Bertemu Lagi

''Oh, God. Bisa tidak dia disingkirkan dari hidupku,'' keluh Maura.

''Kenapa?'' tanya Rayyan dengan tampang polosnya.

''Sepet liat mukamu,'' sewot Maura.

Tentu saja, langsung disambut gelak tawa dari Mira yang berada di belakang mereka. Bahkan, dia hampir menjatuhkan isi nampan yang di bawa.

''Baru kali ini si Dokter Playboy mendapat penolakan dari mangsanya,'' ejek gadis itu.

''Diam kau, Mira!'' hardik Rayyan, raut mukanya berubah kesal seketika.

''Makanya, jadi cowok itu gak usah TP-TP ke para cewek,'' kata Mira sambil menyuguhkan makanan kepada Maura.

''TP-TP, apa itu?'' tanya Maura yang merasa asing mendengar singkatan itu.

''Tebar Pesona, Dok. Dia emang begitu suka ghosting para wanita. Kalau udah pada baper, ditinggal gitu aja. Udah banyak korbannya, Dok."

''Diam kau, Mira!'' Rayyan mengulangi perkataannya. Dia melotot tajam kearah wanita bermulut lemes itu.

Bisa gagal acara pendekatannya. Jika Mira terus memprovokasi gadis incarannya, pikir pria itu.

''Jangan percaya sama dia, Ra. Aku pria baik-baik. Bukan seperti yang dia ucapkan. Mereka saja yang kegatelan, tidak bisa liat orang bening dikit.'' Rayyan berkelit untuk meyakinkan Maura.

''Pokok dokter jangan pernah percaya dengan apapun yang keluar dari mulutnya. Dia tukang modus, penebar rayuan,'' ucap Mira terus mengompori.

''Sejenis playboy, gitu?'' tanya Maura.

Dia mulai melahap makanannya.

''Yap, satu spesies,'' sahut Mira dengan mengacungkan sendok.

''Ck, apaan, sih?'' Rayyan berdecak tak suka. Dia benar-benar keki dibuatnya.

''Kenyataan, Dokter Rayyan,'' sewot Mira, dia memberi tatapan sengitnya pada pria itu.

Maura hanya menggeleng melihat tingkah dua orang ini. Yang satunya tidak mau mengalah, satunya lagi tidak mau disalahkan.

''Ku lihat-lihat, kalian cocok menjadi pasangan,'' ucap Maura secara tiba-tiba.

Sontak, Rayyan dan Mira saling berpandangan. Hingga, beberapa saat kemudian....

''Ogah!'' jawab mereka serempak.

''Kompak, 'kan? Fix, kalian memang cocok,'' goda Maura.

Dia tak bisa lagi menahan tawanya. Ketika melihat wajah kesal mereka berdua.

Tanpa disadari, ada sepasang mata tajam yang mengawasi, tak jauh dari tempat duduk mereka. Entah kenapa? Ada perasaan tak suka, saat melihat Maura tertawa dengan pria lain.

...----------------...

Maura merebahkan kasar tubuhnya pada sofa ruangannya. Di hari pertamanya kerja, ia sudah dihadapkan dengan operasi yang lumayan menguras tenaga. Pasien yang dia operasi sempat mengalami henti jantung. Beruntung, Maura segera mengambil tindakan, sehingga nyawa pasien itu bisa terselamatkan. Alhasil, waktu operasi menjadi lebih lama dari waktu yang ditentukan.

''Capek, Mbak?'' tanya Mira.

''Iya, capek sekaligus deg-degan. Masih terbayang peristiwa tadi.'' Maura menghembuskan nafasnya.

''Tapi, mbak hebat lho. Langsung cekatan mengambil tindakan,'' puji Mira.

''Bisa aja kamu.''

''Pulang yuk, udah jam tujuh juga.'' Maura melirik arloji di tangannya.

''Ayo, sekalian cari makan.'' Mira menayambut riang ajakan gadis itu.

''Boleh, peliharaanku udah demo,'' kelakar Maura dengan mengelus perut ratanya.

''Ternyata, mbak humoris juga, hahaha...,'' sambut Mira disertai gelak tawanya.

Kini, kedua gadis itu sudah berada di depan rumah sakit. Mereka memutuskan untuk berjalan kaki, karena mereka ingin mencari makan sekalian. Jarak rumah sakit dengan apartemen juga tidak terlalu jauh, hanya beberapa ratus meter.

''Dokter Maura.''

Karena merasa terpanggil, Maura menghentikan senda guraunya bersama Mira, lalu menoleh kearah si pemanggil.

''Ya....''

''Bisa kita bicara sebentar?'' tanya Emran.

Maura tidak langsung menjawab. Dia mengalihkan pandangan kearah Mira untuk meminta persetujuan. Dibalas anggukan pelan olehnya.

