"Boleh aku menyela?" Eva berucap takut-takut. Dia cukup bisa membaca emosi Annelka.
Dua orang itu diam.
"Tuan Carter biarkan Aya tidur di sini malam ini"
Annelka langsung mendelik mendengar ucapan berani Eva. Belum pernah ada yang berani membantah perintahnya.
"Kau berani melawanku?"
"Apa yang akan kau lakukan pada Eva? Membuatnya kehilangan tempat tinggal seperti aku?" Tantang Aya.
"Kau peduli padanya?"
"Tentu saja" Jawab Aya.
Sedang Eva langsung menarik tangan Aya agar tidak meneruskan perdebatannya dengan Annelka. Tipe Annelka, dia akan menyerang titik lemah lawan. Jika Annelka tahu dia sangat dekat dengan Aya. Bisa jadi dirinya yang akan digunakan untuk menekan Aya.
Seulas senyum licik terukir di bibir Annelka.
"Kau peduli padanya. Pulang atau aku akan membuatnya kehilangan pekerjaannya" Ancam Annelka.
Eva langsung memejamkan matanya. Benar kan dugaannya. Itulah Annelka.
"Kau benar-benar menakutkan Ann"
"Aku anggap itu pujian"
"Jangan melibatkan dia dalam urusan kita"
"Kenapa? Dia temanmu dan otomatis dia terlibat dalam urusan kita"
"Kau!...Eva akan mendapatkan pekerjaan di tempat lain jika dia berhenti"
Kembali seulas senyum terukir di bibir Annelka.
"Kau tidak tahu apa yang bisa aku lakukan? Pem-blacklist-anku berlaku di seluruh negeri"
"Kau...
Eva menahan Aya yang ingin berdebat dengan Aya. Menggeleng pelan.
"Tuan Carter tolong malam ini saja. Biarkan Aya tidur di sini"
"Jangan memohon padanya Va"
"Kalau begitu ayo pulang!"
"Tidak mau. Aku lebih baik tidur di jalanan daripada kembali ke penthouse-mu"
"Kau..." Ganti Annelka yang geram dengan sikap Aya.
Dua orang itu saling menatap tajam. Tidak ada yang mau mengalah sama sekali. Hingga akhirnya Annelka berjalan melangkah keluar dari unit Eva.
"Hanya malam ini. Ingat besok malam. Tidak peduli apapun alasanmu aku akan menyeretmu pulang ke penthouse"
Eva langsung terduduk lemas di karpet.
"Gila! Tampan sih iya tapi kalau sudah emosi...menyeramkan dan kau menghadapinya sendiri beberapa hari ini" Eva bergidik membayangkan kemarahan Annelka.
"Mau bagaimana lagi. Aku tidak mau menyerah kalah begitu saja padanya. Aku benci padanya. Suka memaksakan keinginan. Aku benci orang yang sesukanya sendiri. Seenaknya sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain" Aya berucap sambil mendudukkan dirinya di sofa.
"Sudahlah setidaknya malam ini aku bisa tidur di sini. Maaf, sudah melibatkanmu dengan si brengsek itu"
"Kau ini temanku. Susah senang kita hadapi bersama" Ucap Eva menenangkan sekaligus menyemangati Aya.
"Terima kasih"
"Tidak perlu seperti itu"
Hening sejenak. Tanpa mereka tahu setelah kepergian Annelka. Beberapa penjaga bayangan langsung stan by di sekitar apartement Eva.
"Apa rencanamu selanjutnya?" Tanya Eva. Mereka sudah berbaring di sofa.
"Tidak tahu. Yang jelas, aku tidak mau menikah dengannya"
"Kau tahu kan kalau dia akan melakukan apapun untuk mendapatkanmu?"
"Apa dia tipe seperti itu?"
"Dari analisaku, iya"
Aya menarik nafasnya pelan. Dia sungguh tidak tahu apa yang akan terjadi dengan hidupnya selanjutnya.
Keduanya saling diam. Larut dalam pikiran masing-masing. Hingga tanpa sadar keduanya sudah memejamkan mata. Hanyut ke alam mimpi.
***
"Ahh ini gila Va. Badanku sakit semua" Keluh Aya ketika keduanya berjalan keluar dari apartemen Eva.
Eva terkekeh. Gara-gara keasyikan mengobrol keduanya tanpa sadar tertidur di sofa ruang tengah apartement Eva.
"Salah sendiri tidak pindah ke kasur"
"Yee kamu kan tahu. Aku ketemu tempat rebahan auto bablas merem"
"Ya sudah kalau sadar diri. Jangan protes"
"Oh ya ngomong-ngomong. Mobilmu bagaimana?" Tanya Eva. Ketika keduanya sudah masuk ke mobil Eva. Dan mobil itu mulai melandas di jalan raya.
"Biarkanlah. Aku malas mengurusnya"
Aya cukup pusing dengan berbagai urusan. Termasuk mobilnya yang masih terparkir di basement apartement lamanya. Tapi biarkanlah setidaknya aman di sana. Toh kunci dan semua surat-surat ada padanya. Di kopernya yang ada di penthouse Annelka. Sial!.
Entah apa yang terjadi. Hari itu menjadi hari yang cukup tenang untuk Aya. Sudah hampir setengah hari dan yang bernama Annelka tidak tampak menganggunya.
Aya cukup bisa tersenyum melihat kenyataan itu.
"Ahh tenangnya hariku"
Batin Aya ketika dia selesai dengan operasi keduanya hari itu. Hari itu dia memang memiliki schedule operasi yang agak lumayan. Bisa dipastikan jika dia akan pulang hampir tengah malam. Seperti malas kelam waktu itu.
"Dokter Aya" Panggil seorang perawat.
"Ya, ada apa?"
"Ada titipan untuk Anda"
Aya mengerutkan dahinya.
"Dari siapa?"
"Tidak tahu. Ada yang menitipkannya di resepsionis. Kebetulan saya lewat"
Aya menatap bingung pada paperbag kecil di hadapannya. Setelah dia buka. Itu sebuah Room Key. Tapi bukan unitnya.
"Kunci apa ini? Siapa yang mengirimnya"
Guman Aya pelan. Dia ada rehat dua jam. Sampai schedule operasi berikutnya. Dan dia sedang menikmati makan siang yang dipesannya online. Lebih cepat. Karena setelah ini dia berencana untuk istirahat sebentar.
Ponselnya berdering. Nomor tak dikenal tertera di sana. Namun Aya hanya meliriknya. Dia enggan menjawabnya sebab dari kemarin Gabriel selalu menghubunginya. Menggunakan berbagai nomor yang berbeda. Agar Aya mau mengangkatnya.
Sudah berapa kali ponsel itu berdering. Tapi Aya mengabaikannya. Hingga telepon di ruang kerjanya yang berbunyi. Baru dia mengangkat.
"Ya, halo...
"Kau benar-benar keterlaluan Fay!"
Satu umpatan langsung terdengar begitu Aya menjawab telepon itu.
"Si brengsek itu"
"Apa yang kau inginkan?" Tanya Aya sambil menyuapkan satu sendok besar gado-gado mang Udin yang terkenal tiada duanya.
"Pulang ke penthouse hari ini. Itu kuncinya. Passwordnya ulang tahunmu"
Aya tercekat mendengar suara Annèlka. Ada sedikit ringisan di sana. Seketika ada rasa cemas aneh yang menyelip di hatinya. Namun Aya dengan segera menepisnya. Dia jelas enggan membiarkan perasaan apapun tumbuh di hatinya untuk pria brengsek itu.
"Suka hati akulah. Mau tidur di mana" Jawab Aya cuek. Sebab malam ini dia berencana tidur di kantornya atau di tempat Karen. Melihat padatnya schedule miliknya. Akan buang waktu jika dia harus pulang. Lagipula dia tidak punya tempat untuk pulang. Meski unit Eva selalu terbuka untuknya.
"Fay, bisa tidak sekali saja kau menurut padaku. Dan tidak berdebat denganku"
"No way!"
Aya langsung menutup teleponnya. Membuat Annelka langsung memejamkan mata. Menahan kesal juga sakit di bahu kirinya.
"Aarrgghhh"
"Jangan bergerak dulu Ann" Farris berucap cemas.
"Dia benar-benar membuatku darah tinggi" Jawab Annelka sambil memijat pelan pelipisnya. Membiarkan Farris memeriksa luka di bahu kirinya. Pria itu mengenakan kemeja tanpa mengancingkannya. Membiarkan dada bidangnya terekspose sempurna.
"Lukanya tidak terlalu parah. Dua tiga hari lagi akan mengering"
"Besok aku ingin keluar"
"Ann...
"Si brengsek itu benar-benar mencari mati denganku" Umpat Annelka.
"Istirahat dulu. Lain pikirkan nanti"
"Tapi Fay membuatku khawatir. Bagaimana jika si brengsek itu mengganggunya"
"Selama dia ada di lingkungan rumah sakit. Aku pastikan keamanannya. Lagipula kenapa kau mengusirnya dari unitnya? Tempatmu adalah tempat teraman untuknya"
"Aku memindahkannya ke penthouseku sampai kami menikah. Baru aku membawanya pulang"
"Penthouse? Menikah? Kau yakin?"
Annelka mengangguk. Sedikit meringis ketika Farris menempelkan kasa untuk membalut lukanya.
"Apa kau mulai jatuh cinta pada Aya?" Tanya Farris tiba-tiba.
Mendengar pertanyaan Farris. Annelka cukup terkejut. Cinta? Dia sendiri tidak tahu apa yang ia rasakan pada Aya. Tapi sejak kejadian hari itu. Wajah gadis itu selalu memenuhi kepalanya.
Awalnya dia hanya ingin bertanggungjawab atas perbuatannya. Tapi semakin kesini. Ada perasaan aneh yang Annelka rasakan kala bertemu Aya. Ada euphoria dan desiran tersendiri kala dia bisa melihat wajah judes Aya tiap kali bertemu dirinya.
Dia bahkan tanpa sadar selalu membiarkan Aya melakukan apapun yang dia suka saat bersama dirinya. Bahkan ketika terakhir kali bertemu, Aya hampir menghancurkan kantornya. Tapi dia sama sekali tidak keberatan akan hal itu.
Apa benar yang Tria katakan waktu itu.
"Kau mulai jatuh cinta padanya Ann. Kau bukan tipe penurut pada siapapun. Tapi lihatlah. Kau sama sekali tidak berkutik di hadapannya"
Ucapan Tria kembali terngiang di telinga Annelka. Apa benar dirinya sudah memiliki rasa pada Aya. Melirik ke bahu kirinya. Di mana lukanya baru selesai diperiksa oleh Farris.
"Aku bahkan rela terluka untuknya" Gumannya pelan.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments