Annelka dengan cepat melepas jasnya.
"Tria!" Teriaknya pada sang asisten yang langsung melesat masuk ke dalam kamar mandi.
"Astaga...apa yang terjadi?" Tria berucap setengah shock. Mematikan shower lalu ikut membantu Annelka membalutkan jasnya di tubuh Aya. Wajah gadis itu tampak pucat. Dengan darah yang tak berhenti mengalir dari pergelangan tangan kirinya. Bilik shower itu sudah berubah merah dengan darah dan air yang bercampur menjadi satu.
"Jangan menatap tubuhnya!" Bentak Annelka tajam.
"Astaga Ann..."
"Siapkan mobil cepat. Hubungi Farris cepat!"
Tria kembali melesat keluar. Keluar dari sana secepat yang dia bisa. Sambil meraih ponselnya. Sementara Annelka dengan cepat meraih tubuh lemah Aya. Menggendongnya. Lantas menyusul Tria yang sudah lebih dulu turun.
Pintu lift terbuka dan Tria langsung menyambut tuannya. Pemandangan itu sempat menarik beberapa penghuni apartement yang kebetulan ada di lobbi.
Seorang satpam sigap membukakan pintu mobil dengan Tria yang langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit dimana Aya dan Farris bekerja.
"Bagaimana keadaannya?" Tanya Tria panik.
"Tidak tahu...aku rasa buruk. Cepat Tria!" Perintah Annelka. Baru kali ini Annelka merasa cemas luar biasa.
"Ini sudah ngebut Ann. Aku bahkan sudah menghidupkan sign darurat" Tria protes.
"Fay.. aku mohon bertahanlah. Beri aku kesempatan untuk menebus kesalahanku. Aku akan terima jika kamu membenciku seumur hidupmu" Batin Annelka mengusap lembut pipi Aya yang bersandar di dada bidangnya.
Mobil itu mulai masuk ke dalam kawasan UGD ketika Farris dan beberapa tim medis sudah menunggu mereka. Mereka jelas terkejut melihat Aya dalam gendongan seorang pria yang meski tampilannya acak-acakan tapi tampan luar biasa.
"Astaga Aya....apa yang terjadi padanya..bagaimana dia...
"Tolong dia dulu baru bertanya!" Potong Annelka cepat.
Farris baru sadar dengan keadaan Aya. Langsung membawanya masuk ke ruang tindakan. Annelka jelas merasa semakin bersalah. Pria itu langsung membuka kancing lengan kemeja navinya. Lantas menggulungnya sampai siku. Berjalan mondar-mandir di depan pintu UGD. Sesekali mengacak rambutnya kasar.
"Bagaimana?" Tanya Tria yang datang terengah-engah. Bukannya menjawab. Annelka hanya menatap ke dalam ruang UGD dengan tatapan panik bercampur putus asa.
Pintu UGD terbuka. Farris keluar bersama seorang perawat.
"Darahnya O, rhesus positif" Pesan Harris pada perawat itu. Sebelum si perawat setengah berlari berlalu dari sana.
"Bagaimana?" Tanya Annelka.
"Agak parah. Lukanya cukup dalam. Hampir memutuskan arterinya. Untungnya kau cepat membawanya. Dia kehilangan banyak darah" Farris memberi info.
"Apa dia akan baik-baik saja?" Tanya Annelka sedikit ragu.
Farris tentu terkejut dengan pertanyaan Annelka. Annelka, Farris mengenal pria itu begitu dingin pada makhluk yang bernama wanita sebelumnya. Tapi sekarang jelas terlihat jika pria itu begitu peduli pada Aya.
"Apa kau tidak salah bertanya. Tuanmu tidak terbentur tembok kan?" Tanya Farris pada Tria yang langsung menggeleng menjawab pertanyaan Farris.
"Dia tidak terbentur tembok tapi terbentur keperawanan wanita itu" Kekeh Tria dalam hati.
"Farris!" Annelka menaikkan oktaf suaranya.
"Hai bertanya saja salah"
"Jawab saja!"
"Keadaannya cukup buruk tapi ya seperti yang kau duga dia akan baik-baik saja" Jawab Farris yang langsung membuat Annelka menarik nafasnya lega.
"Boleh aku melihatnya?" Tanya Annelka kembali membuat Farris mengerutkan dahinya saking herannya. Sejenak bola mata Farris menatap Tria yang langsung mengedikkan bahunya.