''Kalau begitu, saya permisi dulu.''

Mira berlalu begitu saja, tanpa menunggu jawaban dari temannya.

''Tapi, Mir....'' teriak Maura.

Terlambat, Mira terlanjur jauh dari pandangannya.

Maura menghela nafas pasrah, mau tak mau dia menuruti keinginan pria itu.

''Mari, kita ngobrol dengan jalan kaki,'' ajak Emran.

Dia berjalan mendahului Maura, kemudian diikuti gadis itu.

''Kamu sudah makan apa belum?'' tanya Emran untuk memecah keheningan.

''Be-belum,'' jawab Maura.

Dia sendiri bingung harus memulai pembicaraan dari mana. Dia bukanlah orang yang pandai bersosialisasi dengan orang baru, terlebih dengan lawan jenis. Bisa dibilang, dia pribadi yang Introvert.

''Kita makan dulu,'' kata Emran, dari nada bicaranya seperti tak ingin di bantah.

Dan Maura mengangguk menyetujui.

Tibalah, mereka di warung tenda pinggir jalan bertuliskan 'Bebek Bakar' sebagai menu utamanya, di bawahnya tertulis berbagai menu yang lain.

''Apa kamu keberatan, aku pilih warung pinggir jalan?'' tanya Emran dengan menatap intens wanita di depannya.

''Tidak, Pak,'' lirih Maura.

Sedari tadi gadis muda itu, selalu menundukkan kepalanya. Bukan tidak sadar, jika pria itu menatap dirinya sedari tadi, dia sangat sadar. Dan dia merasa tidak nyaman.

''Ba-bapak mau bi-bicara apa?'' tanya Maura dengan gugup.

Emran tersenyum tipis melihat kegugupan gadisnya. Ya, dia sudah mengklaim, Maura adalah gadisnya. Dia bertekad menjadikan Maura miliknya, seutuhnya.

''Tidak ada.''

Maura langsung mendongak menatap pria itu.

''Lantas, kenapa Anda berkata seperti itu tadi?''

''Apa tidak boleh?'' Emran balik bertanya dengan menatap tajam Maura.

''Bo-boleh.'' Maura segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, kemanapun asal tidak pada pria itu. Jantungnya berdetak tak karuan, setiap kali Emran menatapnya seperti itu.

''Mari makan. Setelah itu ku antarkan pulang,'' ucap Emran ketika pesanannya datang.

''Eh, tidak usah, Pak. Tempat tinggal saya sudah dekat dari sini. Saya bisa sendiri.'' Maura menolak secara halus tawaran Emran.

''Tidak baik, wanita malam-malam pulang sendiri,'' kata Emran sembari melahap makanannya.

Maura menghela nafas pasrah. Niat hati ingin segera terbebas dari pria ini, pupus sudah.

''Baiklah....''

...----------------...

Maura menyusuri jalanan sepi, jalan pintas terdekat menuju apartemen. Selama itu pula, hanya keheningan menyelimuti perjalanan mereka.

Maura yang masih bingung harus bertanya apa dan Emran yang tak berniat membuka pembicaraan.

''Pak,'' panggil Maura pelan.

''Ya, ada apa?'' Emran langsung menoleh kearah Maura.

''Kalau bapak mengantar saya. Mobil bapak bagaimana?'' tanya Maura tapi dia tidak berani menatap pria disampingnya.

''Aku bisa kembali lagi untuk mengambilnya. Seperti katamu, 'tidak terlalu jauh'. Jadi, kenapa tidak?'' sahutnya enteng.

''Tapi, saya jadi merepotkan bapak,'' kata Maura merasa tidak enak.

''Sama sekali, tidak. Karena saya yang mau,'' tegas Emran.

''Pria ini benar-benar tidak bisa dibantah,'' batin Maura.

''Terserah bapak sajalah.'' Gadis itu berkata pasrah.

Tak berselang lama, mereka sampai di depan gerbang tempat tinggal Maura.

''Terimakasih sudah repot-repot mengantar saya.''

''Jangan terlalu formal, kita sedang tidak di jam kerja. Dan satu lagi....'' Emran menggantung ucapannya.

''Ya?''

''Jangan memanggilku bapak. Aku belum setua itu.''

''Lalu, harus ku panggil apa?'' tanya Maura dengan polosnya.

''Sayang,'' bisik Emran.

Maura mematung di tempat. Dia menatap aneh dokter tampan itu.

''Bercanda,'' kekeh Emran.

''A-aku masuk dulu.''

''Tunggu! Mana ponselmu?'' tanya Emran dengan menengadahkan tangan.

''Untuk apa?''

''Sudah, cepat kemarikan! Kalau tidak, kau tidak boleh masuk.'' Emran memaksa.

