"Kenapa dia tidak mengajakmu berdebat?" Bisik Tria di telinga Annelka. Mengabaikan tatapan penuh kekaguman sepanjang lorong rumah sakit yang mereka lalui.
"Kau tidak lihat dia bawa bodyguard?" Jawab Annelka menatap Aya yang berjalan bergandengan tangan dengan Eva.
"Lihat, dengan orang lain happynya minta ampun. Coba denganku. Mukanya judes kayak orang ditagih hutang" Batin Annelka kesal.
Melihat bagaimana senyum Aya tidak pernah lekang dari bibirnya selama bersama Eva.
"Dia bodyguardnya?" Tanya Tria.
Annelka mengangguk.
"Wahh aku suka ni bodyguard tipe begini. Seksi....nggak kalah sama tuannya" Ucap Tria antusias.
"Kau menyukainya?"
Tria tampak berpikir.
"Apa tidak boleh? Aku ini normal Ann. Aku juga mau punya pasangan. Pengan begituan juga. Gak penasaran mulu"
"Kau bisa ikuti si Ed kalau penasaran"
"Ahh nggak bos. Dosa" Kekeh Tria.
"Ehh tahu dosa juga kamu"
Tria nyengir mendengar ledekan sang bos.
"Kenapa sih mereka harus datang kemari? Bikin heboh aja. Mau tepe-tepelah tu" Ucap Aya sambil memanyunkan bibirnya.
Melihat begitu banyaknya para staf, perawat bahkan dokter wanita yang menatap kagum pada calon suaminya.
"Cemburu bilang bos"
"Idih siapa yang cemburu. Aku risih bukan jealous"
"Sama aja bu bos"
"Kau duduk depan dengan Tria" Annelka berucap ketika Eva akan masuk mobil bersama Aya duduk di belakang.
Tria hampir melompat saking senangnya.
"Tidak mau!" Aya tegas menolak.
"Jangan membantah!" Desis Annelka.
"Kau lihat dia sangat otoriter" Bisik Aya.
Eva hanya tersenyum. Dia tahu itu bukan otoriter tapi cerminan dari keposesifan Annelka pada Aya.
"Sudahlah. Kau tidak lihat tu"
Eva menunjuk sederetan para pemburu berita yang sejak tadi sudah jeprat jepret dengan kamera mereka. Aya mendengus kesal melihat hal itu.
"Ishh kapan sih mereka menghilang dari sana" Ucap Aya sambil melipat tangannya. Mendudukkan dirinya dengan terpaksa di samping Annelka.
"Sampai rasa kepo mereka ke kamu hilang" Eva yang menjawab.
"Dan itu sampai kapan?"
"Mereka tidak akan berhenti kepo dengan hal yang berhubungan denganku" Kali ini Annelka yang menjawab.
"Kalau begitu kita batalkan saja pernikahan konyol ini"
Dan satu tatapan tajam langsung Aya dapat dari Annelka.
"Jangan mimpi!"
Jawab Annelka penuh penekanan. Keduanya langsung saling beradu pandang. Hingga akhirnya Aya memalingkan wajahnya. Memilih menatap keluar jendela mobil.
"Menyebalkan. Sekalinya menyebalkan, selamanya juga akan tetap menyebalkan" Gerutu Aya yang membuat Annelka langsung memijat pelipisnya.
***
"Ganti!"
Annelka berteriak untuk kesekian kalinya. Merasa tidak suka dengan gaun yang Aya pilih. Pinkan dan teman designernya yang ada di sana sejak tadi hanya bisa saling pandang.
"Kau yakin mereka akan menikah?" Bisik Pingkan pada Tria yang malah duduk bersantai di sofa bersama Eva. Menikmati camilan yang disediakan.
Bagaimana Pinkan dan temannya tidak bertanya. Sejak awal kedua calon pengantin itu masuk ke butik mewah mereka. Yang ada, hanya tatapan dingin plus sikap acuh dari Annelka dan Aya.
"Itu cara mereka mengekspresikan cinta mereka" Tria menjawab santai sambil memasukkan satu suap ice cream yang ia minta dari Pinkan. Sesuatu yang cocok untuk menghadapi situasi yang sudah Tria perkirakan akan terjadi.
Eva langsung mendelik mendengar jawaban Tria.
Sementara yang di depan sana masih saja berdebat. Sang designer jelas merasa khawatir kalau butiknya sebentar lagi akan jadi medan pertengkaran dua calon pengantin yang masih otewe menuju resmi itu.
"Tenang kalau ada kerusakan, dia bakalan ganti rugi kok" Ucap Tria lagi membuat si empunya butik langsung menarik nafasnya lega.
"Kau sepertinya sudah terbiasa menghadapi mereka" Tanya Eva menunjuk Annelka dan Aya dengan dagunya.
"Mau bagaimana lagi. Asal tidak dipecat saja sudah. Sulit cari cuan sekarang nek" Jawab Tria pasrah.
Eva tersenyum mendengar jawaban Tria.
"Terserah! Pokoknya aku mau pakai gaun ini!" Aya kekeuh dengan pilihannya. Sebuah gaun berpotongan seksi dengan belahan dada rendah. Juga belahan gaun mencapai separuh pahanya.
"Nggak sekalian telan**** aja!" Annelka menjawab tajam.
"Suka-suka akulah!"
"Itu malah lebih baik, aku tinggal merobeknya. Tidak usah repot-repot membukanya" Bisik Annelka menatap gaun berbahan lace yang Aya pakai. Menerawang hingga menampilkan jelas lekuk tubuh Aya.
