Nur terduduk dengan napas yang tersengal sengal. Karena ia masih menahan emosinya saat ini. Perasaan nya sedang kacau, mana ia memaksa turun di tengah hutan. Dan kini menumpang pada mobil yang pemiliknya ia tak kenal sama sekali.
Nur merasa sedikit heran. Mobil yang ditumpanginya sudah melaju lebih dari sepuluh menit. Tapi, penumpang lain yang ada di dalam mobil yang ia naiki sekarang, sepatah katapun tak ada mengeluarkan suara. Menyapanya atau menyuruhnya kembali turun, maupun menjaranya.
Ia yang penasaran dengan orang yang duduk di sebelahnya. Akhirnya memberanikan diri untuk menatapnya. Apakah pemilik mobil yang ditumpangi laki laki atau perempuan.
Deg
Saat ia melirik ke sebelahnya. Dengan pencahayaan yang minim, karena lampu di dalam mobil itu dimatikan. Ia cukup terkejut mengetahui kalau orang yang duduk di sebelahnya adalah seorang pria.
Walau pencahayaan minim, ia tahu kalau pria yang duduk di sebelahnya juga menatapnya saat ini.
Deg
Lagi lagi ia dikejutkan dengan sosok pria berparas tampan, dengan bentuk tubuh yang terlihat atletis. Dalam pencahayaan yang minim itu.
Nur masih ketakutan, apalagi ia menumpang di dalam mobil yang tak ia kenal. Ia tak boleh sombong. Semoga pemilik mobil yang ia tumpangi adalah orang baik.
"Te-- Terimakasih sudah mem--bantuku, dengan memberi a ---aakuu tumpangan." Ujarnya dengan tergagap. Jujur Nur sangat ketakutan saat ini. Ia menundukkan kepalanya dengan kedua tangan mengatup, sebagai tanda ia berterima kasih.
"Sama sama." Jawab pria yang duduk di sebelahnya dengan datar. Ia yakin, pria yang duduk di sebelahnya adalah orang kaya. Terlihat dari interior mobilnya yang sangat bagus. Walau pencahayaan minum. Nur bisa merasakan kalau ia sedang duduk di bangku mobil mewah.
Setelah pria itu menjawab ucapan terima kasihnya. Nur melirik pria itu lagi. Pria itu terlihat meluruskan kursinya seperti ingin tidur.
Nur pun tak mau mengganggu pria di sebelahnya. Karena dari bahasa tubuhnya saja. Seperti nya pria disebelahnya tak ingin basa basi dengannya.
"Eemmm.. Pak, pak supir. Aku nanti turun di kota ya?" ujarnya ramah, pada sang supir yang sikapnya tak kalah cool dengan pria di sebelahnya.
"Hheemmm...!" hanya itu sahutan yang ia dengar.
Nur yang ketakutan itu, mencoba untuk berfikir positif. Berdoa pada Allah, semoga orang yang menolongnya ini, adalah orang baik. Ia terus saja, berdzikir dan bwrsholawat dalam hati. Meminta pertolongan agar ia terhindar dari marabahaya. Hingga ia pun terlelap dengan sendirinya.
***
"Aku, Aku di mana?"
Nur panik, mendapati dirinya berada di atas tempat tidur yang besar dan empuk. Seumur hidup baru kali ini dia tidur di atas ranjang seempuk ini. Pernah sih, ia tidur di ranjang yang empuk juga. Saat ia tugas dinas luar dan menginap di hotel. Tapi, ranjang yang ia tiduri saat ini sangat empuk dan membuat malas untuk bangkit.
"Pria itu..!" Nur memeriksa tubuh nya. Ia pun akhirnya bisa bernafas legah. Pakaian yang ia kenakan semalam masih melekat di tubuhnya. Bahkan sepatu flatnya juga masih dikenakannya.
"Aku, aku di mana ini?" ia heboh, panik dan tentu saja ketakutan. Ia beranjak dari ranjang. Meraih tas selempang nya yang teronggok di atas ranjang itu juga. Berjalan cepat keluar dari kamar itu.
Krek..
Ia sukses membuka pintu kamar. Bersiap siap ingin melarikan diri. Saat ini pikiran negatif sedang menyelimuti. Ia berfikiran, kalau ia sedang disekap oleh pria hidung belang. Atau Mucikari dan dia akan dijual. Dipaksa melayani pria hidung belang lainnya. Ia akan dieksploitasi.
"Eehh.. Si Enon, sudah bangun. Sarapan dulu non."
Nur kembali dikejutkan dengan tawaran makan dari seorang wanita paruh baya. Yang ia yakini adalah seorang ART.
Nur terdiam, otaknya berfikir keras. Ia sebenarnya ada di mana?
"Aku, ini, ini di mana ya Bi?" ia tak mau mati penasaran. Ia perlu tahu di mana ia saat ini.
Sang Bibi terlihat bingung dengan pertanyaan Nur.
"Makan dulu aja non, kalau non penasaran. Setelah keluar boleh lihat lihat rumah ini." Jawab si bibi sopan. Menghidang makanan dihadapan Nur. Tentu saja makanannya terlihat sangat menggiurkan.
Nur yang memang merasa lapar, langsung menyantap makanan itu, setelah sang bibi keluar.
"Aku, aku harus cepat habiskan makanan ini. Aku harus keluar dari rumah megah ini. Aku, aku tak mau dijual ataupun disekap. Aku tak mau mati konyol. Aku masih ingin merasakan punya keluarga. Tak bisa jadi istri pertama Jadi istri simpanan pun tak apa. Karena aku tahu diri." Ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Mulutnya dengan cepat melahap makanan yang ada di piringnya. Ia kelaparan, wajar lapar tenyata saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi.
Nur sudah pesimis. Ia tak berani lagi memimpikan biduk rumah tangga yang harmonis. Karena ia yakin, tak akan ada pria yang mau menerima kekurangannya, apalagi jika pria itu single.
"Kalau lah pria yang menolongku, bukan orang jahat. Aku ridho dan ikhlas jika ditawarkan jadi istri keduanya, jadi istri ketiga juga tak masalah." Ujarnya dengan perasaan ngilu dan sakit di dadanya. Dari hati kecil, ia tak inginkan itu. Tapi, apa daya, seperti nya hanya itu yang akan mungkin terjadi padanya.
Hhufft...
Nur sudah selesai sarapan. Ia pun turun ke lantai satu. Jikalau pemilik rumah ini orang baik. Tentu ia akan diperbolehkan pulang.
"Sudah mau pulang ya non?" benar saja, langkahnya sangat mulus hingga turun ke lantai satu. Tadinya ia ada di lantai dua. Dan rumah ini, berlantai tiga.
"Iya bi, terima kasih sudah diberi makan." Ujarnya sopan dengan perasaan tak enak, karena merepotkan.
"Iya, sama sama Enon." Ujar sang bibi menunjukkan pintu keluar pada Nur.
Saat ia melintasi ruang tamu. Matanya tertarik untuk melihat sebuah figura besar di ruangan itu. Figura foto keluarga.
Dan saat memperhatikan lekat foto keluarga dalam figura itu. Ia dikejutkan dengan orang yang ada di dalam foto.
"BI, Bibi.. Ini fo--to, ini foto siapa?" ujarnya dengan suara terbata-bata, syok melihat foto keluarga yang ada di dalam figura itu.
"Oouuww... Itu foto keluarganya tuan. Itu istri dan anaknya." Ujar sang Art sopan.
"Apaa..?" Nur sangat terkejut melihat foto keluarga itu. Air muka yang tadinya ceriah, karena dapat sambutan hangat dari sang ART, kini berubah mendung.
Tangan Nur mengepal kuat. Seolah tuhan berpihak padanya. Mengantarkannya ke tempat tujuan untuk balas dendam.
Akan kau rasakan sakitnya. Seperti apa yang kurasakan dulu. Lihatlah...!
Nur Membatin dengan ekspresi wajah penuh amarahnya. Tangannya masih mengepal kuat, seperti mengumpulkan tenaga untuk meninju figura besar itu.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Mimik Pribadi
Ada apakah gerangan Nur dngn Foto klrga itu,siapa yng sdh menyakitimu???
2024-09-17
0
Safa Almira
hajar nur
2024-09-09
0
💞Nia Kurnaen💞
mungkinkah itu suami dr kk mantannya nur...???
2023-05-23
0