Pelakor Profesional

Saat baru saja melewati gang antara pintu dan ruang tempat tidur di dalam kamar, Mirda langsung mendapati pakaian suaminya dan milik wanita lain, berserakan di lantai.

Namun, setelah mengedarkan pandangannya untuk mencari di mana keberadaan wanita tersebut, dia tidak bisa menemukan siapapun di sana.

Wajahnya semakin memerah karena murka, dan kepalanya seolah ingin meledak.

"Pelakor sialan, keluar kau, brengsek ... Aku benar-benar akan membunuhmu ... "

Empat orang yang bersamanya, juga ikut terkejut mendengar lengkingan suara wanita yang menjadi majikan mereka itu.

Namun, seseorang yang telah berdiri di dekat jendela kaca yang sudah terbuka, langsung berkata

"Maaf nyonya, sepertinya wanita itu telah kabur ... "

Setelah melihat ke arah jendela tang sama, Kemarahan Mirda semakin menjadi-jadi. Dia benar-benar tidak ingin membiarkan pelakor itu lolos dan bebas begitu saja.

Dengan nafas terengah karena marah membuncah, Mirda kembali berteriak.

"Kejar dan tangkap dia sampai dapat, cepaaatt ... !"

Saat itu juga keempat pria berjas hitam itu menganggukkan kepala dan langsung meloncat lewat jendela bergantian, berniat mengejar wanita itu.

Sementara, Mirda masih berdiri di sana mencoba mencari-cari Ranti, yang berkemungkinan masih ada di sana.

Namun, hanya beberapa saat kemudian sebuah suara dari belakangnya membuatnya sedikit terkejut.

"Tidak perlu mencari lagi, aku di sini ... "

Hampir satu menit berlalu, namun itu sudah cukup meyakinkan Ranti yang sejak tadi sebenarnya berada di dalam lemari, bahwa para pria berbadan tegap itu cukup jauh.

Dia cukup puas karena upayanya untuk mengalihkan perhatian empat orang yang menurutnya bisa membahayakan dirinya itu, cukup berhasil.

Sekarang, di depannya baru saja berbalik wanita yang sudah dia ketahui sebelumnya sebagai istri dari Aldo, pria  yang telah banyak memberinya uang sejak beberapa bulan yang lalu.

Saat berbalik, mata Mirda terbelalak. Dia akhirnya melihat wanita yang membuat Aldo suaminya itu, berpaling darinya.

"Kau ... Kau ... "

Meski banyak umpatan yang ingin dia muntahkan pada wanita yang berdiri tanpa sehelai benangpun yang melekat pada tubuhnya itu, namun tidak ada satupun yang bisa dia ucapkan.

"Plak ... "

Tanpa berusaha mengelak, Satu tamparan yang sangat keras dari Mirda, yang langsung berjalan mendekat padanya, mendarat tepat di pipi kiri Ranti.

Wanita itu hanya tersenyum miring, dan meludahkan darah yang ada di mulutnya.

Hal tersebut membuat Mirda semakin kesal. Karena menurutnya satu tamparan saja tidak cukup memuaskannya, Mirda kembali melayangkan telapak tangannya.

Namun, kali ini tangannya itu berhenti di udara, karena tangan Ranti menyambut dan menahannya.

Ranti sangat mengetahui kesalahannya. Karena siapa saja wanita yang merasa suaminya telah bermain dengan wanita lain, ditambah dengan keadaan wanita itu kini berada tepat di depannya, tidak mungkin dia akan bisa menahan diri untuk menghajarnya.

Itu kenapa, Ranti membiarkan Mirda menampar wajahnya, sebelumnya. Namun, dia tidak akan membiarkan lebih dari itu. Karena Ranti tau benar apa yang sedang di lakukan ya.

"Nyonya ... Cukup Satu kali saja."

Mirda sempat tertegun sebentar, lalu saat itu juga tangan satunya terlihat ingin melayangkan pukulan lainnya.

Cepat Ranti memelintir tangan yang di pegangannya hingga membuat tubuh wanita itu terpaksa berbalik membelakanginya.

Sambil mengangkat sedikit tangan Mirda, yang membuat wanita itu merapatkan bibir serta memicingkan mata menahan sakit, Ranti kembali bersuara.

"Aku bilang, sekali saja, bukan?"

Mirda yang merasakan sakit mulai dari lengan tangan kanan hingga ke bahunya itu, berniat berteriak memanggil empat orang yang tadi berada di luar sana.

Namun, satu tangan Ranti yang lainnya, langsung membekap mulutnya. Kemudian, dia merasakan Wajah wanita itu mendekat ke telinganya, dan mulai mendengar wanita yang telah mengambil suaminya itu, berbisik.

"Suatu saat, kau akan berterimakasih padaku ... "

Mirda kembali tertegun dan matanya melebar, sebelum akhirnya dia tersentak saat Ranti mendorongnya hingga tersungkur di kasur.

Masih ada beberapa kata yang ingin Ranti katakan pada Mirda, namun dia sudah mendengar derap langkah beberapa orang mendekat dari arah jendela, sedikit jauh luar sana.

Mirda berbalik dan berteriak kesal. "Dasar pelakor ... !"

Ranti tau bahwa sekarang, dia Tidak akan sempat mengenakan pakaiannya. Dia hanya bisa menarik selimut di sana, lalu menutupi tubuhnya.

Sebelum benar-benar berniat untuk pergi, Ranti menoleh pada Mirda yang juga menatapnya. Dengan tersenyum meremehkan, wanita itu kembali berkata.

"Ya, seperti katamu. Aku memang Pelakor  ... Tapi, bukan pelakor biasa ... Aku Ranti Olivia, Pelakor kelas Profesional ... "

Setelah mengatakan itu, Ranti segera berjalan dengan selimut menutupi tubuh, layaknya jubah.

Melihat bagaimana sikap Ranti yang seolah tidak merasa bersalah sama sekali itu, tentu saja membuatnya bertambah marah.

Hanya saja, entah kenapa saat melihat Ranti berjalan begitu santai melewati gang menuju pintu kamar tersebut, membuat Mirda kehilangan keinginan untuk mengejar apalagi untuk kembali menyerangnya.

Ranti berjalan melewati Aldo yang masih berbaring di lantai dengan kedua tangan dia jepit di pangkal paha, menahan sakitnya.

Setelah sengaja melangkahi tubuh pria yang terlihat sudah tidak berdaya itu, Ranti berbalik dan membuka selimut untuk memperlihatkan sekali lagi pada Aldo, semua aset miliknya yang membuat pria mesum namun lemah syahwat itu, tergila-gila padanya.

"Lihatlah untuk terakhir kalinya, anggap ini salam perpisahan dariku, mas Aldo ... "

Setelah mengatakan itu, Ranti segera berbalik dan kembali berjalan. Dia tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, heran.

Dia bisa melihat Aldo masih sempat menelan ludah, karena terpesona oleh lekuk tubuh yang memang sengaja dia rawat dengan biaya sangat mahal, untuk menjerat para kaum adam biadab, seperti laki-laki tersebut.

"Tamatlah riwayatmu sebentar lagi, brengsek ... "

Bersamaan dengan itu, Mirda juga sudah berdiri di sana menatap Aldo, lalu melirik pada Ranti yang sudah berjalan menjauh, menuju pintu keluar rumah.

Saat empat orang yang mengikutinya tadi kembali masuk dari jendela, dan barusaja tiba di sana berniat mengejar Ranti, Mirda langsung bersuara, menahannya.

"Biarkan saja, dia ... "

"Tapi Nyonya—"

Mirda hanya menggelengkan kepala sekali menegaskan keputusannya. Namun matanya tetap menatap Ranti hingga menghilang di balik pintu rumah tersebut.

Kata-kata Ranti saat berbisik padanya beberapa saat yang lalu, membuatnya sedikit berpikir.

Meski belum bisa menyimpulkan maksudnya, namun hal itu membuat Mirda memiliki perasaan, suatu saat dia benar-benar akan berterimakasih pada wanita yang telah menghancurkan rumah tangganya tersebut.

Sekarang, di depannya, Mirda melihat Aldo yang kini berusaha untuk berdiri. Menyadari itu, kekesalannya kembali ke puncak kepalanya.

"Kalian berempat! Aku ingin kalian menghabisi pria brengsek ini ... Kemudian tinggalkan tubuhnya di jalanan ... Tanpa sehelai benangpun!"

Setelah mengatakan itu dengan penuh emosi, Mirda mulai berjalan melewati Aldo. Namun ternyata, pria yang kini tampak menyedihkan itu masih berusaha menahannya.

"Sayang, tolong ... Arggghhh ... "

Kata-kata Aldo, tidak bisa dia selesaikan, karena tiba-tiba saja Mirda berhenti dan langsung menggenggam dan meremas kejantanannya dengan sekuat yang dia bisa.

Sambil menikmati bagaimana wajah Aldo menahan sakit, Mirda berkata dengan penuh penekanan.

"Setelah ini, bawa benda yang tak berguna ini, menjauh dari kehidupanku ... "

Saat kata-kata itu terlontar dari mulutnya, saat itu juga Mirda mulai berpikir.

Jika dia ingat-ingat lagi, kata-kata Ranti tadi mulai ada benarnya. Selain wajah tampan yang kini sudah mulai menua itu, sebenarnya pria itu sama sekali tidak ada guna baginya.

Bahkan, Mirda sendiri tidak pernah merasa terpuaskan saat melakukan hubungan suami istri dengan Aldo.

"Sial, tentu saja aku tidak menginginkan benda tak berguna seperti ini lagi ... "Batinnya.

Mirda melepasnya, dan kembali berjalan. Saat itu, satu hal yang dia sadari. Dengan kekayaannya, dia bisa mendapatkan pria seperti apapun yang dia mau.

Lagipula, dia belum terlalu tua untuk menikmati masa-masa-masa di puncak dunia. Mirda menggelengkan kepala, sambil tersenyum miris.

"Wanita sialan, kau ... Kau ... Entahlah ... Tapi, Ya ... Mungkin,  kau benar ... Terimakasih ... "

Mirda bergumam sambil tersenyum dan terus berjalan menjauhi Aldo yang mulai berteriak, saat satu tendangan keras dari salah satu pengawalnya, mendarat di perutnya.

"Mulai hari ini, aku akan memulai pertualanganku, sendiri ... " Ucap Mirda, membatin.

Terpopuler

Comments

Si Cantik 🥳

Si Cantik 🥳

ya ampun pelakor benar-benar mengerikan😅

2022-09-26

0

Pejaka tunggal

Pejaka tunggal

wow wow so good job girl 👍

2022-09-17

1

Ali B.U

Ali B.U

masih nyimak

2022-09-10

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!