Pukul 23.15 Wib. Mobil milik sang paman berangkat menuju kota. Di dalam mobil penumpangnya sangat padat. Ada enam orang dewasa termasuk supir. 2 anak remaja dan dua anak kecil berusia 4 dan 2 tahun. Tentu saja kedua anak kecil di pangku. Satu dipangku sang ibu dan satu lagi dipangku Nur.
"Eemmm... Kamu emang gak punya uang ya Nur. Sehingga harus nebeng dengan kami?" ujar seorang gadis bernama Dila. Dila adalah putri dari pamannya Nur. Berarti sepupu nya Nur.
Dila itu orangnya sombong dan sok cantik. Ia satu tempat kerja dengan Nur. Usianya sekitar 26 tahun.
Nur diam, tak mau diajak ribut oleh Dila.
"Kamu kan bisa pulang besok. Lihat gara gara kamu ikut, jadi sempit tahu." Keluh Dila menyikut pinggang Nur.
Auuwwhh.. Aduh Nur, melirik sekilas Dila, yang menatapnya tajam.
"Dila.. Kamu koq bicara seperti itu. Nur itu sedang berkabung." Tegur sang ibu, menoleh ke belakang.
"Berkabung, berkabung gara gara dia. Siapa suruh jadi cewek murahan. Ya matilah emaknya, setres karena kelakuannya. Dasar manusia sampah..! dipikirnya ia bisa gaet cowok kaya. Eehh gak tahunya ditinggalkan dalam keadaan bunting. Kasihan banget sih hidup loe..!" ujar Dila dengan sinis nya.
Tes
Air mata langsung mengucur deras, membasahi pipinya. Ia dengan cepat memalingkan wajahnya, melap air matanya dengan jemarinya yang membasahi pipi nya.
Ucapan Dila sangat menyakitkan. Hatinya terasa dicabik cabik mendengar makian dan hinaan itu.
Ucapannya Dila yang pedas, membuat Nur jadi sangat emosional. Sang ibu baru saja meninggal. Ia sedang tak sanggup mendengar pernyataan penghakiman. Ia saat ini hanya ingin disemangati. Bukan disudutkan terus, atas kesalahan yang pernah ia lakukan.
Ia yang bertaubat pun, seperti tak nampak di mata manusia. Karena satu kesalahan itu.
"Dila... Kamu jangan bicara seperti itu..!" Kini sang paman yang menegur sang putri.
"Bela terus, aku bicara fakta koq ayah." Ujar Dila sok suci. Wanita itu memang tak tahu diri dan sombong. Ia bahkan melupakan jasa nya Nur. Kalau tidak gara gara Nur. Ia tak akan bisa bekerja di tempat Nur bekerja saat ini.
"Nur, jangan masukkan ke dalam hati ucapan adikmu ya?!" ujar sang paman ramah. Yang kini duduk di sebelah sang supir. Menoleh ke belakang dan tersenyum lada Nur. Walau di dalam mobil gelap.
"Iya paman, gak apa apa koq." Jawabnya dengan suara lirih. Orang bisa tahu kalau ia sedang menangis.
Hua.... Hua... Hua ..
Anak kecil yang berusia 4 tahun, yang ada dalam gendongan Nur menangis.
Ya, Nur diberi tugas mangku anak tantenya. Tantenya punya anak dua.
"Uuhhh sayang.. Kamu terbangun ya? kamu kedinginan?" tanya nur lembut pada anak kecil yang dipangkunya.
"Iihh.. Makanya kamu turun! Gara gara kamu mobil ini jadi sempit. Ini penumpang mobil sudah padat.." Ujar Dila dengan frustasinya ia kesal dengar suara tangis anak anak.
"Dila...!" tegur sang ibu dengan mata melotot.
Nur sudah tak tahan mendengarnya. Emosi nya terpancing sudah
"Stopp... Stoppp.. Stopp.. Berhenti paman. Aku turun di sini..!" ujar Nur dengan kesal. Ia juga punya batas kesabaran dan harga diri.
Sang supir yang juga pamannya tak mengindahkan ucapan Nur. Mobil terus melaju.
"Paman.. Berhenti...! aku bisa gila, kalau terus berada di dalam mobil ini..!" ujar Nur dengan frustasinya. Suara bergetar karena menangis. Membuat sang paman memberhentikan mobil yang dikendarainya.
"Adek sayang, jangan menangis ya!" ujar Nur membelai kepala adik kecil itu. Ia pun mendudukkan anak itu, di kursi yang ditempatinya tadi.
"Bibi, aku mau turun. Aku naik mobil lain saja." Ujar Nur tegas.
"Tapi Nur, ini tempat nya sepi. Kita sedang berada di tengah hutan sayang." Ujar tantenya Nur. Tak mau turun dari mobil. Posisi Nur yang duduk di bangku barisan ketiga, membuatnya tak bisa turun cepat. Karena penumpang di bangku barisan kedua harus turun terlebih dahulu.
