POV Zack
Sanusin, pengawal yang sedang menyetir mobil membawa kami ke rumah sakit, dengan lihai melajukan mobil dengan sangat cepat. Menyelit mobil- mobik di depan dengan mahir, dia memang di tugaskan untuk mengawal dan menjadi pembalap dalam masa genting seperti ini.
"Lebih cepat lagi bawa mobilnya!". Mami meminta dengan wajah yang tampak sangat cemas. Dia terus meraung, menangis meratapi keadaan daddy yang terkulai lemes dipangkuannya.
Aku menoleh kebelakang untuk menenangkan mami. "Mami tenang lah! Daddy akan baik- baik saja". Bujukku.
Mami menatapku tajam, tatapannya menyiratkan bahwa semua ini adalah karena kesalahanku. Aku kembali menatap ke hadapan menghindari tatapan tajam mami, aku tahu sekarang perasaannya sangat terpukul hingga tatapannya yang selalu teduh berubah tajam seperti itu.
Sesampi di rumah sakit, daddy langsung dilarikan di ruang ICU untuk melakukan pemeriksaan dan di beri penanganan.
Mami terus mondar- mandir menunggu dokter keluar membawa kabar, wajahnya tampak sangat cemas dan sedih. Sesekali menyeka air mata yang mengalir di pipinya. Matanya sudah sembab karena menangis sedari tadi tanpa henti, tanpa lelah mengkhawatirkan keadaan daddy di dalam.
Melihatnya seperti itu, aku putuskan menelepon tante Shela untuk datang menenangkan mami. Aku mengambil ponsel dan mencari kontak nama tante Shela. Aku harus menekan rasa malu di hati ini sebelum benar- benar menghubunginya.
Hufh
Aku membuang nafas kasar menguatkan mental, ini demi mami, kesehatan mentalnya juga harus terjaga sebelum penyakitnya kambuh lagi seperti dulu.
"Halo tante". Sapaku setelah panggilan terhubung.
"Halo". Tante terdengar ketus menjawab sapaan ku. Tapi aku harus tetap menyampaikan keinginanku, aku harap tante Shela sudi datang ke sini.
"Saya ingin minta tolong sama tante". Lirihku.
"Saat meminta pertolongan saja suara aku terdengar lembut seperti ini, apa yang perlu aku tolong". Sindir tante Shela tapi tetap menanyakan keinginanku walaupunmasih terdengar ketus.
"Daddy sekarang lagi di rawat di rumah sakit, tolong tanye datang menemani mami di sini ya, tante! Aku mohon!". Jelasku dengan memohon agar tante Shela sudi datang menenangkan mami.
"Kamu Wa aja lokasi kamu, tante usahakan datang menjenguk jika ada waktu". Panggilan di matikan sepihak oleh tante Shela.
Aku tertunduk lesu karena tante Shela terdengar sudah tidak terlalu perduli lagi dengan mami. Sebelumnya mereka sangat akrap karena mereka bersahabatan dari SMA, tapi sekrang cuek aku yakin pasti disebabkan kejadian tadi. Belum berapa lama dari kejadiana aku menolak menikahi Cleo saat makan malam bersama kedua orang tua kami, terjadi perkelahian yang menyebabkan daddy terkena serangan jantung setelah puas menghajar aku untuk melampaskan emosinya.
Sekarang dengan tidak malunya aku meminta pertolongan mereka untuk datang ke sini, sudah pasti mereka akan menolak di sebankan sakit hati atas ulahku sendiri. Aku telah meretakkan hubungan persahabat yang erat antara dua keluarga ini, aku merasa bersalah atas kelancangaku berbicara sejenak nya tanpa berpikir panjang dulu.
Aku mendongak melihat mami yang sudah terduduk lemas di di kursi, aku ingin menghampiri nya, tapi nyali ku ciut jika mengingat tatapan tajam mami semasa di mobil tadi. Tapi melihat keadaannya seperti sekarang, aku sebagai anak tidak tahan ingin memeluknya untuk berbagi kesedihan.
Aku buang egoku demi merasa nyaman, aku tidak akan bisa tenang bila hanya memperhatikan mami sedih seperti itu tanpa seseorang yang menemani di samping nya.
Aku berdiri menghampiri mami, tapi saat aku sudah dekat dan ingin memeluk mami dari belakang, tiba- tiba. . .
"Tante! Bagaimana keadaan on tante?". Panggil Cleo sambil berlari cemas mendekat. Matanya melirikku sekilas lalu menoleh kembali ke arah mami.
Mami yang mendengar nya pun menoleh perlahan dengan lemas, bibirnya sedikit tersenyum haru melihat Cleo berlari ke arah nya.
"Cleo? Kamu datang, sayang?". Sambil memeluk Cleo hangat.
"Aku pasti datang tante! Aku tahu tante pasti sedih dan butuh seseorang untuk menemani tante saat- saat seperti ini". Balas Cleo lembut. Dia mengusap punggung mami dengan lembut.
Dia menuntun mami untuk kembali duduk di kursi sebelum nya.
"Tante takut om kamu per. . .". Mami menggantung ucapnya dan menangis tersedu- sedu di pelukan Cleo.
"Usstt, jangan bilang begitu tante! Om pasti akan selamat, Kita sama- sama doakan Om Panji ya, Tante!". Bujuk Cleo masih menenangkan mami.
Aku lega melihat mami sudah sedikit lebih tenang dalam pelukan Cleo, aku bersyukur Cleo masih ingin datang untuk menemani Mami dalam saat seperti ini, walaupun aku sudah mengecewakan hatinya berulang kali.
Sebenarnya Cleo sangat baik dan bisa diandalkan, tapi hatiku tidak pernah bisa menerima dia menjadi pendamping hidupku, aku sudah terlanjur menempatkan satu wanita yang akan abadi di hati ini. Namanya tak akan pernah tergantikan oleh siapa pun dan aku harap namanya kekal terukir indah di sana hingga ke jannah.
**
"Apa saya sudah bisa masuk melihat suami saya, dok?". Lirih Mami. Dia tidak pernah tidur semalam menunggu keadaan daddy stabil dan bisa dijenguk.
"Boleh! Tapi hanya satu orang dalam satu masa, jadi jika ingin menjenguknya harus bergilir". Saran dokter Sara. Dokter yang memantau kondisi kesehatan Daddy.
"Baik, dokter!". Mami langsung masuk dengan wajah yang masih terlihat sangat cemas.
Tergambar oleh gerak- geriknya, mami sedang marah denganku, mungkin memang benar dugaan aku, dia menyalahkan kejadian ini sepenuhnya padaku. Aku tidak bisa berbuat apa- apa di sebabkan aku tahu semua ini memang terjadi oleh ulahku sendiri.
Mami pamit masuk pada Cleo, Cleo tersenyum hangat dan mengusap bahu mami. "Tante harus kuat! Salurkan kekuatan untuk om di dalam!". Sahut Cleo lembut.
Setelah mami masuk ke ruangan daddy di rawat, aku menghampiri Cleo. "Terima kasih karena masih sudi datang menemani mami".
Hufh
Cleo membuang nafas kasar. "Kejadian semalam bukan kesalahan mereka, untuk apa aku dendam dengan mereka! Mereka sudah aku anggap keluarga aku sendiri". Dia berkata tanpa menoleh ke arahku sedetik pun.
" jadi kamu jangan risau, masalah kita berdua tetap hanya akan menjadi masalah kita tanpa melibatkan orang tua kita. Tapu jika mereka membencimu, kamu terima aja! Karena semua bukan aku yang menginginkannya, mereka membencimu murni karena kesalahan kamu sendiri". Sambungnya.
Aku mati telak, perkataannya memang benar adanya, aku tidak bisa menyalahkan keadaan ini kepada orang lain termasuk dirinya dan keluarganya, dia hanya menyampailam keinginan dan kedua orang tua kami kebetulan sangat setuju dengan permintaannya.
"Kamu makan dulu gih! Itu sudah bibir masakan lalu di bawa ke sini untuk di makan bersama". Ujarku mengalihkan pembicaraan. Aku tidak ingin terus membahas konflik kamu sekarang saat perasaanku semakin keliru dan dilema.
Tatapan Cleo teduh menghadap ke hadapan yang merupakan dinding putih polos tanpa hiasan atau tulisan. Seakan beban pikirannya juga sangat menyiksa batinnya. Aku turut sedih melihatnya seperti itu, tapi hati aku menolak untuk mendekatinya.
"Tidak perlu, aku tidak selera untuk makan, kau makan sendiri saja!". Tolak Cleo dan berlalu menjauh dariku.
Ponselku bergetar menandakan ada notifikasi pesan Wa masuk. Aku merogoh ponsel di dalam saku dan membaca isi pesan yang dikirimnya Asyah.
"Sepertinya aku melihat kamu sedang di rumah sakit, deh? Aku emlibat kamu di depan ruang ICU sedang bersama dengan beberapa orang pengawal dan dua wanita yang menangis tersedu-sedu di dekat kamu".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments