Di dalam mobil Pajero milik Rehan melaju dari rumah ibunya, Desi duduk di samping Rehan sambil menggenggam tangan kekasihnya itu.
"Kamu tidak takut Mbak Aisyah cemburu dengan memperlihatkan hubungan kita? dia pasti sakit hati, mas!" Tanya dia penasaran.
"Dia mau apa jika cemburu? Aku masih kesal karena dia Albar di bawa ke rumah sakit, nasib Albar tidak kenapa- Napa, jika tidak aku akan seret dia masuk penjara. Itu hanya hukuman kecil karena kelalaiannya". Balas Rehan.
"Jadi kamu hanya manfaat Kan aku untuk membuat istri kamu cemburu yah, mas!". Desi cemberut dan melepas genggaman tangannya dari Rehan. Dia membuang muka keluar jendela karena kesal.
"Bukan seperti itu, sayang! Kamu jangan marah dulu, dong!". Bujuk Rehan Sambil membelai pipi lembut Desi. "Sebelumnya kan kita hanya bermesraan di belakangnya lantaran menjaga perasaannya, sekarang kita tidak perlu lagi seperti itu, toh ini juga karena kesalahannya". Sambung Rehan.
"Oh, iya ya, mas! Hukuman yang paling menyakitkan bagi wanita itu adalah cemburu. Tapi kamu tidak takut dia meninggalkan kamu, mas!".
Hahahaha
Bukannya langsung menjawab, Rehan malah ketawa terbahak- bahak.
"Dia mau meninggalkan aku? Dia mana berani! selama ini aku yang mengangkat derajatnya menjadi seperti sekarang, tanpa aku dia bukan siapa- siapa". Jawab Rehan dengan angkuh.
"Emang dia siapa sih, mas?". Jiwa kepo Desi meronta- ronta.
Akhirnya Rehan menceritakan bagaimana dia bertemu dengan Aisyah.
Flashback on :
"Mas, kenapa berdiri di jembatan ini, mas?". Tanya seorang wanita yang berpenampilan seperti pemulung.
Rehan menoleh ke samping ke sumber suara. Dia terpesona dengan wajah cantik wanita di hadapannya.
"Mari mas! Kita duduk di situ, berdiri i sini nanti jatuh loh". Bujuk wanita itu.
Rehan pun mengikuti langkah Aisyah, dia seolah terhipnotis dengan suara lembut wanita itu. Wanita itu meletakkan bakul jualannya di tanah dan menuntun Rehan turun dari jembatan lalu mengajaknya duduk di bebatuan yang besar di pinggir sungai.
"Perkenalkan nama saya Aisyah Rahayu, mas?". Wanita itu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
"Rehan". Balas Rehan Singkat.
"Mas sedang banyak masalah, yah?". Tanya Aisyah lembut.
Rehan tertunduk malu, Aisyah bisa tahu dengan keadaanya karena memergoki dirinya yang ingin meloncat terjun ke sungai tadi. Dia malu pada dirinya, sebagai lelaki, mentalnya terlalu lemah sampai berpikiran untuk bunuh diri sebagai jalan keluar dari masalahnya.
"Mas, kalau ingin bercerita, cerita aja sama saya! Siapa tahu saya bisa bantu mengurangi beban pikiran mas". Tawar Aisyah tulus.
Rehan sebenarnya memang sangat membutuhkan teman curhat sekarang, tapi dia tidak bisa mengumbarkan masalah keluarganya pada sebarang orang. Dia memilih diam tidak menanggapi celoteh Wanita di ampingnya itu. Tapi kehadiran Aisyah begitu menghibur Rehan saat ini.
Semenjak saat itu Rehan selalu mendatangi Aisyah, jalan bersama, berjualan bersama, Rehan tidak pernah keberatan berteman dengan Aisyah yang seorang penjual rempeyek dengan pakaian yang seadanya saja. Dia berusaha menyeimbangkan penampilannya dengan Aisyah supaya wanita itu tidak minder ketika berjalan bersamanya.
Mereka pun semakin dekat dan mengenal diri masing- masing. Rehan sudah bisa terbuka dengan masalah yang sedang dilaluinya kepada Aisyah. Dan Aisyah juga tidak malu untuk mengungkapkan asal usulnya pada Rehan.
"Kekasih aku meninggalkanku dan milih nikah bersama orang lain yang lebih kaya dari aku, padahal aku sudah cinta banget sama dia dan tidak pernah terpikirkan oleh ku dia akan meninggalkanku begitu saja di saat- saat aku lagi sayang- sanyangnya sama dia". Curhat Rehan.
"Pasti dia sangat baik yah, sampai kamu susah ngelupainnya". Imbuh Aisyah dengan raut sedih di wajahnya.
"Dia itu wanita yang pengertian banget sama aku, manja, dan sangat rapat dengan ibu, sekarang ibu menyalahkan aku kenapa dia sampai pergi begitu saja ibu yakin ini karena kesalahanku sendiri, padahal aku tidak pernah ekalipun menyakiti perasaannya, aku jaga bagaimana aku menjaga nyawaku sendiri. Dia pergi pun seolah aku tidak ingin hidup lagi". Sambung Danish.
"Begitu sayang nya dia dengan mantan kekasihnya, apalah aku yang hanya penjual rempeyek ini, pasti tidak sebanding dengan mantan kekasihnya itu". Aisyah membatin sedih, dia samakin minder dengan perasaannya sendiri.
"Tapi. . .". Rehan memotong ucapannya dan menatap Aisyah bengong. "Kamu kenapa malah bengong sih? Tidak suka yah dengar curhatan aku".
Aisyah tersadar dan menggeleng cepat. "Tidak! Bukan seperti itu, kamu jangan ngambek, yah!". Bujuknya.
Hahahaha
Rehan tertawa nyaring memecahkan ketegangan mereka. "Kamu ada- ada saja deh! Tak kan lah kau ngambek soal itu saja!". Sambil menetralkan perasaannya.
Aisyah tertunduk malu melihat Rehan menertawakannya.
"Bukan itu saja yang membuat aku sampai nekat bunuh diri, ada yang lebih menyakitkan dari itu". Rehan menatap kosong ke hadapan.
"Apa?". Aisyah tampak sangat penasaran.
"Dalam masa terpuruk aku di tinggal nikah, tak lama kemudian perusahaan ayahku gulung tikar, semua aset kekayaan keluarga kami di sita oleh bank untuk melunasi hutang perusahaan, beruntung ibu ada rumah kecil yang sekarang kami tinggali, yang dulunya di kontrakan kepada orang lain". Rehan menghela nafas sebelum melanjutkan curhatannya.
Aisyah masih fokus mendengarkan dengan wajah yang turut sedih.
"Sekarang kami sekeluarga tidak punya penghasilan lagi, entah kenapa ayah tidak di terima kerja di perusahaan lain hingga membuat dia stress dan meninggal dunia". Tanpa sadar bulir bening menetes di pipinya mengingat masa pahit kehilangan ayahnya untuk selamanya.
"INNALILLAH, kamu yang sabar yah, mas!". Aisyah maju dan mengusap punggung Rehan.
Aisyah turut sedih, dia memang tidak pernah merasa kehilangan seseorang apalagi kehilangan orang tua, tapi dia bisa rasa betapa sedihnya Rehan ekarang.
"Jadi sekarang kamu kerja apa?". Tanya Aisyah setelah Rehan mulai sedikit tenang.
Rehan menggeleng perlahan, dia tidak tahu harus bagaimana untuk memulai hidupnya kembali.
"Kamu ada keahlian mengurus bisnis nggak?".
"Ya ada lah, aku sudah terjun ke perusahaan tiga tahun sebelum kebangkrutan perusahaan ayah, perusahaan itu sebenarnya ingin di serahkan padaku setelah ayah pensiun, tapi keburu gulungbtikar pula, miriskan . . Hahahaha". Rehan tidak lagi bersedih dan malah bersikap santai sekarang.
Setelah menceritakan semua pada Aisyah, rasanya beban yang di pukul Rehan edikit lebih ringan.
"Bagaimana jika kamu buka perusahaan kamu sendiri, mulai dari awal maksudnya". Saran Aisyah, membaut mata Rehan membulat sempurna saking tidak percaya dengan ucapan Aisyah.
Dia kemudian menggeleng cepat. "Itu mustahil Aisyah".
"Tiada yang mustahil di dunia ini! kalau kamu memang ada bakat dalam bisnis, aku yakin kamu mampu membangun perusahaan kamu sendiri, yakin dengan dirimu, mas!". Seru Aisyah yakin.
Rehan berpikir sejenak, Aisyah berhasil menanam bibit semangat di hati Rehan, motivasi demi motivasi terus di luncurkan oleh Aisyah untuknya. Hingga dia benar- benar yakin untuk membangun empayer nya sendiri.
**
Setahun kemudian Rehan tidak berhasil membangun perusahaannya sendiri, dia sempat down tapi Aisyah terus memberi semangat hingga dia kini dia beri kepercayaan memegang perusahaan cabang keluarga Purbalingga. Dia menjabat sebagai direktur di perusahaan itu hingga sekarang.
Ini di sebabkan ide yang di utarakanya sangat cemerlang dan membantu pengembangan perusahaan. Dan itu tidak lain adalah ide yang di berikan oleh Aisyah. Setelah pelantikan Rehan sebagai Direktur, dia kemudian mengambil Aisyah sebagai sekertaris pribadinya tanpa menggunakan sijil pendidikan.
Dua tahun kemudian, Rehan melamar Aisyah bentuk terima kasihnya karena Aisyah sudah mendampinginya hingga sukses seperti sekarang, dia menentang ucapan ibunya yang tidak merestui mereka, tapi Rehan tetap berusaha membujuk ibunya demi mempersunting Aisyah.
**
Flash back off:
"Kenapa ibu tidak merestui hubungan kalian".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments