Aya berlari sepanjang koridor rumah sakit. Satu berita penting dia terima ketika masih berada di ruang operasi.
"Apa maksudnya ini Ris?" Tanya Aya langsung menerobos masuk ke ruangan Farris.
"Maaf Ay. Tapi itu keputusan managemen. Aku tidak bisa mengubahnya" Jawab Farris.
Aya lemas seketika. Baru tadi pagi dia kembali berdebat dengan Annelka. Sekarang masalah bertambah lagi.
"Bagaimana aku bisa mengubahnya? Katakan" Aya berucap setengah putus asa.
Dia tidak bisa membiarkan Karen berhenti menerima perawatan. Dia harus berusaha menggagalkan keputusan ini.
"Apa kau tahu pemegang saham terbesar di rumah sakit ini?" Tanya Farris.
Aya seketika menatap Farris. Hening sejenak. Hingga kemudian satu pikiran melintas di kepalanya.
"Annelka!" Dengus Aya geram.
"Karena itu dia begitu yakin. Aku akan mengubah keputusanku sore ini. Dasar brengsek! Aku tarik semua pujianku untuknya. Dia sama sekali tidak ada baik-baiknya. Licik!" Maki Aya dalam hati sepanjang perjalanannya menuju kantor Annelka.
"Mbak..." Seorang resepsionist ingin menahan Aya di lobbi Carter Corp. Tapi teman yang lain menggeleng.
"Dia kenal dengan tuan Satria" Bisik temannya.
Tanpa menghiraukan apapun dan siapapun. Aya terus naik ke lantai 40 dimana ruangan Annelka berada.
"Dia datang"
Braakkk,
Suara pintu yang ditutup paksa. Membuat Annelka dan Tria langsung menghentikan pekerjaan mereka.
"Apa maksud semua ini?" Tanya Aya seperti biasa tanpa basa basi.
Melempar sebuah amplop coklat ke depan Annelka. Yang tampaknya tidak terlalu digubris oleh pria itu.
"Bukankah itu sudah jelas. Aku hanya menyetujui keinginan mayoritas pemegang saham"
"Itu keinginan pribadimu. Kau pemegang saham mayoritas di rumah sakit Farris" Aya hampir meledak dengan amarah yang mencapai ubun-ubunnya.
Annelka tampak santai menghadapi kemarahan Aya. Menatap tajam pada gadis yang semalam hampir membuatnya hilang kendali. Seketika Annelka teringat tubuh seksi yang saat ini terbalut gaun selutut berwarna peach itu.
Melihat Annelka yang malah diam menghadapi kemarahannya, membuat Aya semakin geram saja.
"Annelka! Ubah keputusanmu sekarang juga!" Aya berteriak di depan pria itu.
"Keputusanku bergantung pada keputusanmu" Jawab Annelka menegakkan tubuhnya tanpa melepaskan tatapan tajamnya pada Aya.
Aya langsung tersadar.
"Kau menggunakan Karen untuk menekanku?" Tanya Aya.
"Sudah aku katakan, aku akan melakukan apapun untuk mendapatkanmu. Karen hanyalah alat untukku agar kau mengubah pendirianmu"
"Kau licik Ann. Kau kejam. Bagaimana bisa kau menggunakan pasien kanker otak stadium 3 untuk mengancamku? Apa kau tidak tahu tindakanmu bisa membahayakan nyawa Karen?"
"Semua tergantung padamu. Jika nyawa Karen terancam, itu salahmu" Annelka menjawab tanpa beban. Seolah nyawa Karen bukanlah sesuatu yang berharga di mata Annelka.
Aya kembali terdiam. Air mata hampir saja luruh dari dua bola mata indahnya. Dia sungguh bingung dengan apa yang harus dia lakukan sekarang. Menyerah dan mengiyakan pernikahan antara dirinya dan Annelka atau menolak dengan nyawa Karen sebagai taruhannya.
"Ya Tuhan...apa yang harus aku lakukan" Batin Aya bingung.
"Katakan iya padaku soal pernikahan kita sebelum jam 2 siang ini. Dan akan kukembalikan semua yang Karen perlukan untuk perawatannya. Atau tetaplah menolak dan kita lihat apa yang akan terjadi pada Karen" Annelka mempertegas ucapannya.
***
"Apa ini tidak keterlaluan, Ann?" Tria bertanya setelah Aya keluar dari ruangan Annelka.
"Tidak. Kau tahu kan aku hanya menggertaknya saja"
"Dia akan marah jika tahu kau menipunya"
"Bukankah memang itu yang selalu terjadi pada kami. Bertengkar"
"Oh my God. Aku jadi penasaran bagaimana kehidupan rumah tangga kalian nantinya. Apa iya tiap hari akan berdebat terus"
Annelka hanya mengedikkan bahunya.
"Itu urusan belakangan. Yang terpenting siapkan saja apa yang kuinginkan" Ucap Annelka santai menatap pada layar ponselnya.
