...Jangan lupa berikan Like, komentar, dan tambahkan cerita Wedding Dust ke dalam list favorit kalian ya teman-teman....
...Happy reading......
...•...
Nadya itu keras kepala. Sejak dulu, sejak aku mengenalnya di bangku SMA. Hampir seluruh siswi di SMA kami dulu bilang, jika Nadya itu menakutkan. Wajahnya dingin, datar seperti tidak memiliki ekspresi, dan terkesan cuek bebek, serta jutek.
Tapi aku tidak melihatnya seperti itu. Bagiku, Nadya itu cantik. Tentu saja cantik dengan caranya sendiri. Kalau boleh jujur, dibandingkan dengan Hera, Nadya terkesan lebih misterius dan tidak mudah di jangkau apalagi disentuh oleh siapapun. Namun justru itu yang membuatku penasaran, dan berakhir mendekati dia hingga kami bersahabat dekat.
Aku mencintai Hera, tapi aku menyayangi Nadya lebih dari menyayangi diriku sendiri. Dia sudah seperti nyawaku. Meskipun dia wanita mandiri, aku tau sisi lemah Nadya yang terus dia sembunyikan dari siapapun, termasuk aku. Dia berusaha terlihat sok kuat, padahal sama seperti wanita lain, dia butuh perlindungan. Dan aku akan melakukannya tanpa diminta.
Tapi, ingatan tadi pagi membuat perasaanku jauh dari kata baik. Nadya ingin aku mengakhiri hubungan kami, dan itu karena Hera—wanita yang sempat aku kencani sebelum memutuskan menikah dengan Nadya.
Aku menyesal membuat Nadya menangis, tadi pagi. Karena hal itu, dia mendiamkan aku, dan menolak tawaranku untuk mengantarnya berangkat ke kantor bersama. Dia memilih membawa motor dan tidak peduli dengan rasa khawatirku.
“Haah...”
Aku merasa kacau. Sandaran kursi sudah menjadi tempat nyaman bagiku sejak pagi tadi. Pekerjaan yang menumpuk belum semua tersentuh karena otakku sibuk memikirkan Nadya yang tidak membaca pesan yang aku kirim sejak jam sembilan pagi.
Sekarang aku tau, mengapa Nadya memilih mendiamkan aku ketika kami sedang saling mengutamakan ego. Nadya tidak ingin aku kacau di kantor. Dan itu terbukti dengan aku yang tidak bisa berkonsentrasi sama sekali di meja kerja, hanya memikirkan dia dan masalah kami. Mungkinkah selama ini, dia yang terus berusaha memendam ucapannya itu? Ucapan yang pagi ini begitu menyakitkan sisi laki-laki dalam diriku.
Lelah memikirkan masalah yang terus datang ke arah kami, aku mengalihkan diri pada ponsel yang sedari tadi bergetar. Dan aku tau pasti siapa yang sedang melakukan panggilan itu. Hera. Ya, dia.
Insting Nadya tidak pernah salah. Aku memang memiliki janji dengan Hera, meskipun hanya makan malam disebuah rumah makan yang biasa kami gunakan sebagai tempat bertemu melepas rindu, sejak dulu. Tapi, entah mengapa rasa menggebu dan rindu yang biasanya mencuat ketika tidak bertemu berhari-hari dengan Hera, tiba-tiba tidak muncul. Aku malah lebih ingin jika Nadya yang menghubungiku sekarang, minta aku membawakan nasi uduk kesukaannya untuk makan malam kami, dari pada Hera yang mungkin akan menagih janji kencan yang entah mengapa tiba-tiba ingin aku hindari.
Sekali lagi aku membiarkan ponsel ku bergetar diatas meja hingga displaynya kembali gelap. Kemudian aku mengambilnya, dan menggeser panah ke atas hingga menampakkan foto Nadya yang kujadikan Wallpaper sejak setahun yang lalu, dan belum pernah aku ganti sama sekali hingga detik ini.
Sebuah senyuman mengembang begitu saja dibibirku ketika melihat wajah datar Nadia yang saat itu tersenyum hingga memunculkan lesung pipinya. Jangan bilang ke dia, jika aku mengambil foto itu secara diam-diam. Sssst... ini rahasia!
Ibu jariku menekan aplikasi WhatsApp, mencoba kembali melihat ruang obrolanku bersama Nadya. Dan dua centang abu itu sudah berubah biru. Tapi masih tidak ada balasan darinya. Untuk itu, aku memberanikan diri menekan tanda telepon di ujung atas ponsel. Aku ingin bicara langsung dan mendengar suaranya.
Namun semua itu terhenti karena sekali lagi panggilan masuk dari Hera. Aku berdecak, dan tidak bisa lari lagi karena mungkin dia tau aku sedang online.
“Halo, ada apa, Be?”
Biasanya, aku memanggilnya dengan Bee, namun hari ini aku menghilangkan satu huruf E yang ada. Sedang tidak berselera mesra-mesraan dengan orang lain. Aku hanya ingin Nadya.
“Kita jadi ketemuan kan? Kenapa lama sekali jawab teleponnya?”
Aku menghela nafas cukup besar. Hera memang manja, dan dia tidak suka diabaikan. “Aku sibuk. Maaf.”
Kami diam sejenak, mungkin Hera juga merasa aneh dengan sikapku yang tidak seperti biasanya, banyak bicara dan memanjakannya dengan pujian-pujian mesra.
“Kamu masih dikantor?” tanya Hera pada akhirnya memutus keheningan.