Aya langsung mendengus geram. Mendengar ucapan Annelka. Berbalik lalu masuk kembali ke ruang ganti.
Eva langsung terbahak melihat adegan itu.
"Kenapa?"
"Aya kena batunya. Calon suaminya bukan orang yang mudah dikerjai ternyata"
Tria melongo.
"Seksi bukanlah tipe Aya. Dia jenis yang tertutup soal pakaian"
"Lah itu tadi, dia malah pamer body ke pak bos. Aku jamin dia pasti puyeng sekarang"
Dan benar saja. Annelka langsung mengacak rambutnya frustrasi. Melempar jasnya. Menggulung kemejanya. Lantas mengendurkan dasinya. Meneguk satu botol air mineral sampai tandas.
"Panas ya bos" Ledek Tria.
"Diam kau!"
Eva dan Tria saling menatap sambil mengulum senyum mereka.
Sementara itu Aya masih berkeliling di dalam butik itu. Meminta jas pada Pinkan untuk menutupi gaun seksinya.
"Senang ya bisa mengerjai calon suami" Ledek Pinkan.
"Ketahuan" Aya nyengir mendengar ucapan Pinkan.
"Tadinya aku pikir kalian benar-benar mau menghancurkan butikku dengan pertengkaran kalian. Ternyata aku salah" Sahut sang designer.
"Tahu dari mana kalian aku mengerjainya" Tanya Aya sambil melihat-lihat deretan gaun yang ada didepannya.
Ya, Aya mungkin setengah terpaksa dengan pernikahan ini. Tapi sebagai wanita normal dia jelas ingin terlihat "stunning" di hari hukumannya di mulai. Itu istilah yang Aya gunakan untuk menyebut hari pernikahannya.
"Jelas sekali kalau kau ini bukan tipe penyuka pakaian seksi. Apalagi sampai memperlihatkan dada dan pahamu" Ucap Pinkan sambil mencolek dada dan paha Aya yang masih mengintip dari balik jasnya.
"Jangan pegang-pegang" Aya menepis kasar tangan Pinkan.
"Aduhh nek body elu benar-benar menggoda. Pantas tu si es balok kepincut sama situ"
Aya hanya diam mendengar ucapan Pinkan. Sementara dirinya sibuk berbicara dengan si empunya butik.
"Kau tidak mengikutinya. Nanti dia milih gaun yang lebih parah dari tadi lo" Tria bertanya sambil membuka laptopnya.
"Bodoh!" Jawab Annelka tajam.
Eva hanya diam melihat interaksi Annelka dan Tria. Dia dulu mengira Annelka benar-benar dingin tak tersentuh. Tapi setelah beberapa kali bertemu. Penilaiannya berubah. Ada sisi lain dari pria itu yang sengaja dia tutupi dengan sifat dingin dan tidak ramahnya itu. Mungkin sebuah kesedihan atau kehilangan, tapi itu baru sebatas analisa Eva saja.
"Giliran bridemaids dan groom, silahkan" Sang designer berucap.
Eva dan Tria saling pandang.
"Cepatlah!" Annelka berucap.
"Kau menunjuk kami?"
"Siapa lagi yang aku dan dia punya. Nanti tambah Ed, Farris yang jadi pendamping Aya" Ucap Annelka sambil memainkan ponselnya.
"Duh tambah ribet aja tugasku. Pilih WO, dekor, konsumsi, sekarang jadi groom pula" Gerutu Tria.
"Bonus tiga kali lipat gaji"
Tria langsung sumringah.
"Siap pak bos. Ayooo" Ucap Tria menarik tangan Eva. Membuat gadis itu terkejut sekaligus berdebar. Ini pertama kali ada pria yang menyentuh tangannya.
"Tuan Carter...
"Sesuaikan saja dengan keinginannnya" Ucapnya singkat dan tajam.
Sang designer langsung undur diri. Berganti dengan Aya yang datang lalu duduk di samping Annelka.
"Kau tidak ingin mengganti baju? Sengaja mau pamer?" Annelka menatap tajam pada Aya yang dengan santainya memakan salad di ada depannya.
"Ini bonus darinya. Aku boleh memilikinya" Jawab Aya menaikkan satu kakinya. Hingga paha mulus itu terpampang nyata di depan Annelka.
"Dia pasti sudah gila. Sial!"
Annelka mengumpat dalam hati.
"Kau benar-benar akan memakai itu?"
"Tidak, ada dua lagi yang kupilih. Kau tidak keberatan kan?" Tanya Aya sedikit mencondongkan tubuhnya. Hingga lagi-lagi pemandangan indah yang menyambut mata Annelka.
"Terserah!" Ucap Annelka langsung memalingkan wajahnya. Aya mengulum senyumnya. Merasa menang mengerjai Annelka. Dan benar saja. Pria itu langsung menarik lepas dasinya. Membuka dua kancing kemejanya.
"Mudah sekali tergoda"
Keduanya saling diam untuk beberapa waktu. Masing-masing sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Mengabaikan suara Eva dan Tria yang berdebat di belakang.
Hingga satu suara langsung membuyarkan keheningan di antara mereka.
"Aya aku ingin bicara"
Suara itu langsung membuat Annelka dan Aya mencari sumber suara. Aya dengan cepat berdiri. Merapatkan jasnya, yang sialnya tidak mampu menutupi pahanya dengan sempurna. Langsung menyembunyikan tubuhnya di belakang Annelka yang sigap menutupinya.
"Ada apa kau kemari. Belum kapok aku hajar waktu itu"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
merti rusdi
Beda emang kalo psikolog. profiler!
2023-07-05
1