20. Permintaan Maaf

"Sayang, maafin aku," kata Satria dengan raut wajah yang tampak menyesal, Satria yang Maura lihat sekarang adalah Satria yang tampak frustasi dan seakan melupakan larangan yang dia buat untuk dirinya sendiri.

Maura dengan cepat menggelengkan kepalanya, dia menatap Satria tak percaya. "Lo ngapain disini sih? Gimana kalo temen lo ada yang liat? Nanti keluarga lo tau gimana? Nanti yang disalahin gue lagi," gerutu Maura sambil mulai berdiri dari duduknya, Maura langsung menarik tangan Satria dan membawanya ke arah pintu keluar. Mengapa semua rencana untuk menenangkan dirinya menjadi kacau? tidak bisakah Satria berhenti mengganggunya untuk hari ini?

"Maura." Satria menghentikan langkahnya yang sedang ditarik paksa, dia menahan tangan Maura dan langsung membuat Maura pun ikut berhenti seketika.

Dengan raut wajah tak bersahabat Maura berbalik dan melihat Satria, dia menarik nafasnya dalam. "Kita pulang sekarang! lo risih kan ada disini?" tanya Maura yang sudah tak nyaman.

Satria langsung menggelengkan kepalanya, dia menatap Maura dengan serius. "Please sayang, lupain ucapan aku tadi sore. Aku udah gak peduli lagi sama mereka yang gak suka sama kamu, gak peduli lagi keluarga aku mau ngomong apa tentang kamu. Yang aku pikirin sekarang cuma kamu, aku udah gak peduli sama reputasi. Kamu tau kan aku syaang banget sama kamu. Kamu nomor satu dihidup aku, dan aku mau kita balikan sekarang," bujuk Satria memohon, namun semuanya sudah terlambat, Maura hanya bisa terdiam sesaat tanpa ekspresi diwajahnya, Satria mengucapkan nya dengan suara tegas berusaha mengalahkan kebisingan dari sekitar. "Please, kita udah 2 tahun," ulang Satria ia menggenggam kedua tangan Maura erat, kali ini dengan bisikan sehingga yang Maura lihat hanyalah mimik wajah dan bibir Satria yang memohon.

Memang benar mereka sudah 2 tahun bersama, namun Maura sudah muak dengan semua larangan, yang dia rasakan hanyalah tertekan dan Satria tidak terlalu pintar dalam membujuk Maura untuk mengikuti apa yang dia mau. "Gue, gak bisa," jawab Maura ragu dan berusaha melepaskan genggaman Satria.

"Maura, aku janji gak akan larang kamu kerja lagi, kalo boleh mulai sekarang aku yang anter jemput kamu. Aku gak mau kamu ngerasa kesepian lagi. Aku nyesel udah ngomong kasar tadi sore."

Maura menatap sekeliling, di sini tidak terlalu nyaman dan cocok untuk berbicara mengenai masalah mereka. "Kita cari tempat ngobrol yang pas di luar," teriak Maura, suara bising disekitar sangat mengganggu untuk urusan ini bukan? "Gue pamit dulu ke Vina." Maura melepas peksa genggaman Satria, ia mulai berjalan meninggalkan Satria dan mencari Vina.

Setelah berhasil menemukan Vina, Maura pun berjalan dengan cepat dan menepuk pelan bahu temannya. "Vin, gue pulang duluan ya."

"Oke, hati-hati ya. Kalo Satria nyakitin lo chat gue," ujar Vina.

Maura tersenyum dan memeluk Vina sebentar. "Makasih Vin. Bye," pamit Maura.

___

"Mau kemana?" tanya Satria terlebih dahulu memecahkan keheningan. Oh iya, sekarang mereka sudah berada di dalam mobil. Satria menatap Maura dan menunggu jawaban yang keluar dari bibir wanita itu.

"Taman deket Apartment gue," jawab Maura tanpa memandang Satria sedikitpun, dia hanya fokus pada ponselnya sendiri.