"Pokoknya aku tidak ikut campur jika Aya mengamuk karena tahu kau bohongi"
"Ya...ya...aku akan mengatasi itu"
"Semua sudah siap, Ann"
Annelka tersenyum membaca pesan dari Farris.
"Ada apa?"
"Karen sudah dipindahkan ke VIP"
Tria menghela nafasnya. Benar-benar sulit memahami cara berpikir bosnya saat ini.
"Orang jatuh cinta kadang bertingkah konyol, aneh cenderung gila" Batin Tria.
***
Sementara itu Aya berjalan lemas tidak tentu arah. Kemarahan yang tadi begitu besar pada Annelka sekarang sudah menguap entah ke mana. Berganti dengan rasa bingung juga cemas luar biasa.
"Apa yang harus aku lakukan?" Gumannya. Perlahan mengayunkan langkahnya menuju sebuah tempat yang selalu dia tuju saat kesedihan melanda.
Duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Aya menatap hampa pada hamparan danau yang terbentang di hadapannya.
"Kak...apa yang harus aku lakukan?" Bisik Aya.
Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Cukup lama dia menumpahkan tangisnya. Sekali terlintas pikiran untuk kembali mengakhiri hidupnya. Hingga kemudian dia teringat, dua percobaan bunuh dirinya sebelumnya digagalkan oleh Annelka. Masak iya dia mau melakukannya lagi. Bodoh itu namanya.
"Kematianmu tidak akan menyelesaikan masalahmu"
Bisikan itu terngiang di telinganya. Aya memejamkan matanya. Bayangan wajah Karen terlintas di benaknya. Sungguh dia tidak ingin hal buruk terjadi pada Karen. Dia sudah melangkah sejauh ini demi kesembuhan Karen. Aya jelas tidak mau semua itu sia-sia.
Tapi menikah dengan Annelka? Yang benar saja. Tidak ada rasa suka sama sekali bagi Aya untuk Annelka. Bagaimana mau menyukai Annelka. Jika pria itu selalu membuatnya kesal. Selalu menaikkan tensi darahnya.
Menghabiskan hidup dengan Annelka. Satu hal yang tidak pernah ia bayangkan dalam hidupnya.
"Kenapa kau tidak mencobanya?"
"Maksudnya?"
"Nikah kontrak. Seperti yang di novel-novel itu"
"Hidupku nyata Va. Bukan halunya author"
"Tapi mirip kok. Menikah dengannya dengan syarat tertentu juga batas waktu tertentu" Usul Eva.
"Eva gila!" Aya berguman sendiri.
Namun berikutnya, Aya tampak berpikir. Nikah kontrak?
"Kamu bisa mengajukan syarat ataupun ketentuan selama kamu menikah dengan orang itu"
Aya kembali berguman membaca sebuah artikel soal nikah kontrak di ponselnya. Dia kembali berpikir. Apa iya dia harus menikah dengan Annelka demi Karen. Jika dia menolak dia takut hal buruk akan terjadi pada Karen.
Tapi jika dia menerima pernikahan ini. Dia akan terikat pada seorang Annelka Javier Carter. Pria yang menduduki tahta tertinggi per-bencian dalam hatinya.
Biasanya juga perbiasan tapi ini perbencian 🤣🤣🤣
Aya mengacak rambutnya frustrasi.
"Kak...kakak dimana? Karen ingin memberitahu kakak sesuatu"
Sebuah pesan dari Karen masuk ke ponselnya. Membuat Aya langsung menangis. Karen pasti mau memberitahu kalau dia sudah tidak ada di rumah sakit Farris lagi.
"Sudah dikirim?" Annelka bertanya pada Karen.
"Sudah?" Karen menjawab sambil tersenyum. Menatap wajah tampan Annelka yang tengah duduk di depannya.
"Dia sangat tampan. Pacar kak Aya benar-benar tampan" Batin Karen menatap takjub pada Annelka.
"Karen mau apa lagi?" Tanya Annelka lagi.
"Karen ingin melihat kak Aya tersenyum"
Jawab Karen polos. Dan jawaban Karen langsung membuat senyum Annelka pudar seketika.
"Maafkan Kakak, Ren. Saat ini kak Aya-mu pasti sedang menangis. Tapi kakak berjanji akan membuatnya tersenyum satu hari nanti" Batin Annelka menatap Karen yang tengah asyik membaca novelnya.
Annelka melirik jam tangannya. Pukul 1.30.
"Sebentar lagi dan akan aku terima apapun keputusan Ay" Batin Annelka.
Menatap pemandangan rumah sakit dari ruang rawat Karen yang berada di lantai 10, blok bangunan untuk pasien dengan rawat inap kelas VIP.
"Mari bertemu dan selesaikan semua ini"
Satu pesan masuk ke ponsel Annelka. Pria itu tersenyum. Kemudian berlalu keluar dari ruangan Karen.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Novan Hala
makin seru ceritanya😍😍
2022-11-26
2