...Happy Reading...🌹🌹🌹...
Sabtu.
Hari ini Nadya kembali dari Semarang. Dia bilang, pesawat landing di Soetta sekitar jam empat sore. Kami juga sudah sepakat kalau aku yang jemput dia, jadi dia nggak pulang dengan mobil perusahaan.
Jika ditanya sebahagia apa aku sekarang, bahagia banget lah. Hampir tiga hari nggak ketemu Nadya, dan aku udah kangen banget sama dia.
Lima menit menunggu di terminal kedatangan, aku melihatnya dikejauhan.
Wajah itu...
Wajah penuh kebahagiaan yang lima tahun ini kurindukan, mengapa terbit disisi orang lain?
Bukan hanya Nadya yang aku lihat bahagia, tapi orang yang berdiri disampingnya, Hansel. Ya, Hansel yang sama yang pernah mengacaukan diriku beberapa tahun lalu hingga nyaris gila, mengapa dia harus berdiri disamping wanita yang paling aku sayangi?
Darahku seperti membeku lalu mendidih secara cepat, ketika aku melihat tatapan Nadya yang begitu hangat kepada sosok Hansel. Satu pertanyaan yang terun mendesakku untuk memberontak dan membangkitkan emosi dalam diriku sendiri, kenapa bukan aku? Kenapa tatapan itu bukan untukku? Apa Nadya memang tidak pernah menganggap ku sebagai apapun, meski sudah hidup bersama selama ini?
Jarak mulai terkikis, dan aku bisa merasakan perubahan ekspresi dan aura Nadya ketika melihatku. Dingin, dan asing. Mengapa demikian?
Aku melambaikan tangan agar dia melihat keberadaan ku. Ku paksa bibirku untuk menyematkan sebuah senyuman terhangat, meskipun aku tau itu tidak akan bekerja bagi Nadya. Haruskah aku bersikap seperti biasanya? Pura-pura baik-baik saja?
Mungkin itu yang paling benar. Baiklah, jalani peran sebaik mungkin agar Nadya tetap berada disampingku.
“Hay.” sapaku ketika Nadya berdiri dengan radius tak jauh dariku. Masih bersisian dengan Hansel, orang yang aku khawatirkan akan merebut Nadya dariku.
Nadya tersenyum, meskipun kaku. God, mengapa aku bahagia meskipun tidak ada ketulusan sama sekali dalam senyuman itu. Sangat berbeda ketika bibir itu tersenyum kepada orang lain yang membuatku ingin menghantam wajah pria itu dalam sekali pukulan telak. Tapi aku tidak bisa melakukan itu sekarang, setidaknya dia tidak mengusikku.
“Udah lama?” tanya Nadya memastikan. Lalu aku meraih koper dari tangannya, menariknya kedalam pelukan, dan menciumnya di puncak kepala.
“Nggak kok.”
Setelah melepas rindu, tanpa basa-basi atau berniat menyembunyikan sesuatu, aku mengulurkan tangan dan tersenyum ke arah Hansel, menyapanya sebagai kawan lama antara senior dan junior. “Hai, mas. Ternyata tebakanku nggak salah. Hansel yang dikatakan Nadya itu kamu.” kataku sedikit kagok. Ya maklumi saja, aku dan dia pernah berada di posisi yang nggak enak dimasa lalu. Akan tetapi, aku masih terus mencoba berdamai, melupakan segalanya yang pernah dia lakukan padaku, dan bersikap seperti tidak pernah terjadi apapun.
“Oh, Hai juga Gas. Nggak nyangka kalau kamu suaminya Nadya.” katanya, basi. “Lama nggak lihat. Kamu nggak pernah ikut reuni kampus ya?”
Aku tersenyum diujung bibir. Untuk apa aku datang? Untuk membuatku kembali ingat kenangan lama yang membusuk didalam otakku?
“Ah, ya. Aku sibuk, mas. Aku juga nggak gitu suka sama acara seperti itu.”
