Happy Reading...
Nadya benar. Aku tidak pernah lelah jika menyangkut urusan ranjang, karena bagiku, Nadya itu candu. Candu dalam segala hal yang menurutku tidak aku temui pada siapapun selain dia. Nadya itu definisi sempurna yang sebenarnya, menurutku.
Aku menatap bahu terbuka Nadya yang udah terlelap setelah melakukan dua ronde tanpa jeda. Tiba-tiba ada rasa yang nggak aku mengerti memukul telak hatiku yang membuat kedua lenganku melingkar lebih erat di perut Nadya. Kukecup bahu sempit itu beberapa kali ketika pikiranku melayang.
Hansel,
Apa mereka orang yang sama?
Hansel Tiono, apakah itu dia? Jika iya, aku takut sesuatu terjadi dengan kami, dengan pernikahan kami.
***
Sepertinya aku bermimpi buruk. Aku terlonjak kaget ketika bangun tidur dan tidak menemukan Nadya disampingku. Aku berlari keluar kamar seperti orang kehilangan akal. Tidak peduli ketika lututku menendang keras nakas yang ada di sebelah pintu kamar. Aku terus berlari, mencari keberadaan Nadya yang...meninggalkan aku.
Aku juga memanggil nama Nadya beberapa kali, tapi tidak ada jawaban membuat aku semakin dirundung ketakutan. Aku berlari menuju dapur, dimana biasanya Nadya menghabiskan waktu untuk memasak ketika pagi hari. Nihil, tidak ada Nadya disana. Aku berlari ke arah belakang, juga tidak ada. Hingga aku berjalan cepat ke depan, aku menemukan Nadya berdiri di ruang tamu sambil menenteng satu kantong plastik berwarna hitam berisi sayuran. Ah, dia baru selesai belanja. Aku lega dia masih disini.
“Ada apa? Kenapa muka kamu pucat begitu?” tanyanya, lalu mengambil langkah yang aku tau betul kemana arahnya.
“Nyariin kamu. Kenapa nggak pamit sih?” cercaku sambil meraih dan memeluk Nadya tanpa ragu.
“Kenapa sih?! Aneh banget deh kamu Gas. Bangun-bangun kok—”
“Aku mimpi buruk.” tembakku langsung agar Nadya berhenti meronta. Sejujurnya tidak ada yang aku karang, mimpi buruk itu memang menyapa mimpiku semalam dan aku nggak bisa tenang.
Tapi, Nadya tertawa dan membalas pelukanku dengan tepukan ringan di punggung. “Itu cuma mimpi, Gas. Bunga tidur. Ngapain kamu sampe kayak gini sih? Lepasin lah. Aku mau masak. Ntar kesiangan.”
“Kamu nggak nanya aku mimpi apa?”
Kami diam beberapa saat. Nadya berhenti melawan, dan aku menjauhkan diri untuk meraih kedua bahunya. “Memangnya, kamu mimpi apa? Aku mati?”
Aku melotot tajam. Kenapa bawa-bawa mati sih si Nadya ini?
“Nggak Nad. Tapi kamu ninggalin aku.”
Semburan tawa Nadya membuatku tercenung penuh kejut. “Kok ketawa?”
“Iya, aku ninggalin kamu. Ke rumah teh Ari buat belanja.” kelakarnya yang sukses membuat aku mendengus sebal. Candaan Nadya nggak lucu sama sekali. “Udah ih. Aku mau masak Gas. Kamu bisa telat ngantor nanti.”
“Please jangan tinggalin aku.”
Mata kami bertemu. Lalu Nadya mengusap pipiku lembut. “Enggak. Aku nggak akan tinggalin kamu. Udah, lepas.”
Aku berdecak dan melepas Nadya untuk pergi kedapur. Mataku melirik jam dinding yang masih menunjuk angka lima. Jam lima pagi dan aku sudah berfikiran buruk sebelum Nadya pergi ke kantor.
Nama Hansel benar-benar membuatku tidak bisa tenang dan tidur nyenyak.
“Aku masak tumis kangkung. Kamu mau di bekalin apa nggak?” teriak Nadya membuyarkan lamunanku dan berjalan ke arah dapur.
“Ya. Bekalin yang banyak. Nanti aku pulang telat.”
Nadya membeku mendengar jawabanku. Dia tidak menoleh dan terlihat menahan sesuatu yang ingin ia katakan. Namun suaranya terdengar sesaat kemudian. “Makan malam dirumah apa nggak? Kalau nggak, aku mau makan fast food aja.”
“Nggak tau. Nanti aku telepon.”
Nggak ada jawaban dari Nadya. Dia menuju meja dapur dalam diam dan mulai mengeluarkan tiga ikat kangkung dan mulai memetikinya.
“Nad,”
“Hmm.”
Okey, mari bicara.
“Hansel, apa kamu akan terlibat banyak kerjaan sama dia?”
Nadya kembali terdiam beberapa saat, lalu menunduk setelah sempat melirik ke arahku. “Eumm. Aku asistennya, tentu saja aku akan terlibat banyak kerjaan sama dia. Dia kepala Devisi baru Gas, jadi nggak mungkin dia langsung sat-set dan bisa menghandle semuanya di tempat kerjanya yang baru. Kamu pasti tau hal itu 'kan?”
“Aku...”
“Kamu nggak perlu takut aku selingkuh. Aku nggak mungkin ngelakuin itu.”
Aku tau Nadya nggak mungkin ngelakuin itu, cukup lega mendengarnya, tapi ada rasa takut jika firasat itu nanti bisa saja benar terjadi. Aku takut Nadya merasa nyaman disamping Hansel. Detik berikutnya ada rasa nyess menyakitkan ketika kalimat itu terucap dari bibir Nadya. Seolah dia sedang mengatakan kenyataan dengan sebuah sindiran padaku yang memperlakukan dia dengan tidak fair dalam pernikahan kami.
“Ya. Aku percaya sama kamu. Tapi,” aku menjeda kalimat yang kali ini ngebuat jantungku rasanya ingin meledak karena perasaan aneh yang terus memenuhi otak. “...aku tidak bisa menebak jika atasanmu itu tidak akan tertarik padamu.”
Nadya meletakkan pisau kecil di atas meja marmer dan menoleh sepenuhnya padaku. “Gas, kamu kenapa sih?! Kalau ini semua tentang mimpimu, tolong lupain, itu hanya—”
“Aku kenal satu orang yang bernama Hansel,”
“Hansel? Siapa?”
“Namanya, Hansel Tiono. Dia kakak tingkat dua semester di kampusku dulu.”
Nadya diam dan tidak menjawab, lalu berbalik dan melanjutkan pekerjaannya. “Intinya, nggak usah takut aku selingkuh. Aku bukan kamu.”
***
Ucapan Nadya sedikit banyak menyakiti perasaanku dan membanting mood ku pagi ini.
Dia menolak ku antar dan memilih membawa motor dengan alasan ingin mampir ke minimarket untuk membeli sesuatu dan takut jika aku telat sampai di kantor. Aku nggak maksa dan melepas dia begitu aja.
Sepanjang perjalanan menuju kantor, berbagai pikiran berkelebat tanpa ampun di dalam otak. Nadya dan Hansel berada dalam satu ruangan yang selalu melibatkan mereka untuk bersama. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan jika ketakutan ku terjadi. Aku takut Nadya lebih memilih Hansel yang sempurna. Aku takut Nadya melepas ikatan kami, memilih berpisah, dan bersandar pada Hansel.
“Shit!!” umpatku keras saat sebuah motor menyalip dan menukik tepat didepan body depan mobilku. “Sial!!”
Entah untuk siapa aku mengumpat dua kali. Untuk motor itu, atau untuk pikiranku yang nggak mau diajak kompromi dan tenang.
Ponselku bergetar. Nadya mengirim pesan.
Nadya: Aku ada lembur sejam hari ini. Jadi kamu pulang jam berapa?
Aku menepikan mobil, berhenti sejenak untuk membalas pesan Nadya. Dia sudah sampai kantor ternyata.
Nggak terlalu malam. Cuma ada jadwal Gym sampai jam enam.
Nggak ada balasan setelah aku menunggu semenit, lalu aku memutuskan untuk kembali menginjak pedal gas dan menuju tempat kerja.
Okey. Mari percaya sama Nadya dengan ucapannya. Dia tidak akan ninggalin kami, dan dia tidak akan selingkuh seperti apa yang aku lakukan padanya. Sampai satu ide terbesit dalam otakku. Antara. Aku ingin meminta tolong pada teman Nadya itu untuk memberiku informasi tentang Nadya dan Hansel. Licik memang, tapi semua demi ketenangan hati yang terus meracau tidak jelas akan kehancuran hubungan aku bersama Nadya.
Aku tidak ingin pernikahan kami menguar terbang diudara seperti debu. []
^^^to be continued.^^^
🖤🖤🖤
Mampir juga ke cerita Vi's yang lainnya ya.
—Vienna (Fiksi Modern)
—Another Winter (Fiksi Modern)
—Adagio (Fiksi Modern)
—Dark Autumn (Romansa Fantasi)
—Ivory (Romansa Istana)
—Green (Romansa Istana)
—Wedding Maze (Romansa Modern)
—WHITE (Romansa Modern)
Atas perhatian dan dukungannya, Vi's ucapkan banyak terima kasih.
...See You....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Ratna Sari Dewi
ceritanya bagus. menarik untuk di baca
2022-12-04
1
MACA
Sampe bab ini..masih penuh esmosi bacanya😡
2022-10-31
1
YuWie
sampe bab ini..aku masih blm klik dg pikiran nadya dan bagas. seperti biasaaa karya othor memang begituuu..penuh puzzle 😀
2022-08-29
1