"Tapi ini udah malem, gimana kalo—"

Maura berdecak pelan, pada akhirnya Maura menoleh dan menatap Satria dengan malas. "Ya udah mau kesana atau enggak? kalau enggak gue mau turun lagi sekarang juga!" potong Maura membuat Satria langsung terdiam. Ia menyalakan mesin mobil. "Jangan lupa mobil gue," ketus Maura memperingatkan.

"Aku udah nyuruh orang. Besok pagi udah ada di basement," jawab Satria, ia mulai menjalankan mobilnya.

Sesampainya di halaman luas apartment Maura tinggal, mereka berjalan ke arah kursi yang menghadap taman dan duduk saling berhadapan yang hanya terhalang oleh meja kecil. "Langsung ke intinya aja," ujar Maura ketus.

"Aku sayang kamu," ucap Satria dengan wajah serius.

Maura memutarkan bola matanya malas. "Tapi gue lagi pingin sendiri. Gue males diatur-atur Sat, gue males debat cuma gara-gara pekerjaan gue dan gue udah males pacaran sama orang kaya, menjunjung tinggi nama baik keluarganya. Terserah lo mau bantah omongan gue, lo tau kan gue udah gak punya keluarga, orang yang keluarga lo anggep cewek gak bener," jawab Maura.

Mendengar itu Satria semakin merasa bersalah, dia hendak menggenggam tangan Maura namun sebelum itu terjadi Maura sudah menurunkan tangannya dari atas meja dan membuat Satria hanya bisa menghembuskan nafas kecewa. "Please, maafin omongan aku tadi. Aku janji—"

"Satria," potong Maura. "Please, gue cape, gue pingin bebas. Lo masih bisa temenan sama gue. Tapi cuma sebatas temen oke," ucap Maura pelan, berusaha mempercayai Satria jika apa yang dia ucapkan adalah rencana baik untuk mereka.

"Tapi aku gak bisa." Maura menutup kedua matanya ketika mendengar jawaban Satria, dia menghembuskan nafas nya dengan keras.

Satria sedikit berdiri hendak memeluknya, namun Maura langsung berdiri dan menghindar. "Lo tuh egois, buktiin dulu perubahan lo. Gue gak butuh omongan doang," jawab Maura ketus.

Satria terdiam beberapa saat. "Oke, besok aku kesini lagi buat denger jawaban kamu. Aku udah sampe mohon-mohon sama kamu, inget, kamu perempuan pertama yang aku perjuangin, kamu harusnya bangga punya pacar kayak aku Ra, yang bisa ngasih apapun yang kamu mau, kamu gak usah susah payah kerja, aku bisa—"

"Satria! Mending lo pulang sekarang, gue cape," ucap Maura dengan malas, lagi-lagi Satria seakan menekannya.

___

Sementara di Pesantren, Aisyah duduk di kepala ranjang, teman-temannya sudah terlelap tidur, ditatapnya jam dinding yang menunjukkan pukul 1 malam. Pikirannya masih tertuju pada Yusuf, haruskah ia menyesal tidak menjawab perasaan Yusuf? Harusnya ia memberitahu Yusuf bahwa ia pun mencintai Yusuf dan menunggu Yusuf di pesantren? Tapi hati Aisyah masih belum terlalu yakin, ada perasaan ragu dan tidak ingin terlalu cepat mengambil keputusan.

Mengenai Yusuf, terkadang Aisyah berpikir bagaimana jika di Bandung banyak perempuan yang mendekati Yusuf? Bagaimana jika Yusuf melupakannya? Aisyah menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Astagfirullah, kenapa jadi mikirin laki-laki yang belum jadi suami aku sih," ucap Aisyah dalam hati, dia mengusap wajahnya lalu turun dari ranjang dan berjalan keluar untuk mengambil wudhu di kamar mandi luar untuk sholat Tahajud.

______

Terpopuler

Comments

sakura🇵🇸

sakura🇵🇸

aisyah sholeha banget ya❤️

2022-08-19

0

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

Satrianya pengekang gitu Maura jadi nggak nyaman

2022-08-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!