...Jangan lupa beri cinta kalian untuk Wedding Dust ya teman-teman pembaca semua......
...Happy Reading...
Sejak memutuskan hidup bersama, kami berkomitmen untuk menjaga privasi satu sama lain. Nadya yang memintanya. Dia tidak ingin urusan pribadinya dicampuri olehku, dengan begitu, dia juga tidak akan mencampuri urusan pribadiku, termasuk ingin ikut campur tentang aku dan Hera.
Aku akui, selama lima tahun kami hidup dan tinggal bersama, Nadya sama sekali tidak pernah melanggar komitmen itu. Dia seperti sudah memprogram dirinya untuk tidak ikut campur masalah pribadiku. Tapi aku malah merasa bersalah. Karena disini, aku seperti orang jahat yang mengkhianati sebuah pernikahan, padahal memang begitu adanya karena aku masih menjalin hubungan dekat dengan Hera setelah menikah dengan Nadya.
Aku merasa, aku terlalu egois karena Nadya tidak pernah berhubungan dekat dengan pria lain. Aku memang memberinya izin bekerja, setahun setelah pernikahan kami berjalan. Tapi Nadya nggak pernah terlihat, atau aku mendengar jika dia dekat dengan laki-laki, bahkan teman kerjanya sekalipun. Antara yang bilang. Teman Nadya yang satu itu cukup dekat denganku, dan Tara—panggilan akrab Antara—sering mampir kerumah setelah nganter Nadya pulang. Nadya sering nebeng kalau aku nggak bisa jemput gara-gara lembur, atau...janjian sama Hera. Ah, aku berengsek memang.
Sore ini, dia belanja bulanan dan aku sudah mentransfer uang ke rekeningnya beberapa saat lalu.
Langit juga makin gelap saat kita ikut bergabung dengan riuhnya macet jalanan. Entah mengapa, Nadya hanya diam dan sesekali mengecek ponselnya yang menyala. Sepertinya berbalas pesan dengan seseorang. Aku mendadak kepo.
“Siapa?” tanyaku menyelidik penuh telisik memecah keheningan, membuat Nadya menoleh saat itu juga ke arahku.
“Tara.”
“Ada kerjaan yang belum rampung?”
Aku terus memperhatikan Nadya, karena mobil masih setia di tempat berhenti. Macet parah karena malam Minggu. Dia menggeleng sebagai jawaban, lalu kembali menunduk menatap layar ponselnya yang lagi-lagi menyala.
“Tara punya pacar nggak?”
Bodoh. Aku ngomong apa sih?
“Kenapa? Mau pacaran sama dia juga?”
Ya Tuhan. Seburuk itu ya aku Dimata Nadya. Nggak salah sih, aku sendiri yang buat diriku seperti itu Dimata Nadya. Brengsek.
“Nggak gitu, Nad.”
“Kirain. Kalau mau nanti aku—”
“Nad, please. Nggak usah ngomong kayak gitu deh.”
Aku menarik tuas rem tangan dan menginjak pedal gas pelan ketika mobil didepanku mulai bergerak lamban. Kepala Nadya mengangguk disusul sebuah seringai tajam disudut bibirnya yang hari ini berwarna sedikit ke-oren-an.
“Sorry, bercanda pak. Nggak usah diseriusin. Lagian, aku nggak bakalan terima kalau Tara yang harus saingan sama Hera.”
Aku meliriknya lagi, dan ekspresi Nadya berubah sendu. Apa yang sebenarnya sedang terjadi sama dia?
“Kamu kenapa? Kayak badmood gitu?” tebakku asal, semoga dia nggak tersinggung.
“Hah...”
Dia tidak menjawab pertanyaan dariku, hanya menghela nafas lalu kembali fokus pada ponselnya yang sedang bertukar pesan dengan Tara. Dan aku memutuskan fokus menyetir saja dari pada tambah keki.
Sesampainya di lobby parkir supermarket langganan kami belanja, Nadya turun dan merapikan Coat nya sesaat, lalu berjalan memutar ke depan mobil dan berdiri di sampingku.
“Besok mau sarapan dimasakin apa?” tanyanya, kemudian mengambil langkah setelah aku menekan tombol lock di kunci remote mobil.
“Apa ya? Emmm... terserah kamu aja deh, masakan kamu nggak pernah gagal buat aku pingin nambah.” kataku mencoba mencairkan suasana.
“Halah, gombal.” sahutnya yang membuat aku terkikik dan gemas secara bersamaan, lalu merangkul bahunya posesif, nggak mau para mata yang sedang mengintai curi pandang ke arah Nadya terus meliar.
Soal masakan, Nadya memang pandai membuat olahan masakannya begitu lezat. Aku bahkan nggak ragu ataupun malu buat ambil nasi lagi dan makan sekali lagi diwaktu yang sama didepan Nadya. Entah bumbu apa yang ia buat, tapi jujur aku selalu ingin makan dirumah. Lidahku seperti menolak makanan luar dan hanya ingin merasakan makanan buatan Nadya. Kalau makan diluar bareng Hera, makananku selalu sisa, nggak pernah habis. Bahkan, Hera sering bilang lidahku terbalik karena nggak cocok sama masakan hotel berbintang sekalipun. Crazy right?