Aku mengangguk. “Hemm.”
“Apa perlu aku datang kesana untuk menjemputmu nanti, Bee?”
Aku menegakkan punggung ketika mendengar nada ‘Tut’ di ponselku. Hanya sekali dan panggilan itu atas nama Nadya.
Sial! Dia pasti mengakhiri panggilan karena dia tau aku sibuk melakukan panggilan lain.
“Be, nanti aku telepon lagi, ya. Ada hal penting yang harus aku lakukan.”
Aku tidak peduli dengan tanggapan Hera ketika aku mengakhiri panggilan secara sepihak. Aku harus segera menghubungi Nadya.
Pada nada hubung ke tiga, suara Nadya terdengar. Ada rasa lega dan bahagia di dadaku, hingga tanpa sadar aku tersenyum.
“Sudah sampai rumah, Nad?” tanyaku basa-basi. Ini akhir pekan, dan aku jelas tau dia hanya bekerja setengah hari di hari Sabtu.
“Eum.”
“Nggak pingin nitip sesuatu ?” tanyaku, tidak mau menyinggung perasaan Nadya yang mungkin masih kacau akibat pertengkaran cukup serius kami pagi tadi.
“Enggak. Aku telepon karena kamu tadi WA, dan aku baru bisa buka Hp sekarang.”
Aku ber O ria, dan suara Nadya kembali terdengar. “Katanya pulang telat? Lembur?”
“Nggak jadi. Aku pulang jam tiga.”
Untuk sesaat, aku menunggu respon Nadya. Tapi Nadya tetap Nadya, dia hanya diam.
“Kamu beneran nggak pingin dibeliin sesuatu?”
“Nggak.”
“Kalau gitu, bikinin aku sop ayam dong.” pintaku mengupayakan jalan damai dengan Nadya. “Kamu Udah makan?”
“Udah. Tadi dapat traktiran dari pak Hansel.”
Hansel? Atasannya kah? Mengapa aku baru mendengar nama itu? Setauku, atasan Nadya bernama Sujono?
“Hansel?”
“Eum. Kepala Devisi baru. Mutasi dari kantor pusat.”
Entah mengapa, aku merasa nggak nyaman. Mendengar Nadya menyebut nama seorang pria, membuatku ingin melarangnya bekerja saja. Gajiku cukup untuk menghidupi kami meskipun dia tidak bekerja.
“Masih muda?”
Nadya tidak menyahut. Aku sadar pertanyaanku tidak masuk akal, tapi aku perlu tau. Si Hansel ini sudah tua seperti pak Sujono, atau masih muda seumur—
“Lebih tua dua tahun dari kita.”
Nad, kamu harus berhenti bekerja. Aku tidak ingin sikap misteriusmu itu memancing laki-laki lain untuk mendekat. Aku harus membicarakan itu nanti setelah sampai rumah.
“Apa dia tampan? Sudah menikah atau belum?” tanyaku semakin posesif. Sikap bajinganku mulai muncul kepermukaan ketika Nadya menyebut nama laki-laki lain. Ah, aku memang egois. Disaat aku terang-terangan mengakui hubunganku dengan Hera dan Nadya bisa menerima itu, kenapa aku justru merasa kesal saat tau Nadya menerima traktiran dari seorang pria?
Aku mendengar dia berdecak diseberang. “Kamu mikir apa sih, Gas? Aku makan bareng-bareng sama anak satu Devisi dan pak Hans membayar bill sebagai ucapan terima kasih atas sambutan dari kami. Kamu kesannya menuduh aku punya hubungan yang nggak-nggak gitu ya?”
“Nggak kok. Aku cuma nanya aja.”
“Ya udah. Aku mau mandi dulu.”
“Oh, Okey. Jangan lupa pesenanku. Sop ayam buatan kamu.”
“Iya ih. Bawel.”
Aku tersenyum mendengar kalimat rujukan Nadya. Nada bicaranya sudah terdengar stabil. Apa itu artinya kita sudah berdamai? Secepat itu? Berarti ini sebuah kemajuan.
“Ya udah. Bye...”
“Eumm.”
Panggilan diakhiri Nadya. Aku tidak pernah menduga bisa bersikap labil begitu hanya karena Nadya mendapat traktiran masal yang dilakukan atasan barunya. Tapi firasat ku berkata jika itu bukan hal yang baik. Sesuatu mungkin akan terjadi diluar kendali kami.
Jika memang firasat itu akan terjadi suatu hari nanti, aku hanya berharap kami mampu melewatinya bersama. Dan aku sangat berharap Nadya tidak meninggalkan aku. Tidak meninggalkan pernikahan kita. []
^^^to be continued.^^^
...🖤🖤🖤...
Jangan lupa mampir juga ke cerita Vi's yang lainnya ya.
—Vienna (Fiksi Modern)
—Another Winter (Fiksi Modern)
—Adagio (Fiksi Modern)
—Dark Autumn (Romansa Fantasi)
—Ivory (Romansa Istana)
—Green (Romansa Istana)
—Wedding Maze (Romansa Modern)
—WHITE (Romansa Modern)
Atas perhatian dan dukungannya, Vi's ucapkan banyak terima kasih.
See You.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Nur Yuliastuti
baiklah 🤐
2023-09-30
1
Kustri
woooooo...njaluk menange dewe!
2023-08-30
1
Ratna Sari Dewi
barru pertama baca, sepertinya menarik. jadi penasatan mwlanjutkannya
2022-12-04
1