(2 jam yang lalu)
"Ibu! Ibu!". Panggil Aisyah berteriak kepada mertuanya.
Wajahnya terlihat panik, Albar dalam gendongannya terlihat lemas tak berdaya. Aisyah berlari menghampiri mertuanya, yang sedang asik menonton Tv di ruang tamu.
Wahida menoleh sekilas kemudian kembali menatap ke arah tv.
"Ada apa kamu teriak- teriak seperti itu?". Tanya Wahida ketus tidak mau ambil pusing dengan menantunya.
"Ini ibu! Albar tiba- tiba lemah banget, suhu badannya juga tinggi banget!". Lirih Aisyah.
"Apa susahnya sih? Tinggal kamu bagi obat, kan senang! Itu aja nggak tau!". Ujar mertuanya cuek, dia tidak khawatir sama sekali dengan keadaan cucunya.
"Tapi obat apa ibu? Stok obat untuk Albar belum ada! usianya masih sangat muda". Lirih Aisyah semakin panik.
Wahida menatap Aisyah kesal karena dia menggangu ketenangan wanita itu. "Kamu itu bodoh atau bagaimana, hah? Kamu pergi bawa dia ke rumah sakit sana! Ganggu aku aja!". Bentaknya.
Aisyah langsung berlari keluar mencari kendaraan, menunggu mertuanya menolong hanya akan memakan waktu saja, terlihat mertuanya tidak peduli sedikit pun.
Keadaan di luar kompleks perumahan sangat sepi, Aisyah berlari ke rumah tetangga untuk meminta tolong. Terlihat sebuah mobil terparkir di luar pagar, dia yakin pasti penghuninya ada di dalam rumah.
"Permisi ibu! Tolong saya ibu! Tolong!". Teriak Aisyah panik memanggil di luar pagar.
Terlihat pintu rumah terbuka dan keluar seorang lelaki muda macho menghampiri Aisyah. "Ada apa yah, mbak?". Tanya nya bingung melihat Aisyah menangis sambil menggendong seorang bayi.
"Tolong hantar saya ke rumah sakit, mas! Anak saya sedang sakit!". Lirih Aisyah tersedu- sedu.
"Tunggu kejam ya, mbak. Aku siap- siap bentar aja!". Lelaki itu berlari masuk ke dalam, tak lama dia keluar membawa kunci mobil.
"Ayo, mbak!" ajak nya membuka pintu di sebelah kemudi mobil yang sudah terparkir di luar pagar.
Aisyah turut dan masuk ke mobil itu, dia merasa sedikit lega dapat mengantar anaknya cepat ke rumah sakit. Tapi dia masih khawatir dengan keadaan anaknya sebelum berhasil ditangani dokter secepatnya.
Tiada percakapan selama perjalanan ke rumah sakit, Aisyah tidak henti- hentinya meneteskan air mata, sedangkan lelaki di sampingnya tidak ingin mengganggu Aisyah yang terlihat sangat sedih itu.
Sesampai di depan rumah sakit, Aisyah langsung membuka pintu mobil dan berlari dengan tergesa- gesa tanpa mempedulikan lelaki tadi. Dia terus berlari masuk ke rumah sakit.
"Dokter! Tolong anak saya dokter!". Imbuh Aisyah panik.
Seorang perawat lelaki mendengarnya dan dengan sigap membantu Aisyah. Dia mengambil alih Albar dan membawanya ke ruang rawat untuk di periksa.
Aisyah menunggu di depan ruang UGD, dia dengan sabar menunggu anaknya sendiri di sini. Duduknya tidak tenang, langkahnya tidak ingin berhenti sebelum mendapat kabar baik dari dokter.
Setelah beberapa waktu, dokter keluar dari ruang UGD tempat Albar di tangani.
Aisyah menghampiri dokter itu dengan perasaan khawatir di hatinya. "Bagaimana keadaan anak saya dokter?". Lirih Aisyah panik.
"Alhamdulillah bu! Anak ibu sudah berhasil kami tangani. Syukurlah ibu membawanya tepat waktu, ibu harus bersyukur ya ibu!". Dokter Tegar mencoba menenangkan Aisyah.
Aisyah merasa lega mendengarnya. "Alhamdulillah, terima kasih dokter".
"Sama- sama bu".
"Saya bisa melihat anak saya dokter?".
"Sebentar ya ibu! Ibu bisa menjaganya jika anak ibu di keluarkan dari ruangan itu, sekarang dia masih harus istirahat, lepas ini ibu bisa menjenguknya".
Aisyah menatap pintu ruang UGD, rasanya tidak sampai hati membiarkan anaknya sendirian di dalam.
"Kalau begitu saya pergi dulu, ada pasien yang perlu saya periksa lagi". Pamit dokter tegar.
Aisyah hanya mengangguk melepas kepergian dokter Tegar, dia tidak bisa memaksakan keinginannya.
Aisyah tersadar bahwa dia belum memberi kabar kepada suaminya tentang keadaan anaknya sekarang. Dia teringat tidak membawa ponsel dan tidak mengingat number suaminya.
Dia bingung harus bagaimana hingga akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke kantor suaminya saja setelah merasa lebih lega dengan keadaan anaknya. Dia memesan taksi yang terparkir di depan rumah sakit, dia minta dihantarkan ke kantor suaminya yang terletak tidak jauh dari rumah sakit.
Setengah jam perjalan, Aisyah terus merasa ada yang mengganjal di hatinya, mungkin karena terlalu khawatir dengan Albar sedari tadi dan rasa itu masih ada sampai sekarang hingga perasaannya tidak tenang ketika harus meninggalkan anak itu.
Setelah sampai di depan kantor, Aisyah meminta Supir taksi untuk menunggunya karena tidak membawa uang. Dia berniat akan membayar jika berhasil membawa suaminya ikut dengannya. Supir itu dengan baik hati menuruti perkataan Aisyah.
Aisyah terus berjalan menuju ruangan Direktur di mana suaminya berada. Sepanjang lalu an banyak yang mencibir Aisyah, tapi tiada yang berani menegurnya lantaran tau status Aisyah sebagai istri dari atasan mereka.
Sebelum mendekati ruangan suaminya, langkahnya di hadang oleh Anita, sekretaris suaminya. Aisyah menatap Anita bingung.
"Maaf ibu Aisyah! Pak Rehan sedang sibuk dan tidak bisa di ganggu!". Ujarnya.
"Hah! Aku datang ke mari untuk memberi tahu keadaan anaknya sekarang, sesibuk apa pun itu, harus dia tinggalkan untuk anaknya!". Ujar Aisyah emosi, firasatnya tidak enak sekarang.
"Tapi pak Rehan sedang ada tamu penting di dalam ibu!". Anita berbicara sopan.
"Siapa tamunya, sepenting mana dengan keselamatan anaknya?". Aisyah tetap melangkah ingin membuka pintu tidak mempedulikan apa ucapan Anita.
"Tapi bu! . . ". Anita tidak lagi bisa menghalang istri atasannya itu.
Saat pintu terbuka, betapa terkejutnya Aisyah melihat pemandangan di hadapannya kini, seorang wanita sedang bersandar manja di dada suaminya, suaminya dengan santai tidak menolak, malah terlihat menikmati semua itu.
Rehan dengan cepat melepas dan mendorong Desi dengan lembut menjauh darinya. Di mulai panik harus memberi alasan apa pada istrinya, terlihat sekarang Aisyah menahan sesuatu.
"Ini yang di katakan Anita tadi, bang? Kamu sibuk dan kedatangan tamu penting, ini tamu pentingnya?". Tanya Aisyah menahan emosi.
Rehan berdiri menghampiri Aisyah mencoba menyentuh tangan istrinya itu. Dia memasang wajah iba semoga Aisyah luluh melihatnya.
Tapi Aisyah dengan cepat menepis tangan Rehan, dia begitu panik sedari tadi dengan keadaan anak mereka, mertua yang tidak peduli, sekarang dia mendapati suaminya sedang sibuk bermesraan dengan perempuan lain. Lengkap sudah penderitaannya.
Sungguh hancur perasaan Aisyah detik ini juga, suami yang pikirnya setia malah selingkuh di belakangnya. Saat dirinya panik dan di tambah dengan dia memergoki suaminya selingkuh secara tidak sengaja ini, membuat dia semakin sedih dan terpuruk. Tapi dia harus sabar dan tidak boleh gegabah, dia menekan perasaan cemburu dan kecewanya agar bisa membawa suaminya pergi ke rumah sakit dan membayar semua biaya termasuk ongkos taksi tadi.
"Sekarang kamu mau ikut aku lihat anak kamu? Atau kamu mau tinggal di sini dengan selingkuhan kamu, mas?". Tanya Aisyah melirik wanita yang duduk s
di samping suami ya tadi dan tersenyum miring sebelum melangkah pergi.
Rehan yang bingung dengan maksud Aisyah, sontak mengejar istrinya itu untuk mencari kepastian dari ucapannya itu.
"Apa maksud kamu ini Aisyah? aku tidak paham!"
"Jika kamu ingin tahu! Silakan tentukan pilihan kamu sekarang!". Kata Aisyah ketus.
"Pilihan apa maksud kamu Aisyah? Dia hanya tamu aku, kami tidak memiliki hubungan apa pun".
"Kamu jangan bohong, bang! Kamu pikir dengan kamu berpakaian tidak rapih seperti ini aku tidak akan berpikiran kamu tidak selingkuh! Udah jelas di mata aku tau nggak! Kamu habis melakukan hubungan terlarang dengan wanita itu, dan sekarang kamu keluar dan tidak membetulkan pakaian kamu". Sindir Aisyah. Kembali melanjutkan langkahnya.
tidak mudah menekan perasaan sakit, tapi Aisyah terpaksa karena tidak ingin gegabah dalam melakukan tindakan pembalasan.
Rehan dengan cepat memperbaiki bajunya dan kembali mengejar Aisyah. Seluruh karyawan melihat pertengkaran mereka, berbagai jenis omongan tercipta seketika.
Desi yang mengekori mereka sedari tadi tersenyum licik, dia tidak menyangka bahwa rencananya berjalan dengan lancar tanpa dia rencanakan sebelumnya.
Anita juga terlihat tersenyum menang, dia merasa menang kerena membuat atasannya bertengkar, sudah lama dia ingin merebut hati Rehan, tapi Rehan seakan menatapnya jijik, tapi kini melihat Rehan kalut seperti itu, menjadi hiburan tersendiri untuknya.
Rehan terus mengejar Aisyah hingga berhenti di sekitar taksi.
"Kamu tolong bayar taksi ini! Aku tidak memiliki uang saat keluar, jadi aku tidak sempat bayar!". Ujar Aisyah menahan malu. Dia marah sekarang tapi karena tidak ingin merugikan supir taksi itu, dia mencoba menahan egonya sejenak.
"Ok! Asal kamu mau ikut aku dan katakan di mana anak kita berada sekarang?". Rehan bernegosiasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments