Akhirnya, setelah menempuh perjalanan hampir sepuluh jam, Maura sampai juga di kota tujuannya. Dia melangkah menyusuri jalanan yang masih lumayan ramai, meski waktu hampir menununjukkan tengah malam. Dia harus extra hati-hati berada disini, mengingat angka kriminalitas di kota besar cukup tinggi. Beruntung, barang bawaannya tidaklah banyak, cukup sebuah ransel besar saja.
Langkah pertama yang menjadi tujuan Maura adalah restoran dua puluh empat jam karena cacing-cacing dalam perutnya sudah berdemo ria. Layaknya para buruh yang berbulan-bulan tidak mendapatkan gaji.
Berlanjut mencari hotel atau penginapan untuk beristirahat malam ini. Baru keesokan paginya, dia akan mencari kontrakan atau kos-kosan yang dekat dengan tempat kerjanya.
''Hai, kita bertemu lagi.'' Suara seseorang mengejutkan Maura yang tengah menunggu pesanannya tiba.
''Oh, astaga...,'' keluh Maura.
''Kenapa harus bertemu dia lagi, sih?''
''Makan disini juga? Sama aku juga mau ngisi perut sambil nunggu jemputan,'' kata Rayyan.
Pemuda itu masih saja bersikap sok akrab, meski tak pernah digubris oleh gadis itu.
''Gak nanya,'' sahut Maura cuek. Dirinya malah asik men-scroll ponselnya untuk mencari hotel terdekat.
Seorang pelayan datang membawakan pesanan gadis itu. Tanpa mempedulikan keberadaan pria di depannya, Maura dengan santai melahap makanannya. Karena perutnya benar-benar terasa perih dan melilit.
''Kamu mau mencari pekerjaan, di kota ini?'' tebak Rayyan, matanya melirik tas besar yang ada di sebelah tempat duduk wanita itu.
''Hmmm....''
''Wah! Kebetulan. Di rumahku sedang membutuhkan ART. Pembantu yang lama mengundurkan diri karena sudah sepuh. Dan kita belum mendapat penggantinya. Mungkin kamu tertarik bekerja disana?''
Maura menghentikan kunyahannya, lalu menatap tajam pria di hadapannya.
Sedangkan, Rayyan tidak merasa jika sedang ditatap demikian oleh wanita di depannya. Dia masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
'Semoga saja dia mau menerima penawaran ku. Lumayan, 'kan? Bisa sekalian deketin dia,' batin Rayyan menyeringai.
''Kamu pikir wajahku ini, tampang-tampang pembokat?''
''Eh!''
Rayyan terkejut ketika melihat reaksi Maura. Benar-benar diluar ekspektasi. Dia sudah percaya diri, wanita itu mau menerima penawarannya. Ternyata, malah sebaliknya.
''Hari ini, aku sial dua kali karena bertemu pria aneh sepertimu,'' ucap Maura dengan kesal.
Dia menyelipkan dua lembar uang berwarna orange di bawah gelas, mengambil kasar ranselnya, lalu pergi begitu saja meninggalkan pria aneh itu.
Maura terus melanjutkan langkahnya tanpa mempedulikan teriakan Rayyan yang terus memangilnya.
''Hei, Kamu! Jangan pergi! Aku minta maaf kalau salah omong.''
Bukannya berhenti, justru Maura mempercepat langkahnya.
Rayyan ingin mengejar wanita incarannya. Tapi, gagal karena kedatangan omnya.
''Kenapa kamu teriak-teriak seperti itu?''
''Aduh, Om. Kenapa keburu datang, sih? Aku mau mengejar dia.'' Rayyan menujuk punggung Maura yang kian menjauh.
''Nanti kalau om gak keburu datang, kamu marah-marah gak jelas ke om,'' sindir pria paruh baya itu membela diri.
''Tapi kedatangan om itu di waktu yang tidak tepat.'' Rayyan menyunggar kasar rambutnya, wajahnya tampak frustasi.
''Sudahlah. Ayo, pulang! Besok kamu juga harus kerja, 'kan?'' ajak si om untuk mengalihkan perhatian keponakannya.
''Tapi, Om. Dia....''
''Kalau jodoh pasti bertemu. Ayo, sudah malam ini. Besok om ada rapat penting,'' ajaknya setengah memaksa.
Rayyan mengikuti omnya masuk kedalam mobil dengan setengah hati.
...----------------...
''Terimakasih,'' ucap Maura saat menerima kunci kamar yang di pesannya.
''Terimakasih kembali,'' balas si resepsionis dengan ramahnya.
Maura segera menuju kamarnya. Dia ingin mengistirahatkan tubuhnya yang terasa pegal karena seharian duduk di bangku kendaraan.
Sesampainya disana, Maura merebahkan dirinya di kasur empuk sembari memejamkan mata. Tapi, baru beberapa saat matanya kembali terbuka, kala mengingat ucapan pria aneh yang dia temui tadi.
''Muka mbak mirip sekali dengan omku.''
Maura membenarkan duduknya menghadap pemuda itu.
'HAH! Maksudnya, bagaimana?'' tanyanya dengan rasa penasaran yang menggunung.
''Iya, mirip banget, seperti omku versi wanita. Dulu, dia pernah kehilangan istrinya yang masih mengandung. Diculik sama rival bisnisnya. Ketika omku sudah menemukan titik keberadaannya. Eh, istrinya sudah tidak ada di tempat.''
Maura tertegun mendengarnya, 'Kenapa cerita itu seperti berkesinambungan? Mungkinkah?'' batinnya bertanya-tanya.
''Apa setelah itu tidak dicari?'' Maura berusaha mengorek informasi dari pria ini.
''Sudah bahkan, sampai saat ini, omku masih mencarinya tapi tetap hasilnya nihil. Jejaknya seperti hilang di telan bumi. Entah, istri dan anaknya itu masih hidup atau tidak.''
''Kenapa tidak dilacak keberadaannya?'' tanya Maura lagi.
''Zaman dulu belum secanggih sekarang.'' Rayyan menimpali.
''Apa mungkin dia?'' Maura berusaha menerka-nerka, ''Ah, tapi mana mungkin? Bisa aja itu orang lain, 'kan?'' Maura menyangkal keras pikiran itu.
Dia memilih mengistirahatkan tubuhnya karena waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Besok, dia masih harus mendatangi rumah sakit tempatnya bekerja untuk menyerahkan berkas-berkas kepindahannya. Sekalian, mencari tempat tinggal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Melisa Author
Maura juga .. 🤣🤣🤣
2023-01-14
0
Melisa Author
Pemeran aku nih Mbak Miss 👋
2023-01-14
1
mama Al
Om nya papanya Maula kqyann6
2022-11-23
1