Pagi hari....
Maura dan kedua orang tua angkatnya sudah berada di terminal. Jangan lupakan Alvaro, pemuda itu juga turut mengantarkan keberangkatan sahabatnya.
''Maura, sebenarnya bunda keberatan dengan kepindahanmu ini. Tapi, mau bagaimana lagi? Kamu juga berhak bertemu dengan keluarga kandungmu,'' kata Yunita dengan mata berkaca-kaca.
''Jaga diri baik-baik, Ra. Jika kamu ingin pulang, kemarilah! Kami masih keluargamu.'' Mahesa mengusap pucuk kepala putri angkatnya.
Meski, bukan darah dagingnya sendiri. Tak ada darahnya yang mengalir dalam diri gadis itu. Tapi, dia teramat menyayanginya. Ia sudah menganggap Maura sebagai putri kandungnya sendiri. Mengingat dirinya tak'kan pernah bisa mempunyai keturunan. Karena dia sudah divonis mandul, sejak puluhan tahun yang lalu.
Di tengah kekalutannya saat itu, Mahesa dan sang istri bertemu dengan seorang wanita hamil di hutan yang tak jauh dari tempatnya berlibur, yang tak lain dan tak bukan adalah Riyana.
Kondisi Riyana saat itu begitu lemah dan memprihatikan, dengan perut buncitnya. Wanita hamil tersebut meminta tolong pada Mahesa dan sang istri untuk menyelamatkan bayi yang tengah dikandungnya.
"Tolong bantu saya, Tuan! Tak apa kalau saya tak selamat, yang penting bayi ini tetap hidup," ucap Riyana sebelum kesadarannya menghilang.
Mahesa dan Yunita segera membawa wanita malang itu ke rumah sakit terdekat saat melihat ada darah yang mengalir dari pangkal pahanya.
Riyana segera mendapat penanganan, bayinya bisa di selamatkan. Tapi, wanita malang itu harus terbaring koma selama beberapa waktu. Hingga, akhirnya dia bisa sadar kembali.
Mulai saat itu, Mahesa memutuskan untuk mengadopsi bayi mungil yang mereka beri nama Maura, tanpa memisahkan dari ibu kandungnya. Yunita pun menyambut baik keputusan sang suami. Karena memang dia sudah jatuh hati dengan bayi mungil itu sejak pertama kali melihatnya.
''Pasti, Yah. Kalian juga jaga kesehatan baik-baik. Jangan terlalu lelah bekerja, ayah sudah tua. Waktunya istirahat.''
Suara Maura bagaikan magnet yang menarik paksa kesadaran Mahesa dari ingatan di masa lalu
''Dengarkan, Yah. Pesan dari putrimu itu,'' sewot Yunita.
''Dia suka keras kepala, Ra. Kalau bunda yang ngomong pasti gak akan di dengar sama dia.'' Ganti Yunita yang mengadu.
''Jangan lupain aku, Ra. Ingat wajahku yang tampan ini,'' kata Alvaro dengan menaik turunkan alisnya.
''Iya, gak bakal gue nglupain sahabat modelan cupu kek loe.'' Maura meninju pelan lengan pemuda itu.
Alvaro mencebikkan bibirnya, wanita ini memang selalu mengatai dirinya seperti itu.
Terdengar suara kondektur bus yang memberitahukan, jika bus akan segera berangkat. Maura segera berpamitan pada orang tua angkatnya dengan mencium kedua tangannya. Tak lupa, dia juga memeluk sahabatnya sebagai tanda perpisahan.
''Aku berangkat....''
Sesampainya di dalam bus, Maura memilih tempat duduk di dekat kaca lalu menoleh ke arah kedua orang tuanya dan sahabatnya yang masih belum beranjak dari tempatnya.
Perlahan-lahan, bus yang di tumpanginya mulai berjalan meninggalkan area terminal. Maura melambaikan tangannya ke arah mereka dengan air mata yang tidak dapat di bandung lagi.
'Bu, aku berangkat. Doakan aku, restui jalanku....'
Maura menggenggam erat kalung yang tersembunyi di balik bajunya.
...----------------...
Baru setengah perjalanan, bus yang di tumpangi Maura berhenti di terminal yang ada di Kota Surabaya untuk parkir terlebih dahulu. Dari terminal itu, para penumpang yang mempunyai tujuan ke ibukota diminta turun untuk dioper ke bus lain.
