Zack langsung berlari ke ruang rawat Panji. Dengan perasaan cemas dia melajukan langkahnya meninggalkan Cleo di belakang. Dia takut tidak sempat membuktikan sesuatu kepada Panji.
Sesampai di depan ruang rawat, Zack yang sudah panik sedari tadi tidak menghiraukan dua pengawal yang menjaga pintu masuk dan langsung membuka paksa pintu itu, di sana sudah ada dokter yang memeriksa Panji.
Dengan nafas yang sesak habis berlari, Zack menghampiri Mega yang sedang berdiri berhampiran brangkas Panji. Mega sedang menutup mulutnya panik sambil meneteskan air mata melihat suaminya kembali drop.
Zack memeluk maminya erat, dia tahu sekarang maminya pasti sedang terpukul melihat keadaan suaminya.
Mega sebenarnya masih geram dengan Zack, tapi kehadiran anaknya itu dengan memberi perlukan berhasil membuatnya sedikit lebih tenang.
"Daddy kamu Zack". Lirihnya dengan suara bergetar.
"Mami tenang, yah! Daddy pasti akan baik- baik saja! Dokter pasti akan melakukan yang terbaik untuk Daddy". Bujuk Zack memenangkan Mega, turut memenangkan hatinya yang juga, mereka sama - sana cemas melihat Panji sedang di periksa oleh dokter tepat di depan mata.
"Bagaimana dengan Daddy saya, dok?". Tanya Zack setelah Dokter Zaki selesai memeriksa Panji.
Hufh.
Dokter Zaki menghela nafas berat, dia menatap Megan dan Zack secara bergantian. "Jika bisa, jaga emosi Tuan Panji, sedih, marah, takut dan bahagia secara berlebihan dapat memacu serangan jantungnya kambuh. Jadi tolong sebisa mungkin jaga emosi Tuan Panji, jika sering terjadi, maka akan semakin sukar di pulihkan kembali".
"Sekarang biar Tuan Panji istirahat dulu di sini, nyonya dan Tuan Zack sila ke kamar dulu, yah!". Jelas Dokter Zaki.
Mega mengeleng tegas, dia tidak ingin meninggalkan suaminya sendiri di ruangan ini.
"Kita keluar dulu ya, mami! Biarkan Daddy istirahat sebentar aja, Mami juga harus istirahat, kalau Daddy sadar dan melihat mami lelah, pasti dia akan sedih. Mami tidak mau Daddy drop lagi, kan?". Bujuk Zack.
Mega pun setuju keluar agar suami nya bisa istirahat dengan tenang, dia juga sudah merasa lelah dari semalam tidak dapat tidur menjaga suaminya.
Dokter Zaki pun ikut keluar setelah memastikan ruangan kosong.
**
Setelah keluar dari ruang rawat Panji, Zack langsung menuntun Mega untuk beristiraha di kamar yang khusus di sediakan untuk keluarga Purbalingga di tingkat 10.
"Mami makan dulu, yah! Habis itu Mami tidur". Ujar Zack membukakan bekal makanan yang di bawakan dari rumah, Mega hanya suka masakan dari Chef Juna yang di pekerjakan di rumahnya.
Mega menggeleng dengan perasaan lesu, dia tidak berselera untuk makan sedangkan suaminya masih terbujur lemah.
"Mami harus makan! Kalau mami sakit bagaimana? Nanti Daddy cariin mami gimana, Zack harus jawab apa nanti?". Bujuk Zack dengan seribu pertanyaan.
"Ini semua sebab kamu! Kalau kamu nurut dengan keinginan Daddy kamu, semua ini tak akan pernah terjadi". Perkataan yang berusaha di tahan oleh Mega akhirnya keluar juga. Dia tidak bisa menahan lagi dari menyalahkan Zack
"Tapi pernikahan tanpa cinta itu sia- sia mami, Cleo hanya akan menderita nanti jika tetap menikah denganku yang tidak mencintainya. Aku tidak ingin melukai perasaan wanita, mami!". Sahutnya berkata jujur.
"Kenapa kamu tidak bisa mencintainya? Apa yang kurang dari Cleo? Dia gadis yang baik, sopan, berpendidikan, dan yang penting sifatnya dewasa". Mega kemudian menggenggam tangan Zack. "Kamu bilang sama mami, apa syarat yang kamu inginkan agar setuju menikah dengan Cleo". Bujuk Mega dengan mata yang berkaca- kaca dan menatap tepat ke bola mata Zack.
Mega sangat berharap Zack Sudi menikah dengan Cleo sesuai harapan suaminya. Dia kan berusaha membujuk anaknya itu bagaimana pun caranya.
"Tapi aku mencintai wanita lain Mami, hanya dia yang bisa membuat hatiku bahagia. Jika bukan dia yang mendampingi Zack, rasanya hidup ini akan percuma saja mami". Jelas Zack tertunduk, dia merasa bersalah pada Mega karena tidak bisa memenuhi permintaannya.
"Kamu tidak memikirkan kesehatan Daddy kamu? Kamu tidak ingin membalas jasa kami yang telah membesarkanmu sampai seperti ini, bahkan perusahaan kami percayakan kepada kamu untuk di kelola, tapi kamu. . .". Mega kembali menangis karena tidak berhasil meluluhkan hati Zack.
Zack semakin bingung melihat Mega kembali bersedih, dia tidak ingin membuat Mega pula yang jatuh sakit karena dia tidak bisa menjadi anak yang seperti yang mereka harapkan. Zack menghadap Mega dengan berlutut di hadapan wanita yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang itu. Dia menggenggam tangan dan menciumnya lembut agar melunturkan sedikit rasa sedih Maminya.
"Maksud Zack bukan seperti itu mami! Tapi Baik lah, jika hanya itu yang bisa Zack lakukan untuk membuat Mami dan Daddy bahagia, Zack ikhlas menepikan kebahagiaan Zack sendiri, maaf kan Zack Mami selama ini tidak menjadi anak yang berbakti". Lirihnya turut meneteskan Air Mata di tangan Mega.
Mega tersentuh dengan perlakuan Zack, dia turut merasa bersalah melihat anaknya sedih dan mau berkorban demi kesehatan daddy-nya. Dia tidak bermaksud memaksakan kehendak mereka pada Zack, tapi hanya dengan cara ini yang bisa membuat persahabatan dua keluarga tetap terjalin sehat.
Mega memegang pipi Zack agar manghadap kepadanya.
"Kamu tidak perlu mengorbankan kebahagiaanmu hanya untuk kami, Zack! Kita akan bahagia bersama- sama". Imbuh Mega.
Zack menatap bingung dengan apa yang di ucapkan Maminya, tapi Mega hanya membalas dengan senyum yang hangat.
**
Di waktu yang hampir bersamaan, Aisyah masuk di ruang tunggu untuk melihat anaknya. Dia di suguhi pemandangan yang mengiris hatinya.
Hufh
Dia menghela nafas berat melihat tiga manusia sedang berbincang hangat di depannya. Kehadirannya membuat ketiga mereka diam, senyum mereka luntur di ganti dengan tampang yang tidak bersahabat, terutama Wahida.
"Dari mana saja kamu? Anak sakit bukannya duduk diam menjaga anak, tapi malah kelayapan tidak jelas! Kamu memang ibu yang tidak berguna". Cerca Wahida ketus. Desi di sampingnya mengusap punggungnya agar tetap tenang.
Aisyah diam dan memilih tidak menggubris pertanyaan mertuanya. Dia terus melangkah menuju kaca penghalang untuk melihat Albar. Belum sempat melihat Albar di dalam, bahu Aisyah di tarik kasar oleh suaminya.
"Darimana saja kamu? Ibu bertanya kamu malah cuek seperti itu, Dasar tidak tahu sopan santun kamu, yah!". Rehan menatap tajam ke wajah Aisyah, dia geram melihat Aisyah cuek dengan ibunya.
Aisyah melepas tangan Rehan perlahan dengan wajah yang datar, dia tidak akan terpancing dengan sikap mereka terhadapnya, dia memilih berusaha tenang dan membalas dengan bermain cantik.
Setelah meluapkan kesedihannya tadi dengan bersujud pada Allah, sekarang dia merasa lebih tenang dan pikirannya lebih jernih. Dia mukai bisa mengontrol emosi nya sedikit berbanding sebelumnya.
"Aku dari solat, mas! Aku ingin mendoakan yang terbaik untuk kesehatan Albar dan keluarga kecil kita. Rasanya dengan hanya tinggal di sini juga tidak ada gunanya, karena Albar ada di dalam". Kata Aisyah sedikit menyindir.
Rehan terpana, yang di ucapkan Aisyah benar adanya. Ucapan Aisyah berhasil menamparnya, selama ini dia tidak lagi pernah melihat Aisyah Solat, jadi dia tidak terpikir akan hal itu dan malah memarahinya.
"Ok".
Lalu pergi dari hadapan Aisyah, ego nya terlalu tinggi untuk meminta maaf.
"Makanya lain kali tanya kan baik- baik! Kasihan mbak Aisyah pasti tertekan sekarang dengan sikap kalian". Bela Desi menghampiri Aisyah.
"Kamu jangan bela dia, Mulan! Ini terjadi juga karena kelalaiannya, pasti dia hanya ingin mengambil simpati Rehan agar tidak di . . .". Ucapan Wahida terpotong.
"Sudah lah, ibu! Ini sudah terjadi, jangan di perpanjang masalahnya, kan Albar juga tidak apa- apa sekarang". Rehan berusaha menenangkan keadaan yang sudah tegang akibat ibunya.
Rehan juga sebenarnya masih kesal dengan Aisyah, tapi ini di rumah sakit, tentu akan mengganggu orang lain dengan pertengkaran ibunya dan Aisyah. Dia akan menghukum Aisyah di lain waktu dengam cara lembut tapi sangat merapuhkan hati wanita itu.
Wahida membuang nafas kasar, upayanya membuat Rehan kembali murka tidak berjalan mulus, dia kembali duduk di sofa sendiri sambil bermain ponsel.
"Kalau begitu aku pamit pulang dulu, yah! Besok aku pasti akan ke sini lagi menjenguk bayi Albar. Aku pamit ya, mbak Aisyah". Desi mengulurkan tangannya ingin bersalaman untuk pamit pada Aisyah.
Aisyah menyambutnya dengan wajah datar, berusaha bersikap biasa saja dengan sikap munafik yang di lakonkan Desi padanya. Ini muslihatnya untuk mengambil kembali kepercayaan suaminya.
"Mbak sabar, yah! Aku juga pasti akan terus mendampingi kalian untuk menjaga Albar". Imbuhnya, lalu beralih pada Rehan. "Mas! Aku pamit pulang, yah!".
"Mas hantar, yah!". Tawar Rehan
"Tidak perlu, mas! Albar pasti butuh mas di sini". Tolak Desi.
"Tak apa- apa! Sudah ada ibunya di sini, aku khawatir membiarkan kamu pulang sendirian, mas takut kamu di culik!". Bujuk Rehan sambil membelai pipi Desi di hadapan Aisyah.
Aisyah membuang muka, mereka kembali menghiris hatinya dengan bermesraan di hadapannya. Tapi dia tidak bisa berbuat apa- apa, dia memilih membutakan mata dan memekakkan telinga.
Wahida yang melihat Aisyah, merasa menang dan bahagia dengan kesengsaraan yang di rasakan menantunya.
"Ibu juga ingin ikut pulang, rasanya tubuh ibu sudah remuk duduk di sofa keras ini".
Akhirnya mereka pergi meninggalkan Aisyah sendiri di ruang tunggu itu.
"Aku yang hanya keluar menenangkan perasaan mereka cerca dengan perkataan yang menyakitkan, giliran mereka malah pulang". Ucap Aisyah melepas kepergian mereka.
Dia kemudian beralih menatap Albar dia balik kaca. "Lihat ayahmu, nak! Dia tidak lagi mencintai kita! Dia terang- terangan selingkuh di hadapan kita". Lirihnya.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments