Rencana Gagal

Ranti bertopang dagu, dengan menatap layar komputer yang berada di depannya. Namun, pikiran tidak terpaut dengan tabel-tabel yang ada di layar itu. Dia sedang memikirkan bagaimana caranya, agar dia bisa bertemu dengan pria brengsek, yang menjadi targetnya itu.

Hembusan nafas kasar, terdengar dari bibir tipis Ranti. Sungguh, dia masih merutuki kebodohan Mirda. Ternyata Ini memang menjadi lebih sulit dari apa yang dia bayangkan.

Baru kali ini Ranti merasa seperti orang bodoh, ketika Alex hanya meliriknya sebentar, lalu pergi begitu saja saat keduanya bertemu di pintu masuk gedung.

Ini sangat berbanding terbalik, ketika Alex bertemu dengannya di hotel pada malam itu.

Sementara itu di ruangannya, Alex masih menatap berkas-berkas yang berada di atas meja. Ia berniat untuk mempelajari kembali sebelum akhirnya menyetujui atau menolak berkas-berkas tersebut.

Akan tetapi, pikirannya tidak bisa fokus.

Di dalam pikirannya saat ini justru di penuhi oleh wanita yang baru dia temui dua kali. Hal itu membuatnya sedikit jengah, dia meremas rambutnya ke belakang untuk mengusir bayangan wanita tersebut.

Sudah beberapa kali, Alex meneguhkan di dalam hatinya jika ia sudah memiliki seorang istri. Akan tetapi sepertinya hati dan pikirannya sama sekali tidak bisa bekerja sama.

Ranti mengalihkan pandangannya ketika mendengar percakapan kepala divisi dengan rekannya, ia sedikit mendengar jika rekannya itu diminta untuk menghadap Alexander Putra Mandala, bos mereka.

Ranti mengangkat salah satu sudut bibirnya. Sepertinya, dia sedang mendapatkan keberuntungan kali ini.

Setelah kepala divisi pergi, "Dewi. Biar aku saja yang mengantar berkas itu."

"Kamu kan baru di sini. Apa kamu sudah tahu, letak ruangan pak Alex?"

Ranti tidak begitu menanggapi kata-kata rekan yang baru dikenalnya tidak lebih dari setengah hari itu. Dia langsung menarik berkas yang berada di meja  Dewi. Sedangkan wanita itu sendiri, hanya bisa memandang kepergian rekannya itu dengan mengangkat bahunya acuh.

Dewi tau bahwa kemungkinan besar Ranti mencoba keberuntungan untuk mendapatkan perhatian Alex. Namun, sama seperti beberapa wanita lain termasuk dirinya, mereka berakhir dengan kekecewaan dan rasa putus asa.

"Kau mungkin cantik, tapi Tuan Alex bukanlah orang yang bisa ditaklukkan hanya karena kecantikan saja."

Ranti melangkahkan kakinya untuk menuju ruangan Alex. Seperti seorang model yang sedang berjalan di atas catwalk, Ranti mengangkat sedikit dagunya. Entah sudah beberapa mata lelaki yang memandangnya dengan penuh puja dan sedikit mesum.

Setelah bertanya-tanya kepada para pegawai lain di lantai itu, kini Ranti sudah berada di depan ruangan Alex.

"Tok! ... Tok! ... Tok!"

Dengan rasa percaya diri, Ranti mengetuk pintu yang berada di depannya. Meski berawal sangat buruk, setidaknya mereka memang sudah saling mengetahui. Ranti hanya perlu memikirkan cara untuk membalik keadaan. Itu saja.

Tidak menunggu, Ranti membuka pintu tersebut begitu saja.

Alex menajamkan kedua matanya ketika pintu baru di buka, dia kembali di hadapkan dengan sosok yang sedang dia pikirkan, namun kini terlihat sangat nyata dan sedang berjalan perlahan mendekati mejanya.

"Oh, sial ... Ini semakin parah saja." Gumamnya, sambil menggelengkan kepala cepat, agar siapapun yang sekarang berjalan, menjadi siapa dirinya yang sebenarnya.

"Permisi, Bos ... Kepala divisi meminta saya untuk mengantarkan berkas ini."

Alex memandang Ranti yang kini sedang berada di hadapannya, hanya terpisah dengan meja. Alih-alih menerima berkas yang dibawa Ranti, Alex malah terfokus dengan pakaian yang saat ini Ranti kenakan.

"Bos? ... "

Alex seolah ditarik paksa dari ketertegunannya, ketika Ranti sedikit mencondongkan tubuhnya.

"Bos ... Anda melamun?"

Alex menelan ludahnya sendiri, ketika wajah Ranti begitu dekat dengannya.

"Ehemm ... " Alex berdehem, sebelum akhirnya menunjuk pada bagian meja yang terlihat kosong di depannya.

"Taruh saja di situ aku akan memeriksanya nanti."

Melihat sikap Alex yang seolah sama sekali tidak mengenalnya, Ranti tersenyum miring. Dia sengaja menyenggol bolpoin yang berada di meja Alex, hingga terjatuh.

"Ups! maaf ... "

Dia menendang sedikit bolpoin itu hingga berada di sisi kanan meja Alex. Kemudian, Dengan gerakan perlahan Ranti menekuk kedua kakinya agar bisa menggapai bolpoin itu.

Alex memperhatikan tingkah Ranti itu, dari sudut matanya, sambil membatin "Jadi, ini bukan halusinasi?"

Ketika sedang mengambil bolpoin, Ranti melirik ke atas meja Alex. Ia menempatkan posisi telapak tangannya agar bersebelahan di samping gelas yang berisikan air.

Alex memperhatikan setiap gerakan yang di lakukan Ranti. Dia sama sekali  tidak bisa mengalihkan pandangannya pada wanita itu.

Ketika Ranti hendak berdiri, gelas yang berada di samping tangannya itu, dia tarik agar terjatuh. Setelahnya, Dengan cepat Ranti menangkap namun posisinya yang sudah dipersiapkan untuk itu, membuat airnya ada di gelas tumpah.

"Oh, tidak ... "

Basah, pakaian yang Ranti kenakan kini sudah terkena air. Ranti membuka tiga kancing atas kemejanya, dan mengibaskan-ngibaskannya.

Alex sempat membelalakkan matanya, ketika melihat kelakuan berani dari Ranti itu.

Tapi dengan cepat, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia tidak ingin, jika Ranti menangkap basah dirinya saat melihat wanita itu yang terlihat sedang memamerkan bagian tubuh sensitifnya tersebut.

Alex sana mengetahui bahayanya wanita yang ada di depannya ini. Bukan tidak mungkin wanita itu akan berteriak dan mengatakan bahwa dia mesum, dan membuatnya malu di hadapan karyawan-karyawan nya sendiri.

Menyadari Alex berpaling, membuat Ranti berdecih.

"Cih! ... Lelaki munafik!"

Kesal karena usahanya tidak membuah kan hasil seperti yang dia harapkan, Ranti langsung berbalik, dan meninggalkan ruangan itu tanpa berpamitan sama sekali.

Alex yang sulit memahami apa yang baru saja terjadi, kini mulai merangkai pikirannya yang tiba-tiba menjadi kacau.

"Ada apa dengan wanita itu? ... dan, Sejak kapan dia bekerja di sini?"

Entah kenapa, Ranti tidak langsung kembali ke lantai tempat dimana dia di tempatkan. Setelah menaiki Lift, dia menekan tombol untuk ke atas.

Dan setelah melewati satu tangga lainnya, dia berakhir di atap gedung perusahaan Mandala.

Ranti berjalan sambil memandang langit yang cerah dari atap gedung.

"Dasar lelaki munafik! Brengsek! Bisa-bisanya dia menganggap aku seperti angin! Membuatku seperti orang bodoh yang mempertontonkan bagian tubuhku sendiri, seolah tidak menginginkannya."

Ranti mencoba menenangkan diri, dengan cara mengalihkan pikirannya. Namun, cara yang dipilih untuk itu, terlihat sangat ekstrim.

Saat ini, dia baru saja menaiki dinding penghalang di atas atap gedung itu, dan duduk di sana.

Sambil menunduk dan melihat pada pakaiannya yang masih basah itu, dia be gumam. "Apa ini, tidak menarik?"

"Nona! ... Apa yang kau lakukan di sana?!"

Ranti terperanjat saat tiba-tiba saja seseorang bersuara di belakangnya. Namun, itu sebenarnya tidak masalah, hanya saja saat ini tubuhnya sedikit lebih condong ke depan. Dan itu tentu saja malapetaka.

Hanya dalam sepersekian detik, Ranti sempat berpikir. "Jika aku mati, apakah aku akan masuk surga? ... Oh, tidak. Aku pasti ke neraka!”

Ranti memejamkan kedua matanya ketika tubuhnya sudah terasa akan meluncur ke bawah.

Namun, anehnya dia tidak merasakan bahwa tubuhnya sedang melayang, seperti kebanyakan video yang dia lihat, saat seseorang terjatuh dari atap sebuah gedung.

Beberapa saat setelahnya, Ranti membuka mata untuk memastikan. Namun begitu, mata yang baru terbuka itu langsung melebar. Rasa takut langsung menggerogoti dirinya saat melihat jauh ke bawah sana.

"Nona, apa masalahmu? ... Kenapa tiba-tiba saja kau ingin bunuh diri?"

Ranti tertegun saat mendengar suara yang sama, yang tadi mengejutkannya hingga membuatnya dalam situasi seperti ini.

Kesal, Ranti pun menjawabnya ketus. "Siapa yang mau bunuh diri?! ... Aku tidak ingin bunuh diri, tapi kau baru saja  mengejutkanku ... "

"Oh, maafkan aku ... Tapi, kau terlihat seperti itu ... "

Saat Ranti ingin mengatakan agar orang itu membantunya untuk segara naik. Sebuah perasaan asing muncul di kepalanya. Saat dia melihat sedikit di bawah dagunya, hatinya pun semakin kesal.

Ranti melihat dua tangan dari orang yang sedang berbicara tepat di belakangnya itu, sedang mencengkeram dua bukit kembarnya.

"Dimana kau meletakkan tanganmu, Huh?! ... Lepaskan aku, brengsek! ... Lepaskan ... lepasss ... !"

Sambil meronta-ronta, Ranti berusaha melepaskan diri dari orang tersebut.

"Nona, jika aku melepaskan nya, maka kau benar-benar akan mati ... Jadi tenanglah. Kau sangat berat ... "

Ranti tertegun, dan menyadari apa yang dikatakan oleh orang itu benar adanya. Namun, di lain sisi dia tidak rela membiarkan seseorang menyentuh dirinya, tanpa izinnya.

"Maaf, ini mungkin sedikit membuatmu tidak nyaman. Tapi aku akan menarik mu ... "

Tidak ada yang bisa dia katakan, saat kedua tangan itu meremas lebih kuat. Namun, beberapa saat kemudian, Ranti sudah merasakan tubuhnya terbaring di tanah, melihat ke atas langit.

Dia merasa lega, karena baru saja lolos dari maut. Namun, itu tak lama. Saat itu juga, suara tadi kembali terdengar tepat di telinga kanannya.

"Nona ... Bisa kau bergeser sedikit? tubuhmu menindih tubuhku ... "

Terpopuler

Comments

Ali B.U

Ali B.U

next

2022-09-13

3

Salmah

Salmah

lanjut

2022-08-27

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!