Josh menghentikan langkahnya saat mendengar isakan tangis di ruang perawatan Alexa. Niat hatinya pergi dari ruang perawatan itu mengambilkan salep untuk menghilangkan memar di pergelangan tangan Alexa yang memerah karena cekalannya tadi. Karena emosi yang berlebihan tadi, tanpa sengaja dia mencekalnya terlalu kuat.
Josh menatap salep yang dipegangnya dengan perasaan bersalah. Dia masih bertahan di luar pintu ruangan. Bahkan ada perawat yang kebetulan lewat menatapnya heran kenapa sang direktur rumah sakit berdiri sedikit lama di depan pintu kamar perawatan. Hingga Josh menyadari hal itu pun langsung masuk begitu saja membuat Alexa sontak terdiam menghentikan isakan tangisnya.
Josh terpaksa berdiri di sisi ranjang yang tak terhalang infus dan kebetulan juga Alexa berbaring melingkar miring ke arah yang sama pula. Alexa hanya memejamkan mata meski sebenarnya dia tidak tidur. Antara malu, kesal, kecewa dan ingin marah pada Josh. Namun wajah hancurnya karena tangisan itu membuatnya enggan membuka matanya.
Alexa mengira kalau Josh pergi meninggalkannya setelah perlakuan kasarnya tadi. Dia juga tak mengira kalau akan dipergoki dalam keadaan isakan tangis. Josh menatap sendu wanita yang sedang hamil anaknya itu. Beralih menatap pergelangan tangan Alexa yang memerah.
"Maaf." Bisik Josh sambil meraih pergelangan tangan Alexa dengan lembut yang membuat Alexa tersentak kaget menolak tarikan tangan itu.
"Aku hanya ingin mengobatinya." Penolakan Alexa perlahan mengendur dan mampu menerima uluran tangan Josh yang tidak sekasar tadi. Namun Alexa tetap enggan untuk membuka matanya.
Perlahan pergelangan tangannya terasa dingin karena olesan salep tersebut membuat hati Alexa menghangat diam-diam. Josh terlihat menghela nafas panjang dan berat. Diam-diam dia menatap wajah Alexa yang masih setia memejamkan matanya tanpa mau membukanya.
"Aku akan mengoleskannya setiap tiga jam sekali nanti." Ucap Josh setelah selesai mengolesi salep.
Dia pun masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar perawatan itu untuk mencuci tangan dan mukanya yang terlihat kusut. Padahal image wajah dingin dan datarnya selalu mampu dipertahankan seemosi apapun dirinya. Tapi menghadapi Alexa membuat dirinya berubah-ubah emosi dan ekspresi, seperti bukan dirinya saja.
Cklek
Josh membuka pintu kamar mandi dan matanya bersirobok dengan tatapan mata Alexa yang juga tak sengaja menatapnya. Hingga Alexa membuang pandangannya ke sembarang arah menghindari Josh. Raut wajah Josh berubah sendu menatap Alexa yang berkali-kali menolaknya. Josh kembali menghela nafas.
Dia pun duduk di sofa tak jauh dari ranjang perawatan, membuat Alexa mau tak mau menatap tajam Josh.
"Bisa tinggalkan saya sendiri!" Ucap Alexa. Josh menoleh menatap wajah Alexa yang menatapnya tajam.
"Saya katakan sekali, tinggalkan saya sendiri!" Seru Alexa menaikkan nada bicaranya karena kesal melihat Josh hanya terdiam tanpa menjawabnya.
"Kau... bicara padaku?" Tanya Josh polos tak merasa bersalah.
"Kau..." Alexa menatap Josh nyalang semakin kesal.
"Bukannya kau menghindariku, jadi kukira kau sedang tidak bicara padaku." Jawab Josh santai membuka ponselnya mengecek email pekerjaannya.
"Kau... Apa kau..."
"Aku berjanji pada seseorang untuk menjagamu. Jadi jangan harap aku akan pergi! Relaks kan dirimu. Karena aku akan tetap anda disini. Kau bisa menganggapnya seolah tidak ada disini." Sela Josh santai membuat Alexa semakin kesal saja.
"Kau..."
Tok tok tok
Suara ketukan di pintu membuat Alexa mengurungkan niatnya untuk berteriak pada Josh.
"Masuk!" Seru Alexa menahan kekesalannya.
Cklek
"Selamat pagi nona, sarapan anda..." Perawat itu terdiam saat mendapati direktur rumah sakit itu duduk di sofa tak jauh dari ranjang perawatan membuat dia urung untuk melanjutkan ucapannya karena merasa kikuk dan salah tingkah. Josh meliriknya memberikan tatapan dingin pada perawat pengantar sarapan itu.
"Taruh saja di meja sus!" Jawab Alexa memecahkan kecanggungan setelah menatap perawat dan Josh bergantian.
"Kalau begitu saya permisi nona. Permisi dok." Pamit perawat itu pada Alexa dan bergantian pamit pada Josh yang hanya dijawab dengan anggukan kepala.
Josh segera meletakkan ponselnya ke dalam saku celananya menghampiri sarapan yang disediakan rumah sakit mengambilnya untuk disuapkan pada Alexa.
"Saya bisa sendiri!" Tolak Alexa meraih nampan makanan itu namun secepat itu pula Josh menampiknya.
"Duduklah dengan tenang!" Titah Josh semakin membuat Alexa meradang.
"Jangan lakukan apapun! Bukannya kau sendiri yang mengatakan untuk menganggapmu tidak ada!" Seru Alexa kesal menatap Josh tajam. Josh terdiam, dia tak mampu menjawabnya karena Alexa membuatnya tertohok.
"Seseorang mempercayakan padaku untuk menjagamu." Elak Josh beralasan.
"Tangan saya masih sehat untuk makan sendiri." Tolak Alexa keras kepala.
Josh menatap Alexa tajam yang juga dibalas tajam balik oleh Alexa membuat Josh menghela nafas mengalah karena pesan dokter Rizal yang selaku dokter kandungan Alexa untuk tidak membuat pasien emosi. Bagaimana pun juga, emosi ibu hamil memang selalu berubah-ubah.
"Biarkan aku menyuapimu, jika kau tak mau aku melakukannya untukmu, biarkan aku melakukannya untuk anakku." Pinta Josh dengan suara lembut tak emosi seperti tadi membuat Alexa tersentak kaget dengan kembali diingatkan tentang janin yang ada di perutnya. Hal itu sontak tangannya mengelus perutnya spontan.
Alexa terdiam tak mampu menjawab. Kali ini dia tak menolak juga tak mampu menolak. Kenyataan dia sedang hamil anak dari pria di depannya itu membuat Alexa sedikit melembut tak membantahnya lagi. Dia pun bisa menerima suapan dari Josh tanpa mual dan muntah sedikitpun.
Apa kau memang menginginkan untuk disuapi oleh papamu? Batin Alexa menatap Josh yang setia menyuapinya dengan telaten.
Josh mengulurkan segelas air putih setelah menyuapi Alexa hingga tandas tanpa tersisa. Alexa menerimanya lagi tanpa protes.
"Aku akan melamarmu setelah kau keluar dari rumah sakit." Ucap Josh membuat Alexa tersentak kaget.
"Tidak!" Teriak Alexa spontan langsung menutup mulutnya yang tanpa sengaja berteriak hingga berdenging di dalam kamar perawatannya.
"Aku yang akan bicara pada kakakku." Ucap Josh lagi santai.
"Jangan! Jangan katakan apapun!" Cegah Alexa gugup.
"Sampai kapan kau akan menyembunyikannya?" Tanya Josh.
"I-itu..."
"Lebih cepat lebih baik kalau dia tahu." Ucap Josh lagi membuat Alexa semakin takut melihat reaksi kekasihnya John.
"I-itu pasti akan menyakitinya?" Ucap Alexa lemah menundukkan kepalanya merasa bersalah.
"Lebih baik dia segera tahu dari kita sekarang, dari pada dia tahu dari orang lain dan semakin kecewa dan sakit hati pada kita. Atau lebih parahnya dia akan marah pada kita." Ucap Josh.
"John mengatakan akan bertanggung jawab pada janinku jika tak ada yang bertanggung jawab atas janinku." Ucap Alexa takut-takut.
"Kau ingin aku diam saja dan tutup mata tentang kenyataan ini? Sampai kapan? Apa kau pikir kakak akan sebodoh itu tak menyelidikinya?" Ucap Josh kembali emosi meski berusaha untuk tidak marah.
"Aku mencintainya. Aku hanya ingin bersamanya." Jawab Alexa lirih membuat Josh terdiam tak mampu berkata-kata. Kalau urusan hati dan perasaan, dia tak bisa mengatakan apapun.
Josh keluar dari kamar perawatan Alexa tanpa mengatakan apapun. Alexa pun juga tak mencegahnya dan diam di tempatnya.
.
.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments