Keesokan harinya, Aya sudah terlihat lebih baik. Meski masih berwajah masam. Wanita itu tetap menyiapkan sarapan untuk mereka. Satu hal yang membuat Annelka tersenyum.
Aya sendiri kini sibuk berpikir. Kenapa Annelka tinggal bersama dengannya. Bukankah dia raja properti. Asetnya dimana-mana. Tapi kenapa harus tinggal di sana.
Tanpa Aya tahu. Setelah memastikan Aya masuk kamar, pria itu akan kembali ke rumahnya sendiri. Dan pagi-pagi sudah berada disana. Memastikan jika Aya baik-baik saja.
Meski sikap Aya jauh lebih dingin dari sebelumnya. Tapi Annelka tidak masalah. Toh wanita itu tidak akan bisa lari darinya. Annelka pastikan itu.
"Tria akan menjadi supirmu" Annelka berucap ketika Aya sudah bersiap memasuki mobilnya.
Kembali Aya tidak menyahut. Langsung menarik kerah belakang baju Tria yang mau masuk ke mobilnya.
"Astaga!" Tria nyaris berteriak.
"Kunci!"
Aya meminta pada Tria. Sedang Tria hanya bengong mendengar permintaan bos perempuannya. Hingga karena tidak sabar, Aya langsung merebut kunci mobilnya dari tangan Tria. Masuk ke dalam mobilnya lantas melajukannya ke jalan raya.
Meninggalkan Annelka dan Tria yang masing-masing langsung menghela nafasnya bersamaan.
"Apa kau siap menghadapi sikapnya seumur hidupmu?" Tanya Tria yang akhirnya ikut masuk ke mobil Annelka.
"Sudah resikoku. Akan kuterima apapun itu. Tapi aku percaya suatu hari dia akan berubah"
"Jatuh cinta padamu?"
"Akan bagus jika itu terjadi. Tapi setidaknya suatu hari aku ingin melihatnya tersenyum padaku. Meski hanya satu kali" Jawab Annelka sendu menatap keluar jendela mobilnya.
Tria tampak ikut prihatin pada bosnya. Annelka selama ini dikenal begitu tegas dan dingin pada siapapun. Tapi sejak bertemu Aya, sisi lain dari Annelka mulai terlihat. Dia juga punya sisi lemah dan rapuh dalam dirinya. Kesepian juga kesedihan selalu mengisi harinya. Apalagi sejak kematian seluruh anggota keluarganya karena kecelakaan.
"Maafkan aku Ann. Andai saja malam itu aku tidak meninggalkanmu untuk mencari Farris. Mungkin hal ini tidak akan terjadi" Tria berucap penuh penyesalan.
"Bukan salahmu juga. Ambillah sisi baiknya. Setidaknya aku jadi tahu bahwa masih ada orang yang berani melawanku terang-terangan. Bukan sok manis di depanku. Kau tahu kan aku benci kepura-puraan"
"Yeah dan orang itu calon istrimu"
Annelka tergelak mendengar ucapan Tria.
"Aku pikir hariku akan lebih berwarna. Tidak hanya aku dan kamu. Nanti muncul gosip kita gay pula. Bahaya tu"
Tria tersenyum mendengar ucapan Annelka.
"Setidaknya kau masih normal. Pusakamu masih bisa on waktu bersama Aya" Kekeh Tria.
"Ishhh kau meragukan kemampuanku"
"Tidak juga. Tapi sedikit...buktinya Aya tidak hamil karena kejadian waktu itu" Ledek Tria.
"Dia membiarkanku testing dulu. Baru setelah cocok dan pas baru dia nongol"
"Sembarangan kalau ngomong. Bilang saja kurang tokcer" Tria menjawab setengah meledek.
"Sialan kau!" Maki Annelka.
Keduanya tertawa.
"Oh ya fitting gaun pengantinnya akhir minggu ini. Jadi masih ada waktu seminggu sebelum hari H" Tria menginfokan.
"Berani taruhan dia akan menolaknya"
"Aku baru mau ngomong ha...ha...ha..."
Keduanya kembali terkekeh.
"Sepertinya aku akan minta Farris meresepkan obat darah tinggi. Untuk berjaga-jaga. Jangan sampai aku stroke duluan gara-gara menghadapi istrimu itu"
"Yaahh siapkan saja. Nanti stroke beneran aku yang repot. Ke mana lagi aku akan mencari asisten yang menyebalkan seperti dirimu"
"Sialan!"
***
"Ay...fitting gaun pengantin jam 2"
Satu pesan dari Tria masuk ke ponsel Aya. Beserta sharelock lokasinya.