“Padahal, kata Nadya kamu manager di Bank kan? Harusnya banyak-banyak sosialisasi, siapa tau dapat relasi baru? Ya nggak?”
Aku melirik Nadya. Padahal belum genap sebulan mereka kenal, tapi Hansel sudah tau posisi jabatan dan pekerjaanku. Sedekat itukah mereka sampai Nadya Meu terbuka kepada orang lain yang baru saja dia kenal. Setauku, Nadya itu cukup sulit percaya kepada orang yang nggak bener-bener dia kenal.
“Nggak semua orang bisa leluasa berkumpul dengan orang lain.” sarkasku tajam menanggapi kelakar Hansel yang sama sekali tidak menyenangkan untukku.
Aku tau, dia berkata seperti itu hanya karena ada Nadya diantara kami. Sumpah, melihat Hansel didepan ku, seperti mengalami dejavu. Aku seperti dilempar ke masa lalu, dan aku sekali lagi dipaksa untuk melihat bagaimana dia memulai semuanya, lagi.
Nadya. Aku takut jika sampai dia menjauh seperti yang pernah aku alami dulu. Aku tidak mau, jika sampai Hansel lagi-lagi mengambil apa yang jadi milikku. Ya, Nadya adalah milikku dan nggak bakalan aku lepas, kapanpun tidak akan terjadi. Cukup dulu, yang sudah menjadi masa lalu dan kesakitan untukku.
“Yuk, pulang.” ajakku, tak ingin berlama-lama merasakan suasana canggung antara aku dan Hansel. Nadya mengangguk setuju, kemudian berpamitan pada Hansel dengan raut wajah datar seperti Nadya biasanya yang direspon berbeda oleh Hansel. Shi*t!! Dia masih sama menyebalkan seperti dulu.
“Hati-hati ya, Nad.”
FU*CK!!
“Jangan ugal-ugalan nyetirnya ya, bro.” pesannya sembari menepuk lengan kananku sok akrab.
“Tanpa kamu beritahu pun, aku tau apa yang harus aku lakukan. Permisi.” pamitku sambil menarik tas Nadya dan berjalan meninggalkan Nadya yang masih tertahan ditempatnya berdiri. Pasti akan banyak argumen yang akan disampaikan Nadya kepadaku, nanti. Aku nggak peduli. Yang terpenting, aku bisa menjauh dari sosok Hansel yang ingin memaksa dan menarikku kembali ke lembah kesakitan yang pernah aku alami, tanpa sepengetahuan Nadya. Aku menyembunyikan rapat-rapat sisi terkelamku yang satu itu.
Sesampainya di mobil, aku membuka bagasi dan memasukkan koper Nadya kesana. Menutup dengan cepat dan melewati Nadya begitu saja tanpa bicara apapun. Sumpah, melihat mereka bisa senyaman itu, membuat mood ku seperti diayunkan jauh, lalu jatuh kedasar jurang berlumpur yang aku sendiri tidak sanggup untuk keluar dari sana.
Aku duduk dibalik kemudi mobil, memakai seatbelt, dan menyalakan mesin. Kemudian Nadya masuk dengan wajah kaku dan bibir manyun, mungkin suasana hatinya sedang buruk karena aku. Maafin aku yang nggak bisa buat kamu tersenyum seperti tadi, Nad. Maaf...
“Kamu kenapa seperti itu sama atasanku?” tanya Nadya ketus yang nggak aku gubris sama sekali dan memilih melajukan mobil keluar area parkir. “Gas, aku ngomong sama kamu.”
“Iya.”
“Iya?”
Aku menghela nafas. Dengan terpaksa, aku harus menurunkan ego agar Nadya nggak makin sebal. “Dia benar Hansel yang aku maksud kapan hari itu Nad.”
“Ya, terus kenapa?”
Aku menoleh, cukup terkejut dengan nada tinggi yang dipilih Nadya untuk menyampaikan pertanyaan nya.
“Aku bisa kasih kamu uang bulanan tanpa kamu harus kerja.”
Satu ultimatum aku berikan agar Nadya mengerti maksud dan tujuanku berkata seperti itu. Aku hanya tidak ingin Nadya jatuh ke tangan Hansel.
“Kamu kenapa sih?!” tanya Nadya terlihat mulai terpancing emosi. Dia memang tidak suka jika aku ikut campur, apalagi sampai melarangnya bekerja. Karena bagi Nadya, dia sudah melakukan kewajibannya sebagai istri, dan aku wajib memberikan kelonggaran untuknya bergerak, tidak mengekangnya dan menyuruh dia berdiam diri dirumah sampai beruban.
“Please. Kamu ngga ngerti apa yang aku takutkan, Nad. Aku hanya minta sama kamu, tolong berhenti kerja dari sana. Cari kerjaan lain.” sahutku bernada tak kalah tinggi.
Namun apa yang aku dengar selanjutnya, membuat semua kesabaranku berada dititik terujung. “Nggak. Aku ngga akan berhenti dari sana.”
Sengaja, aku menepikan mobil di bahu jalan. Tatapan mataku lurus kosong kedepan. Sepuluh jariku meremat stir mobil, lalu aku melirik ke arah cincin pernikahan kami yang selama lima tahun ini tidak pernah lepas dari jari manisku.
“Jujur—” aku menjeda, mengambil nafas cukup besar agar paru-paru ku dapat bertahan ketika aku mengungkapkan rasa sakit hatiku yang teramat menyakitkan. “Aku ngga suka kamu deket sama Hansel.”
Nadya berdecak, menggeleng, lalu tersenyum sarkas saat menatapku. Sedangkan aku, hanya berminat menatap siluet Nadya dari ekor mata.
“Deket? Gas, kami partner kerja. Jadi wajar kalau kami deket. Pekerjaan menuntut kami seperti itu.”
“Ya. Aku tau, karena aku juga bekerja di bidang yang nggak jauh beda denganmu, Nad.” tutur ku dengan nada rendah. Aku frustasi. “Tapi, aku melihat senyuman tulus dari Nadya ku yang dulu, ketika kamu berada disampingnya. Senyuman yang udah nggak pernah kamu berikan ke aku, sejak kita memutuskan untuk menikah.” lanjutku. Lalu perlahan aku menoleh ke arah Nadya. “Karena itulah, aku takut dan ingin kamu jauh dari dia.”
“Gas—”
“Kamu terlihat nyaman didekatnya, Nad. Dan aku nggak suka.”
“Gas, aku—”
“Ah. Sudahlah. Aku ini ngomong apa sih?!” potongku cepat sebelum Nadya melanjutkan ucapannya. Memangnya apa yang aku harapkan dengan bersikap seperti itu? Perhatian Nadya kembali padaku? Omong kosong! Bahkan Nadya nggak berniat mewujudkan apa yang aku harapkan darinya.
Aku menarik tuas rem tangan, menginjak pedal gas mobil pelan-pelan, dan membawa Nadya pulang.
Aku tidak ingin hubungan kami semakin runyam dan buruk. Setidaknya, aku masih bisa berdiri disamping wanita yang aku cintai meskipun tanpa dia tau perasaan ku yang sesungguhnya kepadanya. Setidaknya, aku masih memiliki raganya meskipun nanti, dia akan meletakkan hatinya kepada orang lain. Setidaknya, aku masih bisa bertahan untuk tidak kembali jatuh kedalam lembah kelam yang entah akhir-akhir ini seperti menarikku lagi. Setidaknya, aku masih bisa selamat, berkat Nadya. []
^^^to be continued.^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Ratna Sari Dewi
jd penasaran apa yg dilakukan hansel ke Bagas dulu
2022-12-04
2
MACA
Cinta koq ke dua orang? Hera atau nadya?
2022-10-31
1
Seriani Yap
Ak kok ga suka banget sih sama bagas... Jujur kenapa sih. Sebel deh
2022-08-27
3