Bertemu Dokter Aneh

Di sebuah kamar bernuansa biru dengan pencahayaan yang sengaja di buat temaram. Seorang pria tengah memandangi langit-langit kamar dengan senyum yang tak pernah pudar dari bibirnya.

''Kenapa keinget dia terus, sih?''

''Cuek tapi manis.'' Rayyan mengingat kembali pertemuannya dengan gadis cuek yang berhasil memikat hatinya.

''Kapan aku bisa bertemu lagi denganmu?''

''Sikapmu berhasil membuatku penasaran, Gadis Cuek.'' Rayyan terus saja bermonolog.

Tak lama, dia bangun dari posisi rebahannya, lalu berdiri di depan cermin kamarnya.

''Muka ganteng gini, kok dibilang copet?''

''Aku cuma ingin kenalan denganmu, bukan modus.''

''Asal kamu tahu, Gadis Cuek. Banyak kaum hawa yang terpesona dengan ketampananku. Mereka rela antri untuk menjadi kekasihku. Tapi aku menolaknya, karena tak ada dari mereka yang masuk dalam kriteriaku,'' kata Rayyan dengan bangganya.

Dia berbicara seolah-olah sang pujaan hati berada di hadapannya. Bahkan, dia tebar pesona di depan dirinya sendiri.

''Kriteriaku, kamu. Tapi, kamu nggak tertarik sama sekali denganku.'' Pria itu menghela nafas.

''Apa wajahku ini, tampang-tampang pria modus?'' Dia bertanya pada dirinya sendiri dengan posisi masih sama.

''Dasar Gadis Aneh, tapi ngangenin.''

Rayyan kembali tersenyum kala bayangan wajah Maura terlintas dalam benaknya.

''Ngapain kamu, Ray?'' Suara bariton seorang pria membuyarkan lamunan indahnya

''Ck, Om kayak gak pernah muda aja,'' decak Rayyan.

''Biar om tebak.'' Pria paruh baya itu mengelus dagunya sembari berpikir, ''Kau sedang jatuh cinta?'' tanyanya dengan menaik turunkan alisnya.

Rayyan hanya menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal.

''Siapa gadis yang kau suka?''

''Gadis yang mau ku kejar tadi,'' ujar Rayyan.

''Namanya?''

Rayyan mengedikkan bahunya saja.

Si Om mengerutkan kening. ''Kok gitu? Suka sama orang tapi tidak tahu namanya.''

''Aku baru ketemu tadi di bus, Om.''

Rayyan kembali ke tempat tidurnya dan merebahkan tubuhnya. Dia masih teringat dengan gadis yang belum di ketahui namanya.

''Dia cueknya minta ampun, Om. Aku sempat dikira copet, sampai dikatain modus segala. Bahkan, dipertemuan terakhir tadi dia bilang, 'aku sial dua kali karena ketemu kamu'.'' Rayyan menceritakan semua peristiwa yang dilaluinya tadi.

''Tapi ngangenin,'' kata Rayyan dengan pandangan menerawang entah kemana.

Si Om hanya menggelengkan kepala, melihat tingkah keponakannya yang sedang terkena panah Dewi Amor itu.

''Kamu gak tanya, dia tinggal dimana?''

''Sempat tadi, katanya masih mau nyari. Aku iseng nawarin kerja disini. Kebetulan kita juga sedang cari pembantu, 'kan? Eh, taunya, dia malah marah terus kabur, deh,'' ucap Rayyan panjang lebar.

Si Om memukul tubuh pria itu dengan guling. ''Modus kamu, Ray. Bilang saja sekalian mau deketin dia.''

Pria paruh baya itu, beranjak keluar. Saat sampai di ambang pintu, dia menghentikan langkahnya.

''Tidur, Ray. Jangan mikirin anak orang mulu! Kalau jodoh pasti bertemu lagi,'' pesan si Om sebelum menghilang di balik pintu.

''Iya, Om....''

...----------------...

Tepat pukul setengah delapan pagi, Maura sudah berada di depan sebuah ruangan, tempat dia akan melakukan sesi interview. Di rumah sakit ini, memang mewajibkan hal itu bagi karyawan baru maupun karyawan pindahan.

Entah apa tujuannya, Maura sebagai orang baru hanya mematuhinya saja.

Disana sudah ada beberapa orang yang sepertinya akan melakukan hal yang sama dengan dirinya. Hanya saja, mereka berbeda ruangan dengan Maura.

Tak menunggu lama, dia namanya dipanggil. Maura segera beranjak dari tempat duduknya, lalu menghampiri suster itu.

''Saya, Sus.''

''Silahkan masuk, pimpinan sudah menunggu,'' kata Suster dengan ramahnya.

Maura memasuki sebuah ruangan. Tampak seorang dokter tengah membaca sebuah berkas dengan kaca mata bertengger di hidungnya. Bisa dipastikan, jika berkas itu miliknya.

''Permisi...,'' lirih Maura.

Dia meremas jari-jemarinya ketika rasa gugup melanda hebat dalam dirinya.

''Silahkan duduk.''

Suasana hening beberapa saat....

''Maura Putri Riyana, 27 tahun. Tenaga pindahan dari Kota Jember. Posisi sebelumnya, sebagai dokter bedah.''

''Iya, Dok,'' jawab Maura dengan lugas.

''Sudah menikah atau punya pacar mungkin?'' tanya dokter bername-tag Emran.

Pertanyaan yang berhasil membuat Maura mengerutkan alisnya.

''Be-belum,'' jawab Maura disela kebingungannya.

''Sudah pernah menikah?''

''Belum.''

''Tunangan?''

''Belum.''

''Pacaran?''

''Belum.''

''Jomblo, perawan tua atau tidak laku?''

Maura menganga tak percaya mendengar pertanyaan aneh itu.

"Ini interview kerja apa interview biro jodoh?'' batinnya.

Dia menatap aneh dokter muda di depannya.

''Baiklah, selamat bergabung di rumah sakit ini. Tunjukkan kinerja terbaikmu. Mulai besok, kamu sudah bisa masuk,'' pungkas Emran mengakhiri sesi wawancaranya.

Maura masih bergeming dari tempatnya.

''Suster Mira.'' Emran memanggil seseorang.

Tak lama datanglah seorang gadis berseragam putih menghampiri.

''Ya, Dok.''

''Kamu saya tugaskan untuk membantu Dokter Maura. Mulai sekarang, dia atasanmu. Dan Dokter Maura, ini Suster Mira, asisten Anda.''

''Baik, Dok,'' jawab Mira.

''Tap-tapi, Pak....''

''Kenapa?'' Emran menyela cepat ucapan Maura.

''Saya tidak perlu penjelasan rinci dari kamu, karena semua sudah dijelaskan disini,'' sahut Emran yang sepertinya paham akan pertanyaan Maura.

Dia menunjukkan map yang sedari tadi ada di tangannya.

''Sekarang persiapkan ruanganmu. Mira, tolong bantu dia,'' titah Emran.

''Baik, Dok,'' jawab Mira.

''Permisi....''

Maura ikut mengundurkan diri bersama calon asistennya.

...----------------...

''Kamu sudah lama bekerja disini, Mir?'' tanya Maura mencoba mengakrabkan diri dengan gadis itu.

''Baru satu tahun, Dok,'' jawab Mira dengan sopan.

''Tidak usah terlalu formal, sedang tidak di jam kerja. Panggil saja Maura,'' kata Maura.

''Tapi, dokter atasan saya,'' ucap Mira ragu-ragu.

''Tidak apa-apa.'' Maura menunjukkan senyum ramahnya.

''Ba-baik, Mbak,'' jawab Mira canggung.

''Oh, ya, Mir. Kamu tahu kos-kosan atau kontrakan sekitar sini?'' tanya Maura, tangannya masih luwes membersihkan beberapa perabotan dalam ruangan itu.

Sebenarnya, tadi ada seorang petugas yang bersedia menyiapkan ruangan untuknya. Tapi, ditolak dengan halus oleh Maura. Dia memilih menata sendiri sesuai seleranya.

''Mbak belum punya tempat tinggal?''

''Belum, aku baru sampai semalam. Barang-barangku masih di hotel. Dan rencananya, setelah dari sini aku mau mencari tempat tinggal,'' jelas Maura.

''Kalau Mbak Maura mau, mbak bisa tinggal di tempatku. Kebetulan aku sedang mencari teman buat patungan bayar sewa apartemen. Soalnya, kalau kontrakan atau kos-kosan lumayan jauh dari sini.''

''Boleh,'' sahut Maura antusias.

''Sebentar lagi selesai. Ikut aku dulu ke hotel untuk ambil barang-barang, ya. Nggak ada kerjaan, 'kan?''

''Nggak, Mbak.'' Mira menggelengkan kepalanya.

''Siplah, gaskeun,'' kelakar Maura.

Kedua gadis itu tertawa bersama dan kembali melanjutkan pekerjaan mereka.

...----------------...

Maura dan Mira, kini sudah berada di depan rumah sakit menunggu taksi yang sempat di pesan Mira sebelumnya.

Saat itu pula, tanpa sengaja netra Maura bersitatap dengan sepasang mata tajam yang tengah mengawasinya. Dan si pemilik ialah dokter muda yang mewawancarai dirinya tadi.

Maura segera memalingkan pandangannya ke arah lain. Dia merasa tak nyaman dengan tatapan pria itu. Entah kenapa, Maura merasa laki-laki itu tengah mengincar dirinya.

''Yuk, Mbak. Taksinya udah datang.'' Suara Mira mengalihkan perhatian gadis itu.

''Eh, i-iya....''

...----------------...

Sebelumnya, aku minta maaf, jika ada yang tidak sesuai dengan kenyataan. Maklum, aku hanya emak-emak tukang halu, yang dulunya bercita-cita menjadi wanita karir yang tak pernah kesampaian.

Aku gak tahu mengenai prosedur pemindahan kerja. Part ini aku tulis sesuai kehaluanku saja. Tapi aku buat se-masuk akal mungkin. Agar tidak terkesan mengada-ada....

Sekali lagi, aku minta maaf jika tak sesuai kenyataan....

Jangan lupa tinggalkan jejak. Aku hanya minta jempol kalian yang gratis.

Babay....

Episodes
1 Pesan Terakhir
2 Pindah Tugas
3 Keberangkatan
4 Bertemu Pria Aneh
5 Bertemu Dokter Aneh
6 Tempat dan Teman Baru
7 Bertemu Lagi
8 Sebuah Tekad
9 Perdebatan
10 Pencarian Pertama
11 Pengintaian Divia
12 Taktik Pendekatan Emran
13 Debat di Pagi Hari
14 Kalah Sebelum Perang
15 Impian Maura
16 Kenapa Senyumnya Begitu Mirip?
17 Siasat Para Musuh
18 Kekekian Rayyan
19 Divia Menemui Maura
20 Usaha Menghindar
21 Mira Kepo
22 Pencarian Kedua
23 Masih di Curigai
24 Perasaan Macam Apa Ini?
25 Menanti Kabar
26 Hati yang Terbakar
27 Kemarahan Emran.
28 Pada Akhirnya.....
29 Butuh Bukti Valid
30 Aksi Rayyan
31 Kala Musuh Kembali Bersiasat....
32 Keinginan Bram
33 Hasil yang Mengejutkan
34 Rencana Menghilang....
35 Kecewa
36 Di mana Maura?
37 Poor You, Nona Manis
38 Janji Terakhir
39 Mengatur Rencana
40 Misi Penyelamatan
41 Musuh Sebenarnya....
42 Seandainya, Dia Selembar Kertas....
43 Kau Wanita Baik, Ra
44 Divia Mencari Mantu
45 Pasti Ada Jalan Untuk Kita
46 Apa ini Cemburu?
47 Jabatan Baru
48 Rival Baru
49 Rencana Divia
50 Rumit Sekali Hidupmu, Ra....
51 Pria Sewaan Maura
52 Keputusan Sepihak
53 Penghakiman untuk Divia
54 Kesedihan Maura
55 Siasat
56 Rencana
57 Dilema Andrian
58 Sama-Sama Berkorban
59 Aksi Kucing-Kucingan Emran dan Maura
60 Ashita....
61 Pendekatan Dua Kubu
62 Pembalasan Rasa Cemburu
63 Rencana Tak Terduga dari Bram
64 Salah Paham
65 Hasutan
66 Aku Akan Berusaha....
67 Berusaha Menerima Kenyataan
68 Masih Berharap
69 Rencana Tiba-tiba....
70 Misi Kekacauan
71 Astaga, Mam....
72 Kesedihan....
73 Bertemu Keluarga yang Lain....
74 Membandingkan Sikap
75 Merasa Aneh dengan Sikapnya
76 Seandainya, Kau Masih Disini
77 Divia Kepo
78 Rencana di Hari Pernikahan
79 Kekacauan Dimulai....
80 Insiden
81 Divia Beraksi
82 Siapa Kau?
83 Dasar Pria Sialan
84 Keberangkatan Pelarian
85 Ternyata, Kau Pembohong, Ra
86 Kabar Duka
87 Apa Yang Terjadi?
88 Kambing Hitam
89 Kala Amarah Menguasai Jiwa
90 Rencana Kembali
91 Penolakan Maura....
92 Titik Temu Pelaku
93 Pertengkaran Hebat Divia dan Raichand
94 Tidak Ada Salahnya Mencoba Hal Baru
95 Aksi Bar-Bar Divia
96 Serangan Awal
97 Serangan Kedua....
98 Kebenaran
99 Ungkapan Rindu Maura
100 Karma Nyata...
101 Sepenggal Kisah Raichand & Divia.
102 Masalah itu Dihadapi Bukan Dihindari
103 Maafkan Mamaku
104 Si Es Balok yang Mesti Dipanaskan
105 Es Balok yang Kepanasan....
106 Hukuman Atas Keputusan Emran
107 Emran Merajuk
108 Dia Adalah Ratuku
109 Serba-serbi Pesta Resepsi.
110 Drama Malam Pertama
111 Emran yang Menjadi Bulan-bulanan
112 Akhir Pencarianku
113 Pesona Istri Simpanan
114 Dipaksa Menikah Dengan Dosen
Episodes

