"Kamu mau apa mas? Dengar penjelasan aku dulu!". Lirih Aisyah takut masih mundur menjauhi Rehan.
"Tidak ada yang perlu di jelaskan! Kamu ibu yang tidak becus jaga anak, anak kecil seperti itu tidak bisa kamu jaga, hah! Apa saja yang kau lakukan di rumah?". Hardik Rehan penuh emosi, dia sudah begitu kecewa dengan Aisyah, mengapa anaknya bisa di larikan ke rumah sakit.
"Ini tidak seperti yang kamu pikir kan, mas?". Jelas Aisyah dengan perasaan cemas, dia yang sedang menunggu hasil pemeriksaan dokter, malah di datangi suaminya dengan keadaan emosi yang memuncak.
"Ibu yang menjadi saksi! Kamu mau berhelah seperti apa lagi, hah? Kamu tidak becus mengurus rumah, kau tidak peduli, tapi jika kau tidak becus jaga anakku, kau akan terima hukumannya!". Ancam Rehan.
"Malah ini justru terjadi karena ibumu, mas! Dia penyebab Albar terjatuh!". Sambil menunjuk tegas ke arah mertuanya.
Pertengkaran mereka berhasil menyita perhatian orang lain yang berada di sekitarnya, ada yang berusaha meleraikan, ada yang pergi memanggil satpam dan ada pula hanya tinggal mencibir mereka.
"Ibu jenis apa itu? Lihat sekarang pasti di akan menerima akibat dari kelalaiannya!". Cibir salah satu wanita yang juga sedang duduk di kursi tunggu.
"Hushh, jangan sembarangan kalau ngomong! Belum tentu itu murni kesalahannya. Ayok kita mendekat! Agar lebih tahu jalan ceritanya". Sahut teman di sampingnya.
Akhirnya mereka berdua menghampiri Rehan dan Aisyah yang sedang adu mulut. Di sana ada seorang wanita tua yang berusaha meleraikan pertengkaran mereka.
"Sudah la, nak! Ini rumah sakit, sila kecil kan suara kalian di sini, jika ada masalah bicarakan baik- baik! Dengan lembut dan pikiran yang tenang". Saran Wanita itu. Dia juga sedang menunggu cucunya yang juga di larikan ke rumah sakit karena terjatuh dari sepeda, dan terganggu mendengar suar nyaring mereka berdua.
Rehan yang mendengarnya pun terdiam malu, dia mengepalkan tangan menahan emosinya, matanya merah menatap tajam ke arah Aisyah. Baru kali ini dia begitu emosi selama menikah dengan Aisyah, jika menyangkut anaknya, dia mudah terpancing emosi dan marah tanpa menyelidiki terlebih dahulu. meskipun dia terlihat cuek pada Albar, tapi sebenarnya dia begitu sayang pada Albar.
Rehan membuang nafas kasar lalu meninggalkan Aisyah dan duduk disamping ibunya. Dia tidak ingin menimbulkan keribuatan di rumah sakit, tidak beretika dan tidak sopan sama sekali, mengganggu ketentraman orang lain.
Akhirnya kerumunan pun surai.
Aisyah menghembus nafas lega karena bisa bebas dari amukan suaminya, dia berdiri di pojokan menatap penuh dendam pada mertuanya.
"Kamu pikir aku masih Aisyah yang dulu yang mudah kamu tindas nenek tua! Kita lihat bagaimana reaksi anakmu jika tahu kamu hanya berpura- pura menyayangi anaknya!". Gumam Aisyah.
Dia melihat satpam baru tiba yang di panggil untuk meleraikannya, tapi dia bersikap cuek saja melihat satpam itu celingukan kiri kanan mencari seseorang yang sedang bertangkar.
**
"Bagaimana keadaan anak saya dokter?". Tanya Rehan penuh cemas.
Aisyah kalah cepat menghampiri dokter karena suaminya tampak sangat cemas berbanding dirinya. Dia hanya berdiri di samping suaminya juga dengan perasaan tak kalah cemas.
"Alhamdulillah, anak bapak dan ibu baik- baik saja, benturan di kepalanya tidak mengakibatkan hal yang fatal". Jelas Dokter Fahmi. Dokter spesialis anak yang selalu membantu Albar saat sedang sakit.
"Alhamdulillah, terima kasih dokter". Sahut Aisyah dan Rehan serentak.
Akhirnya mereka bisa bernafas lega setelah mendengar kabar Albar dari dokter Fahmi.
"Tapi dia tetap harus di rawat di rumah sakit untuk beberapa hari kemudian, sampai hasil yang kami dapatkan lebih akurat, kami akan terus memantaunya!". Kata Dokter Fahmi lagi.
"Baik dokter, tidak masalah!". Sahut mereka berdua serentak lagi.
Aisyah dan Rehan saling bertatapan, hati mereka kembali berdebar antara satu sama lain, tapi dengan cepat Aisyah menyanggal perasaanya dan berpaling dari menatap suaminya.
Begitu pula dengan Rehan, emosinya yang dia pendam sedari tadi kembali memuncak setelah menatap wajah Aisyah secara dekat.
"Bagaimana keadaan Albar, mas? Apa dia baik- baik saja?". Desi datang mengagetkan semuanya. Dia juga terlihat sangat mencemaskan keadaan Albar.
Wahida menyambutnya dengan senyuman merekah di bibirnya, "Ini semua karena ibunya yang tidak becus menjaga anak, tapi kamu tenang saja! Kata dokter dia baik- baik saja sekarang".
"syukurlah kalau begitu, Mulan juga datang kalang kabut tadi sampai tidak sempat membawa makanan untuk kalian, soalnya aku begitu cemas setelah ibu telpon mengatakan Albar di rumah sakit". ucap Desi lega.
"kamu memang calon menantu ibu yang pengertian dan penyayang, tidak seperti orang lain". sahut wahida memeluk hangat Desi.
Aisyah bergedik kesal mendengar perkataan mertuanya, dia merasa tersinggung dengan ucapan mertuanya itu. Mengepalkan tanganya kuat menahan panas yang naik hingga ke ubun- ubun karena emosi. Dia kemudian melirik Rehan yang tersenyum hangat ke arah Desi.
Sudut bibirnya juga ikut tersenyum menahan perih di hatinya. Dia tahu dia tidak lagi berada di hati suaminya itu, di gantikan oleh kehadiran pelakor pilihan mertuanya.
Tapi melihat Rehan begitu perhatian kepada Albar tadi, membuat hatinya tersentuh, dia yang tidak pernah merasakan kasih sayang kedua otang tua pun terharu melihat betapa paniknya Rehan semasa datang hingga sekarang dengan kondisi Albar.
"Apa Albar akan kehilangan kasih sayang itu nanti jika aku berhasil mengugat cerai mas Rehan? Apa mas Rehan masih akan perhatian seperti itu pada Albar ketika mereka sudah bercerai?". Perasaan Aisyah tiba- tiba gunda memikirkan masa depan anaknya kelak.
Melihat Rehan pergi dengan Desi untuk membeli makanan untuk mereka semua, Aisyah menghampiri mertuanya yang asik bermain ponsel di kursi tunggu, sesekali wanita itu memegang pinggangga yang terasa sakit kantaran duduk di kursi itu begitu lama.
"Kenapa ibu tidak bilang yang sebenarnya pada mas Rehan". Cerca Aisyah.
"Aku sudah berkata yang sebenarnya, kamu memang tidak becus menjaga anak kamu, sampai Albar bisa terjatuh seperti tadi". Sahut Wahida cuek.
"Tapi aku meninggalkan Albar kerana ibu meminta dibuatkan minuman, jadi ini bukan salah aku saja, ibu juga salah karena tidak ingin menjaga Albar barang sebentar saja. Ibu seolah melemparkan semua kesalahan ini kepadaku untuk menyelamatkan diri ibu sendiri dari amukan mas Rehan". Aisyah berbicara dengan penuh penekanan.
Wahida meletakkan ponselnya lalu membalas tatapan Aisyha tajam. "Aku sudah bilang, aku pergi ke toilet, kamu mau aku sakit menahan kencing, hah!". Bentak Wahida tidak mau kalah.
"Aku juga tahu ini pasti ulah ibu yang menyebabkan Albar jatuh di lantai yang keras kan? Aku meletakkannya di lantai yang lembut jauh dari lantai tempatnya terjatuh, tak kan Albar pandai bergerak sendiri kesana! Ibu pasti sengaja meletakkannya di sana lalu meninggalkannya, kan?".
Wahida berdiri tidak puas hati di tuduh seperti itu oleh mennantunya. "Kamu jangan sembarangan tuduh aku, yah! Kamu ada bukti sampai yakin berkata seperti itu?". Sambil menunjuk wajah Aisyah.
Aisyah terdiam, dia tidak memiliki bukti kuat untuk menuduh mertuanya itu.
"Rehan juga pasti tidak akan percaya dengan ucapanmu! Dia akan lebih percaya dengan apa yang aku katakan, dia percaya aku sangat menyayangi anaknya. Jadi kamu tidak perlu mengatakan apa pun dengan Rehan, jika masih ingin menyandang statua istri dari anakku itu!". Ancam Wahida lalu kembali duduk di kursi tunggu sambil bermain ponsel.
Aisyah tercengang, yang di katakan mertuanya benar adanya, dia pasti akan di ceraikan Rehan jika terus memancing pertengakaran dengan suaminya itu. Dan tentu hak asuh Albar akan jatuh ke tangan suaminya lantaran kejadian ini. Aisyah berpikir keras bagaimana menyikapi masalah ini.
**
Di luar ruang rawat Albar, Aisyah menatap anaknya di balik kaca penghalang antara dua ruangan. Dia tidak di benarkan masuk ke ruang rawat Albar, dia hanya akan bertemu Albar di waktu tertentu jika perawat membawanya keluar menemui Aisyah di kamar khusus menunggu bayi yang sedang di rawat.
Aisyah di kucilkan oleh suami dan dua orang wanita yang sedang bercengkrama dengan sangat akrab di belakangnya. Tapi Aisyah tidak peduli, yang dia khawatirkan sekarang adalah jangan sampai Rehan menceraikannya di saat dia belum siap untuk melawat suaminya di pengadilan.
Setelah makan makanan yang di belikan oleh suaminya, Aisyah keluar ingin ke taman untuk menenangkan dirinya. Dia harus tetapa kuat agar mentalnya tidak terguncang akibat terlalu banyak pikiran. Dia ingin menghirup udara segar sambil berpikir jalan apa yang akan dia pilih di kemudian hari, hatinya tiba- tiba bimbang dan dilema. Dia kembali berfikir untuk membatalkan saja niatnya untuk menggugat cerai suaminya.
Sesampai di taman, dia melihat ada kursi kosong jauh dari keramaian. Dia kemudian duduk di kursi itu dan menumpahkan segala kesedihannya dengan menangis histeris dengan suara yang tertahankan.
"Aku tidak akan meninggalkan Albar sendirian bersama mas Rehan, aku tidak akan pernah sanggup berpisah darinya, tapi aku harus bagaimana. ..hihhh. . hihhhh. .hihhhh". Lirih Aisyah menahan sebak di dadanya.
Dia tiba- tiba bingung harus berbuat apa sekarang, dia dilema antara kebahagiannya atau kebahagiaan anaknya. Dia menangis sambil menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya.
"Kamu kenapa? Kok malah menangis di sini?".
Tiba- tiba ada yang menyentuh bahunya lembut. Aisyah mengusap air matanya cepat karena malu ketahuan menangis di taman.
Aisyah kaget setelah tahu siapa yang menyentuh bahu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
Marina Tarigan
tahankansaja zAisah niar kamu jadi babu oleh Desi dan mertuamu dan suamimu sepeperti suami istri tfk perduli pdmu wanita bodoh
2025-04-05
0
Wani Ikhwani
seharusnya pertanyaannya apakah mas Reihan masih peduli pada anaknya kalo nanti dia menikah lagi?🤭
2022-11-14
1