"Dia tadi sedang berganti baju. Kau tahu kan keadaannya sangat...
"Cukup, Ris. Aku tahu. Beritahu aku jika sudah selesai" Ucap pria itu lantas membalikkan badan. Mengambil tempat duduk di kursi tunggu.
***
Annelka menatap datar pada Aya. Gadis itu terlihat begitu lemah. Wajahnya masih terlihat pucat. Satu kantong darah tampak tergantung di ujung tiang sebelah kanannya. Sejenak Annelka menarik nafasnya. Kemudian pria itu berlalu keluar.
"Tempatkan dia di kamar VVIP" perintah Annelka pada Tria yang langsung mengangguk. Berlalu dari sana menuju bagian administrasi.
"Halo, lakukan sesuatu untukku" Perintah Annelka melalui ponselnya.
"..."
"Minggu depan. Aku akan memberinya sedikit toleransi"
Seseorang diujung sana langsung menarik nafasnya dalam. Tuannya yang satu itu memang suka memberi perintah sesuka hatinya. Tidak peduli bagaimana dia akan menyelesaikan tugas itu. Yang penting laporannya beres.
***
"Fay,...
"Jangan pergi Kak..Aya ingin ikut Kakak. Aya tidak mau sendirian lagi"
"Kenapa? Karena kau takut?"
"Aya takut. Aya tidak punya teman"
Orang itu tersenyum.
"Sekarang tidak lagi. Kau akan punya seseorang yang akan selalu menemanimu. Jadi jangan takut lagi" Ucap orang itu sambil mengusap pelan rambut Aya
Aya tampak membuka matanya pelan. Sedikit memicingkan mata ketika cahaya lampu neon terasa begitu menyakitkan matanya. Sejenak terdiam. Bagaimana dia bisa sampai di rumah sakit. Siapa yang membawanya.
"Kakak..." Gumannya lirih.
"Ah dokter Aya, Anda sudah sadar" Ucap seorang perawat yang baru saja masuk. Lalu menekan tombol yang langsung menghubungkan ke nurse station.
"Apa ada yang Anda keluhkan?" Tanya perawat itu lagi. Perawat itu mulai memeriksa Aya. Mulai dari infus juga transfusi darah.
"Kau sadar Ay" Ucap Farris begitu pria itu masuk kesana.
"Apa yang terjadi denganku?"
"Itu yang harusnya aku tanyakan padamu" Jawab Farris cepat.
Aya terdiam. Memperhatikan Farris yang tengah memeriksa lukanya.
"Apa kau mencoba bunuh diri?" Tebak Farris.
Aya hanya terdiam. Dia tidak mungkin bercerita kalau baru saja ditiduri paksa oleh seorang pria yang tidak dikenalnya.
"Apa yang membuatmu ingin mengakhiri hidupmu?" Farris semakin menekan Aya. Dia tahu benar bagaimana Aya hidup selama ini. Dia adalah juniornya di departemen bedah dengan spesifikasi bedah syaraf. Namun akhir-akhir ini dia juga ikut menangani departmen anak-anak. Karena sikapnya yang humble pada anak kecil. Membuatnya banyak disukai anak kecil.
"Tidak ada hal yang seperti itu" Elak Aya.
"Lalu kau akan bilang kalau itu kecelakaan. Kau pikir aku anak kecil yang bisa kau bujuk dan bohongi. Lukamu jelas bertujuan untuk memotong arterimu. Luka sayatannya begitu rapi, teratur karena kau tahu benar di mana arterimu. Masih mau menyangkal?"
"Aku tidak berusaha membunuh diriku" Tegas Aya.
"Apa ini berhubungan dengan Briel?" Todong Farris. Jantung Aya langsung berdebar kencang mengingat Gabriel, sang kekasih hati.
"Ini juga tidak berhubungan dengan Briel" Jawab Aya hampir tidak terdengar.
"Putuskan hubunganmu dengan Gabriel. Sudah kubilang berapa kali. Dia bukan pria yang baik!" Farris berucap dengan nada kesal di dalamnya.
Farris menatap tajam pada Aya. Yang kini hanya bisa menundukkan wajahnya.
"Aku belum melihatnya dengan mata kepalaku sendiri" Jawab Aya.
Farris langsung berdecak kesal. Mengapa gadis yang berada di hadapannya ini begitu bodoh. Faŕris sudah sering melihat Gabriel yang bercumbu dengan wanita lain. Tapi Aya seolah menutup mata dan telinganya atas omongan Farris. Selama dia belum melihat dengan mata kepalanya sendiri. Aya tidak akan mempercayai ucapan Farris. Dan selama ini usaha Farris untuk memisahkan Aya dan Gabriel selalu gagal. Karena Gabriel pandai sekali bersilat lidah. Membuat Aya selalu percaya pada ucapan Gabriel.
"Kau benar-benar tidak mau bercerita padaku soal luka ditanganmu?" Tanya Farris lagi. Lagi-lagi Aya menggeleng.
Farris hanya bisa memejamkan mata. Menahan amarah yang tidak mungkin dia luapkan pada Aya yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri. Juga mengingat keadaan gadis itu.
"Kau dimana?" Tanya Farris melalui ponselnya setelah keluar dari kamar Aya.
"Aku baru selesai dengan pasienku. Ada apa?"
"Analisa temanmu sendiri. Dia ada di kamar VVIP nomor 2 lantai 10"
Eva langsung berlari ke arah lift. Jarak gedung Rehap Medik yang menjadi satu dengan gedung Kanselor Psikologi cukup jauh dengan gedung rawat inap kelas VVIP. Mereka berbeda blok. Hingga perlu sedikitnya 15 menit untuk sampai ke sana.
Tanpa mengetuk pintu, Eva langsung menerobos masuk. Dia sangat khawatir dengan keadaan temannya itu. Ketika Eva masuk. Dilihatnya Aya yang tengah menangis. Tangis kesedihan yang begitu dalam.
"Aya..." Panggil Eva.
Aya langsung mengangkat wajahnya. Dan tangisnya semakin pacah melihat Eva berdiri di depannya.
"Tidak apa-apa. Ada aku disini" Ucap Eva ketika Aya sudah berada dalam pelukannya.
"Aku benci padanya. Aku benci. Aku tidak ingin melihatnya! Aku tidak ingin melihatnya" Teriak Aya di tengah isak tangisnya.
Teriakan Aya membuat Annelka yang sudah berada di dalam kamar Aya langsung tercekat. Tidak berani masuk lebih dalam. Pria itu mematung menatap bagaimana Aya yang tengah menangis pilu dalam pelukan Eva.
Sedang Eva hanya diam. Sebagai kanselor psikolog dia tahu apa yang harus dia lakukan saat menghadapi keadaan seperti Aya. Tangis Aya semakin lama semakin lemah. Membuat Eva sedikit lega.
"Aya apa kamu merasa lebih baik?" Tanya Eva. Sedikit menepuk pelan punggung Aya. Namun tidak ada jawaban. Seketika Eva cemas. Apalagi tubuh Aya bertumpu sepenuhnya padanya. Dia bergerak. Bisa dipastikan keduanya akan jatuh dari ranjang.
"Aya...Aya" Panggil Eva sekali lagi. Gadis itu terdiam. Oh fix, Aya pingsan.
Eva berusaha meraih tombol darurat untuk memanggil bantuan ketika tiba-tiba sebuah suara terdengar dari belakang Eva.
"Aku akan menolongnya. Katakan saja yang harus aku lakukan" Ucap Annelka.
"Oh kalau begitu tolong angkat tubuh temanku. Kami akan jatuh jika bergerak salah satu" Ucap Eva.
Perlahan Annelka meraih tubuh Aya. Menggendongnya kembali seperti kemarin. Sedang Eva dengan cepat turun dari ranjang pasien Aya. Sedikit membetulkan bantal dan yang lainnya. Sejenak Annelka menatap wajah Aya yang terlihat lebih segar.
"Anda bisa membaringkannya disini" Eva memberitahu. Pelan Annelka merebahkan tubuh Aya di bed pasien. Dengan Eva yang sibuk menata selang infus dan transfusi darah yang tinggal sedikit.
"Siapa Anda?" Tanya Eva begitu dia selesai merapikan peralatan Aya.
Annelka tampak tidak ingin menjawab. Hanya menatap datar pada wajah Eva. Lalu beralih menatap wajah Aya. Detik berikutnya pria itu berlalu keluar dari kamar Aya.
"Pria aneh" Eva berguman.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Sri Yanti
semangat
2023-07-14
1
FUZEIN
Menarik
2022-11-27
2
Novan Hala
lanjut thorrr
2022-11-26
2