"Apa?" Tanya Eva yang ada di depannya. Dia sekarang lebih suka makan siang di ruang kerjanya. Tempat Eva atau kamar Karen.
Sebab semua orang akan langsung menatapnya dan berbisik-bisik saat dirinya makan di kantin. Atau hanya sekedar lewat di depan mereka. Imbas dari presscon waktu itu benar-benar dahsyat. Bahkan di depan rumah sakit Farris sekarang, selalu saja ada wartawan dan paparazi yang stand by.
Mencuri gambar dirinya waktu pergi dan pulang kerja. Tapi itu tidak jadi masalah. Asal mereka tidak meminta dirinya untuk diwawancara atau sejenisnya. Aya paling enggan menghadapi situasi seperti itu.
"Fitting gaun pengantin" Jawab Aya sendu.
"Dia benar-benar ingin memberimu pernikahan impian. Grand wedding tahun ini. Aku pernah lihat dia diwawancara. Katanya dia sangat berharap kamu akan menyukai pernikahan kalian. Aya....tidakkah dia sangat manis" Eva berucap sambil membuat wajah menggemaskan.
"Manis apanya. Itu hanya pencitraan untuk menjaga image-nya"
"Aya tidak maukah kau memberi dia kesempatan. Buka hatimu sedikit untuknya" Saran Eva.
"Sekarang aku belum bisa Va. Terlalu banyak yang terjadi dan semua tiba-tiba. Aku masih shock dengan itu semua. Hidupku yang tenang, sekarang semua hilang. Berganti dengan hidup penuh drama yang aku sendiri tidak tahu, itu nyata atau tidak"
Eva diam mendengarkan curhatan temannya itu.
"Belum lagi opini publik di luar sana. Mereka pasti mengira aku menggoda Annelka agar bisa menikah dengan si brengsek itu...
"Si brengsek itu akan jadi suamimu akhir minggu depan" Eva memotong ucapan Aya.
"Entahlah Va...kejadian itu bencana atau anugerah bagiku. Di luar sana, semua wanita pasti mencibirku, nyinyir padaku. Mencemoohku...oh aku tidak sanggup memikirkannya. Aku hanya ingin hidup tenang, itu saja. Apa itu terlalu berlebihan"
Eva mengusap pelan punggung tangan Aya.
"Yang kau inginkan tidak berlebihan. Tapi apa yang terjadi semua di luar kendalimu. Yang bisa kau lakukan sekarang adalah mengendalikan dirimu sendiri dan mungkin masa depan, kau bisa merencakannya"
Eva menjeda ucapannya.
"Ay, aku pikir Annelka telah mempersiapkan semuanya. Terutama untukmu"
Aya menatap Eva yang nampak serius dengan ucapannya.
"Jalani saja dulu semua. Mungkin ini akan jadi hal baik untukmu. Setelah semua hal buruk yang sudah terjadi di hidupmu"
Eva berucap penuh arti. Eva salah satu teman terbaik yang Aya punya. Berteman ketika keduanya mulai duduk di bangku SMA. Bertahan sampai sekarang. Ketika usia mereka sama-sama menginjak 25 tahun.
"Aku tidak berjanji bisa bersikap baik padanya. Tapi mungkin aku akan mencoba menerima pernikahan ini"
Eva langsung mengembangkan senyumnya.
"Berusahalah dengan baik. Aku pikir Annelka pria bertanggung jawab. Dia juga begitu manis padamu"
"Sudah kubilang itu hanya pencitraan"
"Aku tanya padamu. Apa pernah dia berbuat kasar padamu"
Aya menggeleng.
"Dia itu galak. Otoriter. Seenaknya sendiri. Muka datar...tidak pernah tersenyum...
"Waaahhh kau mengenal calon suamimu dengan baik. Aku tidak menyangka itu Ay..
"Sial!" Aya mengumpat dalam hati.
Benar yang dikatakan Eva. Kenapa dia jadi begitu hafal sifat dan perangai Annelka. Apa dia mulai memberi perhatian pada pria brengsek dan menyebalkan itu.
"Ah tidak!" Aya berusaha menyangkal perasaannya sendiri.
"Jangan menyangkalnya Ay. Jika kamu jatuh cinta padanya, akui saja"
"Aku tidak jatuh cinta padanya, Va"
"Otewe kalau begitu"
"Tidak tahu ah" Aya menjawab sebal pada Eva.
Hingga perdebatan itu berhenti ketika pintu ruangan di ketuk. Seorang perawat berdiri di sana.
"Ya, Ta"
"Dokter Aya dicariin calon suaminya tu"
Aya dan Eva saling pandang. Bagaimana bisa Annelka muncul di sana. Bisa dipastikan kehebohan akan terjadi di rumah sakit itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments