8. Dekat?

Sudah sebulan Yusuf merenungkan dirinya, sejak pertama kali dia bertemu dengan Aisyah, dia selalu berusaha membantu Aisyah dalam tugas hafalan yang harus Aisyah setor, menitipkan surat untuk Aisyah melalui Rani ataupun Jihan, bahkan pernah beberapa kali Yusuf mengajak Aisyah bertemu saat istirahat hanya untuk menanyakan kabar Aisyah. Baginya Aisyah seorang perempuan yang memiliki pengaruh besar untuknya saat ini, Yusuf seolah memiliki semangat baru setiap harinya.

Dengan senyum yang mengembang Yusuf keluar dari kamarnya, ia berjalan menuju masjid, digenggam eratnya sebuah surat berwarna putih lalu memasukkannya ke dalam saku baju kokonya. "Kak, kemasjid bareng!" teriak seorang pemuda sambil berlari mendekati Yusuf.

"Yuk, jangan lari Zal," ucap Yusuf memperingati.

Rizal hanya tertawa kecil saat sudah berhenti dihadapan Yusuf. "Bapa besok berangkat ke Garut kak," ucapnya kemudian lalu mereka mulai berjalan bersama.

Yusuf mengangguk pelan, dia tersenyum kecil sambil menoleh kearah Rizal. "Ngomongin Garut, kakak jadi inget Ibu," lanjut Yusuf dengan suara pelan, Rizal melambatkan langkah kakinya sambil menatap Yusuf sendu. "Waktu itu kakak disuruh tidur sama Ibu, waktu kakak bangun udah ada di tenda sama Mama. Kakak nangis karena udah berjam-jam kakak nunggu, ibu belum dateng juga," ucap Yusuf pelan, masih sangat sering Yusuf mengingat masa-masa dulu, terkadang dia berpikir sekarang Yusuf sedang apa dan bagaimana jika masih bersama Ibunya, akankah Yusuf membuatnya bangga selalu? sosok perempuan lembut yang sangat menyayangi Yusuf. Terkadang Yusuf pun selalu menangis karena tidak ada satu foto Ayah dan Ibunya yang tertinggal, hanya ada foto sang kakek yang pernah dia lihat di rumah Kakek angkatnya.

"Sabar ya kak. Ada Rizal, Mama, Bapa, Kakek, Nenek, Kyai Abdullah. Banyak yang sayang sama kakak," ujar Rizal penuh kasih sayang, Rizal begitu tulus pada Yusuf yang sudah dia anggap kakak kandungnya sendiri.

Saat mereka asik berbincang, mata Yusuf melihat Rani yang tengah duduk ditengah taman. Sontak Yusuf pun menghentikan langkahnya. "Kamu duluan aja ke masjidnya, kakak mau nyamperin Rani dulu."

"Ciee, kakak berpaling nih dari kak Aisyah," goda Rizal.

"Apaan? Engga lah Zal. Kakak ada perlu," kekeh Yusuf.

"Ya udah, Rizal duluan ya kak," pamit Rizal dengan senyum lembutnya.

"Iya, inget jangan Lari-lari," ucap Yusuf kembali mengingatkan.

"Iya kak. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam." Rizal langsung membelokkan badannya menuju tempat wudhu masjid, sedangkan Yusuf melanjutkan jalannya menghampiri Rani. "Eh Rani, Assalamu'alaikum. Ngapain sendirian disini," sapa Yusuf saat melihat Rani sedang duduk disebuah bangku taman depan masjid. Rani memutarkan bola matanya kesal.

"Apaan? Lo nyapa pasti ada butuhnya," tebak Rani dengan nada suara malas.

"Saya cuma nyapa Ran. Aisyah mana?" tanya Yusuf.

"Aisyah lagi ada tamu bulanan mendadak," jawab Rani, Yusuf mengangguk mengerti lalu mengeluarkan surat putih yang tadi ia simpan di dalam saku.

"Terakhir kalinya saya minta tolong ya, titip buat Aisyah." Yusuf memberika surat putih kepada Rani.

Dengan malas Rani pun menerima surat itu. "Tuh kan! gue bilang juga apa. Pasti ada butuh nya," gerutu Rani.

Yusuf hanya tersenyum. "Ya udah saya duluan ya. Sekali lagi makasih," ucap Yusuf dengan lembut.

Rani menepuk kan surat yang dia pegang ke tangannya yang lain lalu melirik Yusuf. "Yoi, sama-sama, gue bakalan bantu asalkan itu bikin temen-temen gue bahagia. Jadi, awas aja kalo lo nyakitin Aisyah."

"Insyaallah saya gak akan pernah ngecewain apalagi nyakitin anak orang," jawab Yusuf sabar.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***