Updated 114 Episodes

1
Pesan Terakhir
2
Pindah Tugas
3
Keberangkatan
4
Bertemu Pria Aneh
5
Bertemu Dokter Aneh
6
Tempat dan Teman Baru
7
Bertemu Lagi
8
Sebuah Tekad
9
Perdebatan
10
Pencarian Pertama
11
Pengintaian Divia
12
Taktik Pendekatan Emran
13
Debat di Pagi Hari
14
Kalah Sebelum Perang
15
Impian Maura
16
Kenapa Senyumnya Begitu Mirip?
17
Siasat Para Musuh
18
Kekekian Rayyan
19
Divia Menemui Maura
20
Usaha Menghindar
21
Mira Kepo
22
Pencarian Kedua
23
Masih di Curigai
24
Perasaan Macam Apa Ini?
25
Menanti Kabar
26
Hati yang Terbakar
27
Kemarahan Emran.
28
Pada Akhirnya.....
29
Butuh Bukti Valid
30
Aksi Rayyan
31
Kala Musuh Kembali Bersiasat....
32
Keinginan Bram
33
Hasil yang Mengejutkan
34
Rencana Menghilang....
35
Kecewa
36
Di mana Maura?
37
Poor You, Nona Manis
38
Janji Terakhir
39
Mengatur Rencana
40
Misi Penyelamatan
41
Musuh Sebenarnya....
42
Seandainya, Dia Selembar Kertas....
43
Kau Wanita Baik, Ra
44
Divia Mencari Mantu
45
Pasti Ada Jalan Untuk Kita
46
Apa ini Cemburu?
47
Jabatan Baru
48
Rival Baru
49
Rencana Divia
50
Rumit Sekali Hidupmu, Ra....
51
Pria Sewaan Maura
52
Keputusan Sepihak
53
Penghakiman untuk Divia
54
Kesedihan Maura
55
Siasat
56
Rencana
57
Dilema Andrian
58
Sama-Sama Berkorban
59
Aksi Kucing-Kucingan Emran dan Maura
60
Ashita....
61
Pendekatan Dua Kubu
62
Pembalasan Rasa Cemburu
63
Rencana Tak Terduga dari Bram
64
Salah Paham
65
Hasutan
66
Aku Akan Berusaha....
67
Berusaha Menerima Kenyataan
68
Masih Berharap
69
Rencana Tiba-tiba....
70
Misi Kekacauan
71
Astaga, Mam....
72
Kesedihan....
73
Bertemu Keluarga yang Lain....
74
Membandingkan Sikap
75
Merasa Aneh dengan Sikapnya
76
Seandainya, Kau Masih Disini
77
Divia Kepo
78
Rencana di Hari Pernikahan
79
Kekacauan Dimulai....
80
Insiden
81
Divia Beraksi
82
Siapa Kau?
83
Dasar Pria Sialan
84
Keberangkatan Pelarian
85
Ternyata, Kau Pembohong, Ra
86
Kabar Duka
87
Apa Yang Terjadi?
88
Kambing Hitam
89
Kala Amarah Menguasai Jiwa
90
Rencana Kembali
91
Penolakan Maura....
92
Titik Temu Pelaku
93
Pertengkaran Hebat Divia dan Raichand
94
Tidak Ada Salahnya Mencoba Hal Baru
95
Aksi Bar-Bar Divia
96
Serangan Awal
97
Serangan Kedua....
98
Kebenaran
99
Ungkapan Rindu Maura
100
Karma Nyata...
101
Sepenggal Kisah Raichand & Divia.
102
Masalah itu Dihadapi Bukan Dihindari
103
Maafkan Mamaku
104
Si Es Balok yang Mesti Dipanaskan
105
Es Balok yang Kepanasan....
106
Hukuman Atas Keputusan Emran
107
Emran Merajuk
108
Dia Adalah Ratuku
109
Serba-serbi Pesta Resepsi.
110
Drama Malam Pertama
111
Emran yang Menjadi Bulan-bulanan
112
Akhir Pencarianku
113
Pesona Istri Simpanan
114
Dipaksa Menikah Dengan Dosen

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!