Entah, apa tujuannya? Maura sebagai penumpang hanya bisa mengikuti instruksi saja.
Maura sudah duduk dengan tenang di bangku yang dipilihnya. Sembari menunggu keberangkatan selanjutnya, dia mendengarkan musik melalui headset yang sengaja dia pasang di telinganya. Tapi, masih masih bisa mendengar suara lain di sekitarnya. Para pedagang asongan yang menjajakan dagangannya juga para pengamen yang menyumbangkan suaranya yang tidak seberapa.
''Permisi, Mbak.'' Seorang pengamen menyodorkan kantong plastik bekas permen ke hadapannya.
Tanpa berpikir lama, Maura segera memberikan selembar uang berwarna biru miliknya yang langsung disambut senyum cerah oleh pemuda itu.
''Terimakasih, Mbak,'' ucapnya ceria.
Maura menganggukkan kepalanya diiringi senyum tulusnya.
Maura kembali memejamkan matanya sambil menikmati musik yang masih dia dengar. Namun, tiba-tiba dirinya dibuat terkejut saat salah satu headset-nya diambil oleh seseorang.
''Eh....'' Maura segera membuka matanya dan menoleh pada pria yang duduk di sampingnya.
''Numpang, hehehe...,'' kata pria itu dengan memberikan senyum tengilnya.
Tak ingin pusing, Maura melilih mengabaikan keberadaannya.
Tak menunggu lama, bus yang di tumpangi Maura mulai berjalan meninggalkan area itu.
''Mau kemana, Mbak?'' tanya pria itu mencoba beramah-tamah pada gadis di sebelahnya.
Maura mengernyit bingung sekaligus waspada, ketika pria di sebelahnya bersikap sok akrab. Padahal, mereka tidak mengenal satu sama lain.
'Jangan-jangan dia punya niat buruk,' batin Maura was-was.
''Mau apa kamu? Kamu copet, 'kan? Gak usah modus kamu,'' cecar Maura dengan ketus.
Ganti pria itu yang mengernyit bingung mendengar tuduhan yang dilayangkan kepadanya.
''Ya ampun, Mbak. Jangan berburuk sangka dulu. Masa muka seganteng ini di bilang copet,'' sahut pria itu tidak terima, ''Aku cuma mau kenalan sama mbaknya,'' sambung pria itu.
''Aku Rayyan,'' kata pria itu sambil mengulurkan tangannya.
Perlahan-lahan, Rayyan menarik tangannya kembali karena tak kunjung mendapat tanggapan dari gadis disampingnya.
''Gak nanya,'' jawab Maura cuek.
'Gadis manis,'' batin Rayyan sambil menatap lekat wajah Maura.
''Apa lihat-lihat?'' tanya Maura masih dengan keketusannya saat menyadari Rayyan tengah menatap intens kearahnya.
''Kamu cantik.''
Maura melirik sinis pria yang berada disebelahnya.
''Orang aneh,'' gumamnya.
Rayyan masih menatap lekat wajah Maura. Entah kenapa dia merasa sangat familiar dengan wajah itu. Sangat mirip dengan....
''Mata tolong di kondisikan,'' sindir Maura.
Dia memalingkan mukanya kearah jendela, baginya pemandangan diluar sana lebih menarik ketimbang meladeni pria aneh bernama Rayyan ini.
''Aku seperti familiar dengan wajahmu. Mirip seseorang tapi siapa, ya?'' Rayyan masih berusaha mengingat seseorang yang sangat mirip dengan wanita ini.
''Sudahlah, gak usah modus. Gak berpengaruh buatku,'' timpal Maura tanpa melihat ke arah Rayyan.
''Ha! Aku ingat!'' pekik Rayyan secara tiba-tiba.
Yang mana bukan hanya Maura yang terkejut. Melainkan, penumpang lainnya juga. Alhasil, saat ini mereka tengah menjadi pusat perhatian.
''Ya, Tuhan.... Kesialan apa ini? Kenapa aku bertemu pria aneh seperti dia,'' keluh Maura dalam hati.
''Muka mbak itu mirip sekali sama Om ku.''
''Hah!''
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Zainab ddi
semoga rayyan bisa nolong maura
2022-12-21
1
Ig : @smiling_srn27 🎀
Ceritanya menarik, semangat terus yaa 🥰
2022-10-24
1