Sesampainya didalam, aku mengambil salah satu troley belanja dan mendorongnya beriringan sama Nadya. Kami mulai memenuhi keranjang dengan berbagai jenis belanjaan. Mulai dari beras, dan para anggota penghuni nakas dapur. Kemudian beranjak ke area kebutuhan cuci-mencuci, mandi, dan terakhir isi kulkas.
“Aku pingin mangga, Nad.”
Nadya menoleh, dan aku mengedikkan bahu.
“Tumben?” suaranya, ketus bin judes.
“Pengen aja.”
Lalu dia mengambil dua kilo mangga mengkal dibantu salah satu pegawai supermarket.
“Apa lagi?”
Meskipun wajahnya jutek, Nadya itu orangnya penuh perhatian. Apalagi kalau soal kesehatan kami.
“Udah.”
“Pisang? Biasanya kamu suka makan pisang kalau habis gym.”
“Boleh deh. Sayuran jangan lupa.”
“Nggak. Belanja di teh Ari aja kalau sayuran.”
Oke deh, untuk urusan satu itu Nadya memang ahlinya.
Kami memutuskan ikut berbaris menuju kasir setelah Nadya memeriksa semua kebutuhan dan tidak ada yang terlewat. Tidak terlalu panjang, hanya dua orang didepan bersama pasangan mereka masing-masing. Aku memerhatikan sekilas ke arah Nadya, dia seperti sedang memperhatikan seorang ibu muda yang sedang menggendong batita, dan suaminya sedang menggoda si batita hingga gadis cilik berpipi gembil itu tertawa keras sambil melihat lekat pada wajah ayahnya. Sebenarnya aku juga ingin seperti itu, bercanda dengan anakku yang sedang di gendong oleh...Nadya.
Tiba-tiba saja ponselku bergetar, membuat lamunanku akan anak buyar seketika. Aku meraihnya dari saku celana dan melihatnya. Hera mengirim pesan singkat di WhatsApp.
Bilangin ke istri kamu, dia nggak punya hak ngelarang aku bertemu kamu.
Aku mengerutkan kening, mengecek kolom panggilan masuk, dan ternyata memang ada panggilan yang dijawab. Pembicaraan tidak berlangsung lama, hanya 53 detik. Ku lirik Nadya sebentar sekali lagi, dia sedang fokus menatap datar dengan wajah juteknya lurus ke depan.
Sekarang aku tau alasan dibalik wajah jutek itu. Nadya sedang badmood. Hera pemicunya.
Lantas aku mengetik balasan untuk Hera.
Dia punya hak, Ra. Dia istri aku. Lalu mengirimnya, dan tidak butuh waktu lama balasan sudah masuk sekali lagi
Jadi, sekarang kamu lebih milih belain dia?
Aku mendorong troley dan membantu Nadya menata belanjaan kami dimeja kasir untuk di total. Nggak peduli lagi dengan ponsel yang sibuk bergetar di saku celana. Urusan Hera biar besok saja.
...***...
“Kok cemberut aja dari tadi?”
Semoga Nadya nggak ngamuk aku tanya begitu.
“Memangnya kamu mau dibilang punya istri nggak waras kalau aku senyum terus?”
Nadya memang pandai menyembunyikan semua hal yang menurutnya tidak perlu di ketahui orang lain.
“Ya nggak gitu Nad. Aku dari tadi kok nggak lihat kamu senyum gitu ke aku?” kataku lagi, sambil memasukkan beberapa buah ke dalam lemari pendingin.
“Lihat aku!”
Seketika aku menoleh, dan dia nyengir kuda padaku. Kaku sekali tapi menggemaskan. “Bukan yang kayak gitu.” lanjutku bersuara sambil terkikik geli dengan candaan bokis Nadya.
Aku berdiri, berjalan ke arahnya, lalu memeluknya dari belakang yang seketika itu membuat Nadya menegang. Ia menoleh ke sisi kanan dimana aku meletakkan wajahku disana. Aku mengecup singkat bibirnya, lalu tersenyum. “Aku nggak tau masalah apa yang sedang memenuhi otak kamu. Tapi,” aku sengaja menjeda, lalu mengecup lagi bibirnya, agak lama. “...tapi, aku ada disini. Sebagai sahabat dan juga teman hidupmu, Nad. Katakan semua masalahmu padaku. Berbagilah apapun yang coba kamu pendam sendiri. Aku akan mendengarkan semuanya. Semua. Aku akan selalu ada untuk kamu.”
Sumpah. Nadya sudah mencuri semuanya yang ada padaku. Jujur, Nadya adalah prioritas utama bagiku. Bukan siapapun, termasuk Hera yang sempat mengalihkan semuanya dan sempat membuatku lupa akan keberadaan Nadya dihidupku. Namun pada akhirnya, aku tidak bisa berpaling pada siapapun, dia selalu berhasil membawa aku kembali kerumah yang sebenarnya. Nadya. Ya, dia adalah rumah bagiku.[]
^^^to be continued.^^^
^^^🖤🖤🖤^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Nur Yuliastuti
nusuk nya langsung ke jantung
2023-09-30
1
Kustri
salut buat nadya👍💪
2023-08-30
1
Ratna Sari Dewi
Nadya orangnya cuek, jd bisa menjalani rumah tangga seperti itu.
2022-12-04
1