"Bibi, ku mohon. Izinkan aku turun!" tegas Nur dengan nada memaksa. Seandainya penerangan di dalam mobil itu terang. Para penumpang mobil itu, pasti bisa melihat kesedihan di wajahnya Nur.
"Biar saja dia turun Ma. Yang penting bukan kita yang nurunkan dia." Ujar Dila dengan ekspresi sepele.
"Dila...!" tegur sang ayah dengan nada marahnya.
"Bibi, aku mau turun di sini!" Nur mempertegas ucapannya. Tentu saja dengan ekspresi kesalnya.
"Kita sedang di tengah hutan sayang. Kalau kamu mau naik mobil lain. Setelah sampai di kota saja ya?" ujar sang bibi dengan rasa bersalahnya. Ini semua gara gara putrinya yang sombong itu.
"Gak bi, aku mau turun di sini." Nur sudah berdiri dari tempat duduknya.
"Di sini tempatnya berbahaya. Kalau terjadi apa apa dengan mu bagaimana sayang? kalau kamu dijahatin orang. Atau diserang hewan buas gimana?" ujar sang bibi dengan penuh kekhawatiran.
"Manusia seperti dia bagusnya memang di makan hewan buas Ma. Dia kan hewan juga. Perangainya seperti hewan. Kawin sebelum nikah."
"Diam mulutmu, habis kesabaranku ya Dila. Sok suci sekali kau jadi orang." Ujar Nur dengan tubuh bergetar. Habis sudah kesabarannya, yang selalu dihina.
"Aku mau turun....!" teriaknya, tak tahan lagi satu mobil dengan Dila. Ia dihina terus.
Penumpang bangku barisan kedua pun turun. Dan dengan cepat Nur melompat dari dalam mobil kijang jantan itu.
Ia menyeret kakinya, hendak menjauh dari mobil itu. Emosi sudah menyelimuti hatinya. Ia tak peduli lagi dengan tempat yang ia tapaki saat ini. Mereka sedang berada di jalan yang kelilingi hutan. Pohon pohon Pinus besar dan pohon lainnnya menjulang di setiap sisi jalan.
"Nur... Kamu jangan ambil hati ucapan Dila." Sang paman dan Bibi, menahan tangan Nur, sehingga langkahnya terhenti.
Saat ini hanya lampu kenderaan mereka yang membuat tempat itu sedikit terang. Atau ada mobil yang sedang melintas di jalan itu.
"Iya paman, aku gak ambil hati koq. Sudah, paman dan bibi lanjut kan perjalanan saja." Ujarnya berusaha melepas tangan sang paman yang memegang erat tangannya. Air mata sudah mengucur deras. Ia sudah sangat emosional.
Hatinya masih terluka, karena baru saja kehilangan sang ibu. Dan ia tak sanggup dengar umpatan penuh kebencian sepanjang jalan dari Dila. Lebih baik ia mati di hutan ini, di makan hewan buas. Atau dibunuh penjahat.
"Kamu jangan keras kepala. Ini di hutan Nur."
Kungg....
Ngung ..
Suara anjing liar, terdengar sangat mengerikan yang membuat bulu kuduk berdiri.
Huuurrkkk...
Huurkkk...
Ditambah suara burung hantu.
"Ayah... Bulu kudukku meremang..!" ujar sang istri, pada pamannya Nur.
"Ayo Nur, kita masuk ke dalam mobil lagi nak, kita lanjutkan perjalanan." Menarik tangannya Nur kuat. Dan Nur memberontak.
"Lepas... Paman!"
Terlihat sebuah mobil di ujung sana, bergerak ke arah mereka.
Nur yang berontak, tak tahu lagi harus berbuat apa. Mau melanjutkan perjalanan dengan keluarga sang paman, Ia tak tahan disudutkan.
Akhirnya Nur melambaikan tangan pada mobil yang menuju ke arah mereka. Ia tak peduli lagi siapa yang ada di dalam mobil yang di stop nya itu. Kalau pun mobil yang diberhentikannya adalah mobil kumpulan penjahat ia sudah pasrah. Jikalau ia dibunuh dan diperkosa, ia sudah ikhlas. Berarti itu semua terjadi atas kehendak Ilahi Robbi. Itulah yang ada dipikiran Nur saat itu.
Mobil yang di stopnya malah berhenti. Membuka pintu untuknya cepat. Ia pun masuk ke dalam mobil itu. Setelah menghempaskan kuat tangan sang paman.
TBC
Dukung novel ini readers sayang. Novel ini sedang ikut event konflik Rumah Tangga.
Beri like, komentar positif, vote dan hadiah🙂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Tri Soen
Mulut Dila sepedas cabe setan ...
2023-03-05
0
Lia Wildan
dilla mulutnya jahat banget
2022-10-09
0
Muhyati Umi
sodara sepupu sama2 perempuan ko jahat banget itu mulutnya si Dilla. semoga aja yang menimpa nur terjadi pula ke Dilla biar tau rasa
2022-09-20
1