"Dasar brengsek!"
Annelka menarik tubuh Gabriel dari atas tubuh Aya. Menghadiahkan pukulan bertubi-tubi pada Gabriel. Sedang Aya, gadis itu langsung menangis tersedu-sedu.
"Ann, hentikan. Lihatlah Aya" Ucap Tria. Annelka seketika menghentikan aksinya memukuli Gabriel.
"Habis kau! Bereskan dia!"
Suara Annelka menyadarkan Aya. Pelan gadis itu membuka matanya. Ketika Annelka meraih tubuhnya. Memeluknya dengan hangat. Namun itu tidak berhasil membuat Aya tenang. Sejurus kemudian gadis itu melesat keluar dari ruangan itu. Masuk ke kerumunan orang-orang. Membuatnya hilang dari pandangan Annelka dalam sekejap.
Panik seketika menghampiri Annelka. Bagaimana bisa dia mencari Aya di antara ratusan orang yang berada di sana. Juga kekhawatiran jika sesuatu yang buruk menimpa Aya. Mengingat tempat ini bukanlah tempat yang baik untuk gadis seperti Aya.
"Dia hilang" Ucap Annelka melalui ponselnya.
"Staf akan membereskannya" Lapor Tria.
"Kurang ajar. Berani sekali dia menyentuh milikku!" Ucap Annelka marah dengan matanya memindai area klub malam itu.
"Sudah minta bantuan Xavier?"
"Sudah. Orang-orangnya sudah menyebar"
Beberapa waktu berlalu. Hingga ponsel Annelka berbunyi. Dan pria itu langsung melesat keluar dari sana. Diikuti oleh Tria yang juga menghubungi Xavier.
"Kami sudah menemukannya"
Tak berapa mereka sudah berada di jalanan sekitar klub itu. Suasana sudah lengang karena hampir jam satu pagi. Annelka langsung menarik nafasnya lega. Melihat seorang gadis yang tengah berjongkok. Sambil menyembunyikan wajahnya diantara dua lututnya.
Bahu gadis itu bergetar hebat. Tangisnya tertahan. Aya langsung menepis jas yang Annelka pasangkan di tubuhnya. Menolak setiap perhatian dari Annelka.
"Dingin Fay" Ucap Annelka tegas. Sekali lagi Aya menolak.
"Kau ingin mereka semua melihat bahu dan dadamu!" Suara Annelka naik satu oktaf.
"Aku benci padamu. Pada kalian! Semua pria sama saja. Brengsek!" Teriak Aya.
"Terserah!" Ucap Annelka mengeja ucapannya dengan penuh penekanan. Memakaikan paksa jasnya ke tubuh Aya.
Aya langsung berdiri meninggalkan Annelka. Berjalan gontai tanpa arah. Sedang di belakang mereka, Tria hanya melihat santai pada bos dan wanita yang sejak dua minggu terakhir ini membuat tuannya kalang kabut. Bersandar pada mobil mereka yang sudah dihantarkan oleh seorang anak buahnya.
"Fay...ayo kita pulang" Ajak Annelka.
"Kau tidak ingat aku gelandangan sekarang"
Annelka hanya bisa menarik nafasnya juga memejamkan matanya.
"Aku hanya mengusirmu dari satu gedung apartemenku. Kau masih punya puluhan yang lain yang bisa kau tinggali"
"Kau benar-benar merendahkanku. Tinggalkan aku sendiri. Annelka Javier Carter!" Suara Aya mulai meninggi.
Annelka berhenti. Menatap punggung Aya yang berjalan lemah tanpa arah. Udara malam semakin dingin. Dia begitu mengkhawatirkan Aya. Gadis itu berjalan tanpa alas kaki. Berjalan dan terus berjalan. Dengan Annelka yang terus mengikutinya.
Air mata Aya tak kunjung berhenti mengalir. Dia sendiri bahkan tidak tahu apa yang dia rasakan sekarang. Dia kecewa, jelas. Sakit hati, pasti. Belum lagi dengan semua hal buruk yang terjadi juga tekanan yang Annelka berikan padanya.
Perlahan Aya menghentikan langkahnya. Kembali gadis itu berjongkok. Memeluk lututnya kembali. Dengan tangis pilu yang semakin keras terdengar. Annelka hanya mampu melihat Aya tanpa berani mendekatinya. Dia tahu salah satu penyebab tangis Aya adalah dirinya. Dia ikut andil dalam uraian air mata Aya yang tampak tidak berkesudahan sejak dia merenggut kehormatan gadis itu.
Tiba-tiba saja Aya berdiri. Berlari ke arah jalan raya yang masih terdapat beberapa kendaraan berlalu lalang. Annelka jelas terkejut. Sekuat tenaga berlari mengejar Aya yang berlari begitu saja ke tengah raya.
"Apa kau sudah gila ha?" Annelka berucap sambil memeluk tubuh Aya. Membawa paksa tubuh langsing itu menepi.
"Kalian semua yang sudah membuatku gila! Jadi biarkan saja aku mati!" Teriak Aya.
"Kau pikir setelah aku menyelamatkanmu waktu itu. Aku akan membiarkanmu melakukan hal bodoh lagi. Jangan mimpi" Annelka berucap sambil terus menahan pinggang ramping Aya.
