu Lagi
8
Sebuah Tekad
9
Perdebatan
10
Pencarian Pertama
11
Pengintaian Divia
12
Taktik Pendekatan Emran
13
Debat di Pagi Hari
14
Kalah Sebelum Perang
15
Impian Maura
16
Kenapa Senyumnya Begitu Mirip?
17
Siasat Para Musuh
18
Kekekian Rayyan
19
Divia Menemui Maura
20
Usaha Menghindar
21
Mira Kepo
22
Pencarian Kedua
23
Masih di Curigai
24
Perasaan Macam Apa Ini?
25
Menanti Kabar
26
Hati yang Terbakar
27
Kemarahan Emran.
28
Pada Akhirnya.....
29
Butuh Bukti Valid
30
Aksi Rayyan
31
Kala Musuh Kembali Bersiasat....
32
Keinginan Bram
33
Hasil yang Mengejutkan
34
Rencana Menghilang....
35
Kecewa
36
Di mana Maura?
37
Poor You, Nona Manis
38
Janji Terakhir
39
Mengatur Rencana
40
Misi Penyelamatan
41
Musuh Sebenarnya....
42
Seandainya, Dia Selembar Kertas....
43
Kau Wanita Baik, Ra
44
Divia Mencari Mantu
45
Pasti Ada Jalan Untuk Kita
46
Apa ini Cemburu?
47
Jabatan Baru
48
Rival Baru
49
Rencana Divia
50
Rumit Sekali Hidupmu, Ra....
51
Pria Sewaan Maura
52
Keputusan Sepihak
53
Penghakiman untuk Divia
54
Kesedihan Maura
55
Siasat
56
Rencana
57
Dilema Andrian
58
Sama-Sama Berkorban
59
Aksi Kucing-Kucingan Emran dan Maura
60
Ashita....
61
Pendekatan Dua Kubu
62
Pembalasan Rasa Cemburu
63
Rencana Tak Terduga dari Bram
64
Salah Paham
65
Hasutan
66
Aku Akan Berusaha....
67
Berusaha Menerima Kenyataan
68
Masih Berharap
69
Rencana Tiba-tiba....
70
Misi Kekacauan
71
Astaga, Mam....
72
Kesedihan....
73
Bertemu Keluarga yang Lain....
74
Membandingkan Sikap
75
Merasa Aneh dengan Sikapnya
76
Seandainya, Kau Masih Disini
77
Divia Kepo
78
Rencana di Hari Pernikahan
79
Kekacauan Dimulai....
80
Insiden
81
Divia Beraksi
82
Siapa Kau?
83
Dasar Pria Sialan
84
Keberangkatan Pelarian
85
Ternyata, Kau Pembohong, Ra
86
Kabar Duka
87
Apa Yang Terjadi?
88
Kambing Hitam
89
Kala Amarah Menguasai Jiwa
90
Rencana Kembali
91
Penolakan Maura....
92
Titik Temu Pelaku
93
Pertengkaran Hebat Divia dan Raichand
94
Tidak Ada Salahnya Mencoba Hal Baru
95
Aksi Bar-Bar Divia
96
Serangan Awal
97
Serangan Kedua....
98
Kebenaran
99
Ungkapan Rindu Maura
100
Karma Nyata...
101
Sepenggal Kisah Raichand & Divia.
102
Masalah itu Dihadapi Bukan Dihindari
103
Maafkan Mamaku
104
Si Es Balok yang Mesti Dipanaskan
105
Es Balok yang Kepanasan....
106
Hukuman Atas Keputusan Emran
107
Emran Merajuk
108
Dia Adalah Ratuku
109
Serba-serbi Pesta Resepsi.
110
Drama Malam Pertama
111
Emran yang Menjadi Bulan-bulanan
112
Akhir Pencarianku
113
Pesona Istri Simpanan
114
Dipaksa Menikah Dengan Dosen

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!