6. Teringat Pesan Dulu

"Innaalillaahi Awa innaa ilaihi raajiuun. Semoga diterima amal ibadahnya, Pak Lukman udah banyak bantu keluarga kita Sarti. Mas gak akan bisa kerja di pesantren kalo bukan karena Pak Lukman, beliau yang sudah memberikan bapa modal ongkos ke pesantren."

Dedeh merangkul Yusuf yang tampak diam tak bersemangat, matanya menatap ke segala arah seakan mencari seseorang. Wajahnya sedikit menunduk ketakutan saat melihat orang-orang mulai memperhatikannya, Yusuf dengan perlahan semakin mendekat ke arah Dedeh dan memeluknya ragu. "Bapa, ini anak Yuli. Yusuf, kasian dia pak, masih kecil. Orang tua nya sudah di panggil gusti Allah," ucap Dedeh.

Pak Hilman menatap Yusuf yang kini tengah menangis dalam diamnya sambil memeluk Dedeh. "Suami Yuli?" tanya pak Hilman.

"Waktu Yuli pindah kesini itu pas suaminya udah meninggal Pak."

"Maaf, Lalu siapa yang mengurus nya?" tanya Kyai Abdullah.

"Saya Pak Kyai, tapi saya bingung. Rumah hancur, rata sama tanah," jawab Dedeh.

"Jika di ijin kan, boleh saya bawa Yusuf ke Pasantren? Insyaallah saya sendiri yang mengurusnya. Disana Yusuf bisa belajar ilmu agama yang baik, teman yang banyak." Dedeh dan ibunya saling pandang, lalu pak Hilman bersuara.

"Nak, Kyai Abdullah ini pemilik Pasantren di Tangerang, Banten. InsyaAllah bapa sama pak Kyai akan menjaga Yusuf, kita sekeluarga sore ini pindah ke Banten ya. Alhamdulillah Bapa udah beli rumah di sana bulan kemarin. Sekarang kita siap-siap, nanti pamit ke sodara sama yang lain."

__

15 tahun kemudian,

Seorang laki-laki tampan dengan baju koko biru navy lengkap dengan kopiah hitamnya keluar dari dalam mobil pasantren sambil membawa piala dan sertifikat. Senyum bahagianya terukir indah saat melihat dirinya disambut oleh beberapa santri yang menanti kepulangannya dari Jawa Barat. Tak lama setelah Yusuf turun dari mobil ia langsung di sambut oleh Kyai Abdullah, senyum bangga terpancar dari wajah nya. Membuat hati Yusuf bertambah senang saat mendapatkan senyum bangga dari beliau, orangtua yang sudah mendidiknya hingga saat ini. "Selamat atas keberhasilan mu," ujar Kyai Abdullah.

"Terimakasih kyai doa dan restu nya, Yusuf seneng bisa bawa oleh-oleh dari perlombaan antar kota," jawabnya sambil memberikan sertifikat.

"Kak Yusuf, tadi Amar nonton kakak di tv, waktu kakak dikasih piagam sama Gubernur Jawa Barat," ujar seorang laki-laki berusia 15 Tahun.

"Oh ya? Muka kakak keliatan gak gugup nya?" tanya Yusuf dengan raut wajah tampak bercanda.

Amar mengerutkan keningnya pelan, seakan berpikir terlebih dahulu. "Engga, dikit sih. Tapi, tetep ganteng kok kak," jawab Amar.

Yusuf tertawa pelan. "Kamu ini Amar, bisa aja. Eh, besok jadi Roan kan?" tanya Yusuf. Amar mengangguk pasti.

"Jadi kak," jawabnya mantap.

Yusuf tersenyum melihat semangat diwajah Amar, ia jadi teringat pesan seseorang. "Kyai," panggil Yusuf.

"Ya? Ada apa Yusuf?"

"Waktu beres perlombaan, ada seseorang yang nyamperin Yusuf. Namanya pak Firman, titip salam ke Kyai. Bulan depan katanya InsyaAllah kesini, ada yang ingin disampaikan," ucap Yusuf. Kyai Abdullah menganggukkan kepalanya mengerti.

"Tadi pagi beliau sudah mengirim pesan selamat atas kemenangan mu Yusuf. Ah iya, besok akan ada santri baru dari Bandung di antar Ayahnya."

"InsyaAllah Yusuf besok ikut menyambut pak. Rizal kemana pak?" tanya Yusuf.

"Ada di taman belakang. Mamah kamu juga sudah menunggu di taman masjid bersama bapa mu," lanjut Kyai Abdullah.

Senyum dibibir Yusuf kembali terukir. "Yusuf ke taman dulu ya," pamit Yusuf. Kyai Abdullah tersenyum lalu mengangguk. Yusuf memberikan piala pada Alan lalu berlari menuju taman masjid.

"Mamah, bapak!" pekik Yusuf saat melihat kedua orang yang ia sayangi tengah duduk dibangku taman.

"Yusuf. Sini nak," ujar Dedeh.

"Selamat ya kak, Rizal bangga punya kakak kayak kak Yusuf," ujar Rizal.

"Alhamdulillah, kakak juga bangga punya adik seperti Rizal."

"Semoga ayah dan ibu mu bangga," ujar Dedeh membuat senyum Yusuf mengembang, matanya terpejam sesaat.

"Aamiin," sahutnya.

Entah mengapa hati Yusuf selalu mengatakan bahwa sang Ayah masih hidup, ia masih ingat sekilas perkataan sang ibu. 'Tadi ada yang meluk Yusuf bu. Nanya, sedih gak waktu ditinggalin Ayah. Ayah ninggalin kita ya Bu?'

'Iya sayang, Ayah udah bahagia sama Istri barunya. Yusuf kalo udah gede setia sama satu perempuan aja ya, jangan bercabang. Istikharah sebelum memilih'

Hati Yusuf sendiri masih bingung saat mendengarnya, 'Ayah udah bahagia sama Istri barunya' apa itu artinya sang ayah masih hidup? Tapi saat ia sudah dewasa ia sudah mengerti, arti meninggalkan dengan nada sendu adalah meninggalkan untuk selamanya. Entahlah, jika memang ayahnya masih hidup kenapa ia tidak datang saat longsor telah usai? Tidak ada tanda-tanda sang ayah mencarinya, yang ia ingat saat itu adalah banyak nya orang yang datang dari kota untuk menemui keluarganya di lokasi longsor tersebut, dan sang ayah tidak ada.

Di dalam hati Yusuf yang paling dalam, sebenarnya ia ingin datang ke Jakarta. Namun apa yang ingin ia cari disana? Sang ayah? Ia sudah lupa wajah dan tempat tinggalnya disana. Selama ia hidup pun ia sama sekali belum pernah bertemu keluarga dari sang ayah, nenek atau pun kakek dari sang ayah belum pernah ia lihat.

Terpopuler

Comments

sakura🇵🇸

sakura🇵🇸

ya ampun yusuf kasian kayak anak g diakui🥺

2022-08-16

0

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

ttp ingat pesan ibumu Yusuf utk setia pada 1 wanita jgn ada yg mengalami nasib spt ibumu

2022-08-14

1

Entin Fatkurina

Entin Fatkurina

tetap semangat Yusuf

2022-08-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!