Dengan terpaksa, Maura menyerahkan benda yang diminta pria itu, sekalian membuka kuncinya.

Emran tampak mengutak-atik benda itu, tak berselang lama, dia mengembalikan pada pemiliknya.

''Sudah. Nomorku jangan dihapus, jangan diganti.'' Emran memberi peringatan keras.

''Iya.''

''Cepat masuk!'' Emran mendorong pelan bahu Maura, ''Jangan tidur terlalu malam.''

Maura mengangguk diringi senyum manisnya.

Emran masih memperhatikan punggung Maura, hingga memasuki lobby. Setelah benar-benar masuk, baru dia pergi dari sana dengan senyum yang tak pernah pudar dari bibirnya.

Terpopuler

Comments

Daniela Whu

Daniela Whu

kurang suka sy kl ada laki" yg bru kenal sdh mengklaim milik x bgtu... jaim" dikit kek tau" sdh cemburu kl ada yg deketin ngk perjuangan banget sih jd cowok

2023-01-16

2

Farida Wahyuni

Farida Wahyuni

pedekate nya maksa bgt. kalau aku ilfil duluan kalau laki2nya kayak emran. tp kayak rayyan juga ga bgt deh.

2022-10-22

3

lihat semua
Episodes
1 Pesan Terakhir
2 Pindah Tugas
3 Keberangkatan
4 Bertemu Pria Aneh
5 Bertemu Dokter Aneh
6 Tempat dan Teman Baru
7 Bertemu Lagi
8 Sebuah Tekad
9 Perdebatan
10 Pencarian Pertama
11 Pengintaian Divia
12 Taktik Pendekatan Emran
13 Debat di Pagi Hari
14 Kalah Sebelum Perang
15 Impian Maura
16 Kenapa Senyumnya Begitu Mirip?
17 Siasat Para Musuh
18 Kekekian Rayyan
19 Divia Menemui Maura
20 Usaha Menghindar
21 Mira Kepo
22 Pencarian Kedua
23 Masih di Curigai
24 Perasaan Macam Apa Ini?
25 Menanti Kabar
26 Hati yang Terbakar
27 Kemarahan Emran.
28 Pada Akhirnya.....
29 Butuh Bukti Valid
30 Aksi Rayyan
31 Kala Musuh Kembali Bersiasat....
32 Keinginan Bram
33 Hasil yang Mengejutkan
34 Rencana Menghilang....
35 Kecewa
36 Di mana Maura?
37 Poor You, Nona Manis
38 Janji Terakhir
39 Mengatur Rencana
40 Misi Penyelamatan
41 Musuh Sebenarnya....
42 Seandainya, Dia Selembar Kertas....
43 Kau Wanita Baik, Ra
44 Divia Mencari Mantu
45 Pasti Ada Jalan Untuk Kita
46 Apa ini Cemburu?
47 Jabatan Baru
48 Rival Baru
49 Rencana Divia
50 Rumit Sekali Hidupmu, Ra....
51 Pria Sewaan Maura
52 Keputusan Sepihak
53 Penghakiman untuk Divia
54 Kesedihan Maura
55 Siasat
56 Rencana
57 Dilema Andrian
58 Sama-Sama Berkorban
59 Aksi Kucing-Kucingan Emran dan Maura
60 Ashita....
61 Pendekatan Dua Kubu
62 Pembalasan Rasa Cemburu
63 Rencana Tak Terduga dari Bram
64 Salah Paham
65 Hasutan
66 Aku Akan Berusaha....
67 Berusaha Menerima Kenyataan
68 Masih Berharap
69 Rencana Tiba-tiba....
70 Misi Kekacauan
71 Astaga, Mam....
72 Kesedihan....
73 Bertemu Keluarga yang Lain....
74 Membandingkan Sikap
75 Merasa Aneh dengan Sikapnya
76 Seandainya, Kau Masih Disini
77 Divia Kepo
78 Rencana di Hari Pernikahan
79 Kekacauan Dimulai....
80 Insiden
81 Divia Beraksi
82 Siapa Kau?
83 Dasar Pria Sialan
84 Keberangkatan Pelarian
85 Ternyata, Kau Pembohong, Ra
86 Kabar Duka
87 Apa Yang Terjadi?
88 Kambing Hitam
89 Kala Amarah Menguasai Jiwa
90 Rencana Kembali
91 Penolakan Maura....
92 Titik Temu Pelaku
93 Pertengkaran Hebat Divia dan Raichand
94 Tidak Ada Salahnya Mencoba Hal Baru
95 Aksi Bar-Bar Divia
96 Serangan Awal
97 Serangan Kedua....
98 Kebenaran
99 Ungkapan Rindu Maura
100 Karma Nyata...
101 Sepenggal Kisah Raichand & Divia.
102 Masalah itu Dihadapi Bukan Dihindari
103 Maafkan Mamaku
104 Si Es Balok yang Mesti Dipanaskan
105 Es Balok yang Kepanasan....
106 Hukuman Atas Keputusan Emran
107 Emran Merajuk
108 Dia Adalah Ratuku
109 Serba-serbi Pesta Resepsi.
110 Drama Malam Pertama
111 Emran yang Menjadi Bulan-bulanan
112 Akhir Pencarianku
113 Pesona Istri Simpanan
114 Dipaksa Menikah Dengan Dosen
Episodes

Updated 114 Episodes

1
Pesan Terakhir
2
Pindah Tugas
3
Keberangkatan
4
Bertemu Pria Aneh
5
Bertemu Dokter Aneh
6
Tempat dan Teman Baru
7
Bertemu Lagi
8
Sebuah Tekad
9
Perdebatan
10
Pencarian Pertama
11
Pengintaian Divia
12
Taktik Pendekatan Emran
13
Debat di Pagi Hari
14
Kalah Sebelum Perang
15
Impian Maura
16
Kenapa Senyumnya Begitu Mirip?
17
Siasat Para Musuh
18
Kekekian Rayyan
19
Divia Menemui Maura
20
Usaha Menghindar
21
Mira Kepo
22
Pencarian Kedua
23
Masih di Curigai
24
Perasaan Macam Apa Ini?
25
Menanti Kabar
26
Hati yang Terbakar
27
Kemarahan Emran.
28
Pada Akhirnya.....
29
Butuh Bukti Valid
30
Aksi Rayyan
31
Kala Musuh Kembali Bersiasat....
32
Keinginan Bram
33
Hasil yang Mengejutkan
34
Rencana Menghilang....
35
Kecewa
36
Di mana Maura?
37
Poor You, Nona Manis
38
Janji Terakhir
39
Mengatur Rencana
40
Misi Penyelamatan
41
Musuh Sebenarnya....
42
Seandainya, Dia Selembar Kertas....
43
Kau Wanita Baik, Ra
44
Divia Mencari Mantu
45
Pasti Ada Jalan Untuk Kita
46
Apa ini Cemburu?
47
Jabatan Baru
48
Rival Baru
49
Rencana Divia
50
Rumit Sekali Hidupmu, Ra....
51
Pria Sewaan Maura
52
Keputusan Sepihak
53
Penghakiman untuk Divia
54
Kesedihan Maura
55
Siasat
56
Rencana
57
Dilema Andrian
58
Sama-Sama Berkorban
59
Aksi Kucing-Kucingan Emran dan Maura
60
Ashita....
61
Pendekatan Dua Kubu
62
Pembalasan Rasa Cemburu
63
Rencana Tak Terduga dari Bram
64
Salah Paham
65
Hasutan
66
Aku Akan Berusaha....
67
Berusaha Menerima Kenyataan
68
Masih Berharap
69
Rencana Tiba-tiba....
70
Misi Kekacauan
71
Astaga, Mam....
72
Kesedihan....
73
Bertemu Keluarga yang Lain....
74
Membandingkan Sikap
75
Merasa Aneh dengan Sikapnya
76
Seandainya, Kau Masih Disini
77
Divia Kepo
78
Rencana di Hari Pernikahan
79
Kekacauan Dimulai....
80
Insiden
81
Divia Beraksi
82
Siapa Kau?
83
Dasar Pria Sialan
84
Keberangkatan Pelarian
85
Ternyata, Kau Pembohong, Ra
86
Kabar Duka
87
Apa Yang Terjadi?
88
Kambing Hitam
89
Kala Amarah Menguasai Jiwa
90
Rencana Kembali
91
Penolakan Maura....
92
Titik Temu Pelaku
93
Pertengkaran Hebat Divia dan Raichand
94
Tidak Ada Salahnya Mencoba Hal Baru
95
Aksi Bar-Bar Divia
96
Serangan Awal
97
Serangan Kedua....
98
Kebenaran
99
Ungkapan Rindu Maura
100
Karma Nyata...
101
Sepenggal Kisah Raichand & Divia.
102
Masalah itu Dihadapi Bukan Dihindari
103
Maafkan Mamaku
104
Si Es Balok yang Mesti Dipanaskan
105
Es Balok yang Kepanasan....
106
Hukuman Atas Keputusan Emran
107
Emran Merajuk
108
Dia Adalah Ratuku
109
Serba-serbi Pesta Resepsi.
110
Drama Malam Pertama
111
Emran yang Menjadi Bulan-bulanan
112
Akhir Pencarianku
113
Pesona Istri Simpanan
114
Dipaksa Menikah Dengan Dosen

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!