Seketika Aya tercekat. Jadi pria ini yang membawa dirinya ke rumah sakit.
"Kenapa tidak kau biarkan aku mati saja saat itu? Kenapa kau menyelamatkanku?"
"Karena aku ingin kau hidup. Kau harus hidup" Ucap Annelka.
"Aku tidak punya alasan untuk hidup. Buat apa aku hidup"
"Aku akan menjadi alasanmu untuk hidup" Ucap Annelka yang langsung membuat Aya menghentikan semua perlawanannya pada Annelka.
"Tetaplah hidup. Agar kamu bisa membenciku. Karena dengan begitu aku bisa menebus kesalahanku" Batin Annelka menatap dalam bola mata Aya.
****
Pagi menjelang....
Aya tampak mengerjapkan dua bola mata indahnya. Gadis itu terbangun di sebuah kasur berukuran besar. Dengan dominasi warna baby blue. Tubuhnya masih terbalut selimut hangat berwarna putih. Nyaman sekali rasanya.
Aya memejamkan matanya kembali. Seolah tidak ingin bangun dari semua kenyamanan itu. Hingga tirai besar dan tebal di hadapannya perlahan terbuka dengan sendirinya. Aya sedikit menggeram karena sinar matahari langsung menyilaukan matanya. Gadis itu menaikkan selimut sampai menutupi kepalanya.
"Kau benar-benar tidak ingin bangun?"
Demi mendengar suara itu, Aya langsung mendudukkan dirinya. Melihat Annelka yang berdiri dihadapannya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Aya cepat.
"Ini penthouse-ku. Jadi tentu saja aku disini. Di rumahku"
Aya langsung turun dari kasur empuknya. Melupakan semua kenyamanan yang sebenarnya masih ingin dia nikmati.
"Mau kemana kau?" Tanya Annelka. Mencekal tangan Aya.
"Kemana saja. Asal tidak di tempatmu. Atau bersamamu" Jawab Aya ketus. Melepaskan paksa cekalan tangan Annelka.
"Buka pintunya!" Pinta Aya.
Sedangkan Annelka hanya menatap Aya sambil bersandar pada pintu kamar.
"Aku bilang buka" Aya mengulangi ucapannya. Annelka hanya bergeming.
"Ahh sial! Kenapa dia malah terlihat tampan sekali!" Maki Aya dalam hati.
"Kau akan tinggal di sini sampai kita menikah" Ucap Annelka santai sambil melipat tangannya.
"Sudah kubilang aku tidak mau menikah denganmu!"
"Masih ada 6 hari dan kupastikan kau akan berkata iya, sebelum hari itu berakhir" Ucap Annelka sambil berjalan mendekat ke arah Aya.
"Kau yakin sekali!"
"Tentu saja! Aku Annelka Javier Carter. Selalu mendapatkan apa yang aku mau"
"Tapi tidak kali ini!"
Annelka menyeringai.
"Kita lihat saja nanti. Tapi untuk sekarang, apa kau tidak ingin mengganti bajumu. Kau terlihat begitu seksi dengan pakaian ini" Bisik Annelka di telinga Aya.
"Sial!" Aya merutuki dirinya sendiri. Yang tidak menyadari kalau dia hanya memakai tank top juga hot pants.
Sedang Annelka berlalu dari hadapan Aya dengan senyum tipis terukir di bibirnya. Hal yang sangat jarang terjadi pada Annelka, tersenyum.
"Jangan bawa kopermu! Kau sudah seperti kaum nomaden saja. Pindah ke sana pindah ke sini" Ucap Annelka ketika melihat Aya yang sibuk menyeret kopernya keluar dari kamar yang ditempatinya semalam.
Keduanya sudah siap untuk pergi ke tempat kerja masing-masing.
"Aku tuna wisma. Aku bisa tidur di mana saja"
"Aya jangan memancing emosiku"
"Siapa yang peduli dengan emosimu"
Annelka mendengus geram. Mengambil paksa koper Aya. Dan memasukkannya kembali ke kamar Aya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Kau akan pergi dan pulang ke sini. Akan aku pastikan itu" Ucap Annelka menarik tangan Aya untuk mengikutinya.
"Lepas!" Aya menepis tangan Annelka yang terus saja memegang tangannya.
"Lain kali akan kupasang GPS ditubuhmu" Bisik Annelka.
"Kau gila ya" Ucap Aya tanpa basa basi. Annelka hanya diam mendengar makian dari Aya itu.
Begitu keluar apartement itu. Tria sudah menunggu mereka di depan lobi.
"Masuk!" Annelka memerintahkan.
"Aku bukan bawahanmu" Jawab Aya berlalu meninggalkan Annelka dan Tria.
"Oh my God. Dia benar-benar bisa membuatku gila!" Annelka berucap sambil mengacak rambut klimisnya. Melihat Aya yang masuk ke dalam taksi sambil melambaikan tangannya.
"Sabar Ann. Orang sabar anunya besar" Ucap Tria santai tanpa memperdulikan pelototan dari tuannya.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
As Ngadah
wadooohhhhhh
2024-10-19
0
Asngadah Baruharjo
wa ha ha ha 🤣🤣🤣
2023-10-10
1