Sebuah Tekad

Emran Khan, pria blasteran Indonesia-India. Berusia 32 tahun, yang berstatus lajang. Dia merupakan pimpinan tertinggi, sekaligus putra pemilik rumah sakit Harapan Bersama, tempat Maura bekerja.

Dia mempunyai saudara kembar, bernama Emru Khan. Jika Emran terjun di dunia kesehatan, maka berbeda dengan sang adik. Emru memilih terjun di dunia bisnis, meneruskan kerajaan bisnis keluarganya yang bergerak di bidang farmasi dan penyedia peralatan rumah sakit.

Emran tak dapat memudarkan senyumnya, setelah berhasil mengantar Maura sampai ke tempat tinggalnya. Bukan hanya itu, dia juga berhasil mendapatkan kontak gadis itu.

Senyum itu ia bawa sampai memasuki rumah. Dia berhasil membuat para pelayan yang dia jumpai terheran-heran. Bahkan, kedua orang tuanya beserta adiknya pun bereaksi sama.

Pasalnya, Emran terkenal dengan kepribadiannya yang angkuh, dingin dan cuek kepada siapapun, kecuali pada keluarganya. Jarang sekali, dia menunjukkan senyum seperti itu.

''Kak,'' panggil Divia, sang ibu.

Emran menghentikan langkahnya sejenak.

''Iya, Mam.''

''Kemari,'' titah Divia.

Emran menurut menghampiri ibunya.

''Tidak panas,'' gumam wanita paruh baya itu, saat menyentuh dahi putranya.

''Kenapa?''

''Kamu gak ketempelan jin, 'kan? Habis dari mana kamu, Emran?'' tanya Divia, raut khawatir tertampak jelas dari mukanya.

Emran dibuat bingung dengan pertanyaan ibunya. Dia mengalihkan pandangan pada ayah dan adiknya secara bergantian, untuk meminta penjelasan. Tapi dua laki-laki beda usia itu, kompak mengedikkan bahunya.

''Tidak dari mana-mana. Hanya dari rumah sakit,'' jawab Emran.

''Bohong! Pasti kamu habis dari tempat-tempat angker, 'kan?'' Divia menodong Emran dengan prasangkanya.

''Tidak, Mam. Aku jujur. Suwer!'' Emran mengangkat kedua jarinya, untuk meyakinkan sang ibu.

''Lantas, kenapa kamu senyum-senyum seperti itu?'' tanya Divia dengan mata memicing.

Bukan menjawab, Emran kembali tersenyum saat teringat kebersamaannya dengan Maura beberapa saat yang lalu.

''Tingkahmu itu membuat mama semakin yakin, kalau dugaan mama benar,'' kata Divia yang sedari tadi memperhatikan putranya.

''Papa, kenapa santai sekali? Melihat anaknya seperti itu. Diusahain apa, gitu. Di panggilkan ustadz atau yang lainnya. Biar berhenti si Emran seperti itu. Mama ngeri melihatnya.'' Divia beralih mengomeli suaminya.

Sedangkan, yang diomeli masih menunjukkan sikap santainya. Pria paruh baya itu, malah asik dengan buku di tangannya.

''Papa!'' teriak Divia dengan kesalnya.

''Apa, Mam?''

''Papa dengar mama tidak?'' Divia semakin menunjukkan raut muka yang tidak bersahabat.

Raichand menghela nafas. ''Mama seperti tidak pernah muda. Anakmu itu sedang kasmaran bukan kesurupan.''

Ucapan si ayah, diangguki mantap oleh Emru.

''Benar begitu, Kak?'' Divia bertanya pada putranya yang sedari tadi masih asik dengan dunianya sendiri.

''Aku ke kamar dulu.'' Emran melenggang pergi begitu saja, meninggalkan sang ibu dengan sejuta rasa penasarannya.

''Emran! Kau jatuh cinta dengan siapa? Beritahu mama, siapa dia.''

''Emran!''

Emran terus melangkah menapaki tangga, mengabaikan teriakan ibunya yang sedari tadi memanggilnya.

Setelah membersihkan diri, Emran merebahkan daksa lelahnya di ranjang empuknya. Bayangan wajah Maura masih menari-nari dalam pikirannya.

Ingatannya mengembara pada peritiwa pagi itu, ketika dia tengah meneliti berkas seorang dokter pindahan dari cabang rumah sakitnya. Dia melihat foto Maura, bukan foto selfie. Melainkan, foto resmi yang biasa digunakan untuk melamar pekerjaan. Dokter muda itu begitu terpesona dengan senyuman Maura. Senyum manis yang sangat menenangkan. Entah kenapa? Dia begitu nyaman memandangnya.

Terlebih, setelah bertemu secara langsung dengan orangnya. Emran benar-benar dibuat terpesona, namun ia tutupi dengan sikap dinginnya. Matanya terpejam meresapi suara lembut dari bibir mungil itu. Seakan suara Maura terus terngiang-ngiang dalam pendengarannya.

''Ah, Maura.... Aku bisa gila karnamu,'' gumamnya.

Emran menyangga kepalanya dengan kedua tangan yang ia gunakan sebagai bantalan.

''Maura, aku harus mendapatkanmu. Aku tidak boleh kalah start dengan Rayyan si dokter kandungan itu. Apalagi, aku melihat mereka makan bersama siang tadi. Kau harus menjadi milikku Maura.''

...----------------...

Di sisi lain....

Seorang pria paruh baya, tengah merenung sendirian di ruang kerjanya. Jemari tangannya mengusap lembut sebuah foto yang berada di meja kerjanya. Foto dirinya tengah memeluk wanita hamil dari belakang. Foto kebersamaannya bersama sang istri puluhan tahun lalu, sebelum dia menghilang di culik oleh rival bisnisnya.

''Kemana kau, Riyana? Puluhan tahun aku mencarimu. Tapi, kenapa jejakmu menghilang bagaikan di telan bumi? Aku merindukanmu, kenapa kau begitu tega kepadaku? Setiap hari, setiap malam aku tersiksa dengan perasaan ini. Aku ingin memelukmu,'' kata Bram dengan mata berkaca-kaca.

''Apa kau tidak merindukanku, sehingga kau menghilang selama ini? Bagaimana dengan anak kita? Selamatkah, dia? Apa jenis kelaminnya, laki-laki atau perempuan? Bagaimana rupanya, mirip denganmu atau mirip denganku? Aku ingin melihatnya. Tapi apapun itu, aku tidak peduli. Aku tetap menyayanginya. Kembalilah, Riyana." Air mata mengalir deras di pipinya

Bram memeluk erat foto itu, seolah tengah memeluk tubuh wanita yang sangat di cintainya. Dia menangis tergugu, tangisan yang begitu menyayat hati bagi siapapun yang mendengar.

Dua puluh enam tahun lalu, Brammendapat kabar yang begitu mengejutkan. Riyana menghilang saat akan menyusul dirinya ke kantor. Kebiasaan wanita itu, selalu menyempatkan diri untuk mengirim makan siang kepada suaminya. Tak peduli dengan perut yang kian membesar.

Kala itu, Bram benar-benar kalut hingga dia meninggalkan meeting pentingnya bersama investor asing, yang ingin berinvestasi pada perusahaannya. Dia mengerahkan seluruh anak buahnya. Bahkan, dia turun tangan sendiri mencari keberadaan sang istri.

Usaha kerasnya membuahkan hasil. Dua hari setelah peristiwa itu, Bram menemukan titik keberadaan Riyana. Tanpa pikir panjang dan tak peduli tengah malam, Bram segera menuju titik lokasi. Tak lupa, dia juga membawa aparat kepolisian secara diam-diam untuk menangkap si pelaku.

Pikiran Bram semakin tidak karuan, rasa khawatir merasuk hebat dalam jiwanya. Saat mengetahui, lokasi penyekapan Riyana berada di tengah hutan. Dia sangat mengkhawatirkan kondisi istri dan calon anaknya.

Namun naas, dia memang berhasil menangkap otak penculikan. Tapi, dia kehilangan sang istri. Riyana berhasil kabur dari tempat itu. Bahkan, dia meninggalkan barang bawaannya. Bisa dipastikan, wanita itu kabur seorang diri.

Pikiran benar-benar kalut, dia berusaha mencari keberadaan wanita itu dengan melibatkan kepolisian.

Berbulan-bulan melakukan pencarian, tetap tak menemukan titik terang. Hingga polisi memutuskan untuk menghentikan pencarian dan memutuskan, jika Riyana mungkin sudah tewas dimakan binatang buas yang ada disana. Mengingat kondisi hutan itu sangatlah lebat.

Awalnya, Bram sangat murka mendengar keputusan itu. Tapi dia berusaha menyadarkan dirinya. Dia memutuskan akan terus mencari Riyana, sampai kapanpun juga. Tak peduli, jika harus menghabiskan seluruh hidupnya untuk mencari wanita itu.

''Sebelum aku melihat makamnya dengan mata kepalaku sendiri. Aku akan terus mencari keberadaannya, sampai kapanpun juga,'' tekadnya kala itu.

Episodes
1 Pesan Terakhir
2 Pindah Tugas
3 Keberangkatan
4 Bertemu Pria Aneh
5 Bertemu Dokter Aneh
6 Tempat dan Teman Baru
7 Bertemu Lagi
8 Sebuah Tekad
9 Perdebatan
10 Pencarian Pertama
11 Pengintaian Divia
12 Taktik Pendekatan Emran
13 Debat di Pagi Hari
14 Kalah Sebelum Perang
15 Impian Maura
16 Kenapa Senyumnya Begitu Mirip?
17 Siasat Para Musuh
18 Kekekian Rayyan
19 Divia Menemui Maura
20 Usaha Menghindar
21 Mira Kepo
22 Pencarian Kedua
23 Masih di Curigai
24 Perasaan Macam Apa Ini?
25 Menanti Kabar
26 Hati yang Terbakar
27 Kemarahan Emran.
28 Pada Akhirnya.....
29 Butuh Bukti Valid
30 Aksi Rayyan
31 Kala Musuh Kembali Bersiasat....
32 Keinginan Bram
33 Hasil yang Mengejutkan
34 Rencana Menghilang....
35 Kecewa
36 Di mana Maura?
37 Poor You, Nona Manis
38 Janji Terakhir
39 Mengatur Rencana
40 Misi Penyelamatan
41 Musuh Sebenarnya....
42 Seandainya, Dia Selembar Kertas....
43 Kau Wanita Baik, Ra
44 Divia Mencari Mantu
45 Pasti Ada Jalan Untuk Kita
46 Apa ini Cemburu?
47 Jabatan Baru
48 Rival Baru
49 Rencana Divia
50 Rumit Sekali Hidupmu, Ra....
51 Pria Sewaan Maura
52 Keputusan Sepihak
53 Penghakiman untuk Divia
54 Kesedihan Maura
55 Siasat
56 Rencana
57 Dilema Andrian
58 Sama-Sama Berkorban
59 Aksi Kucing-Kucingan Emran dan Maura
60 Ashita....
61 Pendekatan Dua Kubu
62 Pembalasan Rasa Cemburu
63 Rencana Tak Terduga dari Bram
64 Salah Paham
65 Hasutan
66 Aku Akan Berusaha....
67 Berusaha Menerima Kenyataan
68 Masih Berharap
69 Rencana Tiba-tiba....
70 Misi Kekacauan
71 Astaga, Mam....
72 Kesedihan....
73 Bertemu Keluarga yang Lain....
74 Membandingkan Sikap
75 Merasa Aneh dengan Sikapnya
76 Seandainya, Kau Masih Disini
77 Divia Kepo
78 Rencana di Hari Pernikahan
79 Kekacauan Dimulai....
80 Insiden
81 Divia Beraksi
82 Siapa Kau?
83 Dasar Pria Sialan
84 Keberangkatan Pelarian
85 Ternyata, Kau Pembohong, Ra
86 Kabar Duka
87 Apa Yang Terjadi?
88 Kambing Hitam
89 Kala Amarah Menguasai Jiwa
90 Rencana Kembali
91 Penolakan Maura....
92 Titik Temu Pelaku
93 Pertengkaran Hebat Divia dan Raichand
94 Tidak Ada Salahnya Mencoba Hal Baru
95 Aksi Bar-Bar Divia
96 Serangan Awal
97 Serangan Kedua....
98 Kebenaran
99 Ungkapan Rindu Maura
100 Karma Nyata...
101 Sepenggal Kisah Raichand & Divia.
102 Masalah itu Dihadapi Bukan Dihindari
103 Maafkan Mamaku
104 Si Es Balok yang Mesti Dipanaskan
105 Es Balok yang Kepanasan....
106 Hukuman Atas Keputusan Emran
107 Emran Merajuk
108 Dia Adalah Ratuku
109 Serba-serbi Pesta Resepsi.
110 Drama Malam Pertama
111 Emran yang Menjadi Bulan-bulanan
112 Akhir Pencarianku
113 Pesona Istri Simpanan
114 Dipaksa Menikah Dengan Dosen
Episodes

Updated 114 Episodes

1
Pesan Terakhir
2
Pindah Tugas
3
Keberangkatan
4
Bertemu Pria Aneh
5
Bertemu Dokter Aneh
6
Tempat dan Teman Baru
7
Bertemu Lagi
8
Sebuah Tekad
9
Perdebatan
10
Pencarian Pertama
11
Pengintaian Divia
12
Taktik Pendekatan Emran
13
Debat di Pagi Hari
14
Kalah Sebelum Perang
15
Impian Maura
16
Kenapa Senyumnya Begitu Mirip?
17
Siasat Para Musuh
18
Kekekian Rayyan
19
Divia Menemui Maura
20
Usaha Menghindar
21
Mira Kepo
22
Pencarian Kedua
23
Masih di Curigai
24
Perasaan Macam Apa Ini?
25
Menanti Kabar
26
Hati yang Terbakar
27
Kemarahan Emran.
28
Pada Akhirnya.....
29
Butuh Bukti Valid
30
Aksi Rayyan
31
Kala Musuh Kembali Bersiasat....
32
Keinginan Bram
33
Hasil yang Mengejutkan
34
Rencana Menghilang....
35
Kecewa
36
Di mana Maura?
37
Poor You, Nona Manis
38
Janji Terakhir
39
Mengatur Rencana
40
Misi Penyelamatan
41
Musuh Sebenarnya....
42
Seandainya, Dia Selembar Kertas....
43
Kau Wanita Baik, Ra
44
Divia Mencari Mantu
45
Pasti Ada Jalan Untuk Kita
46
Apa ini Cemburu?
47
Jabatan Baru
48
Rival Baru
49
Rencana Divia
50
Rumit Sekali Hidupmu, Ra....
51
Pria Sewaan Maura
52
Keputusan Sepihak
53
Penghakiman untuk Divia
54
Kesedihan Maura
55
Siasat
56
Rencana
57
Dilema Andrian
58
Sama-Sama Berkorban
59
Aksi Kucing-Kucingan Emran dan Maura
60
Ashita....
61
Pendekatan Dua Kubu
62
Pembalasan Rasa Cemburu
63
Rencana Tak Terduga dari Bram
64
Salah Paham
65
Hasutan
66
Aku Akan Berusaha....
67
Berusaha Menerima Kenyataan
68
Masih Berharap
69
Rencana Tiba-tiba....
70
Misi Kekacauan
71
Astaga, Mam....
72
Kesedihan....
73
Bertemu Keluarga yang Lain....
74
Membandingkan Sikap
75
Merasa Aneh dengan Sikapnya
76
Seandainya, Kau Masih Disini
77
Divia Kepo
78
Rencana di Hari Pernikahan
79
Kekacauan Dimulai....
80
Insiden
81
Divia Beraksi
82
Siapa Kau?
83
Dasar Pria Sialan
84
Keberangkatan Pelarian
85
Ternyata, Kau Pembohong, Ra
86
Kabar Duka
87
Apa Yang Terjadi?
88
Kambing Hitam
89
Kala Amarah Menguasai Jiwa
90
Rencana Kembali
91
Penolakan Maura....
92
Titik Temu Pelaku
93
Pertengkaran Hebat Divia dan Raichand
94
Tidak Ada Salahnya Mencoba Hal Baru
95
Aksi Bar-Bar Divia
96
Serangan Awal
97
Serangan Kedua....
98
Kebenaran
99
Ungkapan Rindu Maura
100
Karma Nyata...
101
Sepenggal Kisah Raichand & Divia.
102
Masalah itu Dihadapi Bukan Dihindari
103
Maafkan Mamaku
104
Si Es Balok yang Mesti Dipanaskan
105
Es Balok yang Kepanasan....
106
Hukuman Atas Keputusan Emran
107
Emran Merajuk
108
Dia Adalah Ratuku
109
Serba-serbi Pesta Resepsi.
110
Drama Malam Pertama
111
Emran yang Menjadi Bulan-bulanan
112
Akhir Pencarianku
113
Pesona Istri Simpanan
114
Dipaksa Menikah Dengan Dosen

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!