Sore hari nya Arman dan Syafa baru tiba di kampung tempat tinggal mereka. Mereka pulang ke rumah masing-masing, sepanjang perjalanan pulang Arman terus memikirkan alasan untuk kepergiannya nanti lusa. Ia tak mungkin bilang pada Ningsih jika diri nya akan pergi ke desa X. Saat ini saja dia beralasan main bersama teman-teman satu sekolah nya dulu. Sedang lusa nanti ia juga harus kembali bekerja, hari libur nya hanya Sabtu dan Minggu. Selain mencari alasan yang tepat untuk Ningsih, ia juga harus mendapat izin dari kantor tempat nya bekerja. Bahkan bukan hanya dia, tapi Syafa juga.
Tiba di rumah, Arman bergegas mandi. Tubuhnya sudah terasa lengket sejak dari tadi. Usai mandi dan berpakaian ia merebahkan sejenak tubuh nya di atas tempat tidur. Pandangan nya lurus, ia mulai melamun mengingat kejanggalan yang di alami nya saat di hutan.
Lama melamun, mata nya pun mulai berat akhirnya ia tertidur pulas. Badan nya terasa letih setelah bepergian. Hingga rasa kantuk pun mudah sekali hinggap dan memaksanya untuk tidur.
Dalam tidur nya ia bermimpi diri nya tengah kembali ke tanjakan merah.
Namun kali ini ia berjalan sendiri, tak ada Syafa ataupun Sugeni. Ia berjalan memasuki hutan tadi, suasana dan keadaan yang sama seperti saat ia berkunjung ke tempat itu.
Dalam mimpi nya ia bisa memasuki hutan lebih dalam lagi dari sebelum nya. Hingga tiba di satu titik di mana terdapat banyak tengkorak manusia berserakan di tengah hutan yang lapang dan di pinggiran nya banyak tumbuh berbagai pepohonan besar dan rindang.
Arman mematung menatap ke sekeliling, netra nya kini tertuju pada sebuah pohon besar yang rimbun. Ia sangat terkejut saat mengetahui siapa yang berada di pohon itu. Seorang gadis dalam keadaan lemah, tubuh nya terikat oleh rantai yang membelit ke batang pohon.
Dia adalah Maura, Arman yakin itu. Arman memberanikan diri mendekat ke arah gadis yang tak berdaya itu, belum juga sampai ke sana tiba-tiba saja seseorang bertubuh seperti raksasa muncul dari belakang pohon. Langkah makhluk mengerikan itu mengeluarkan bunyi dentuman yang dahsyat. Mata Arman terbelalak, ia terkejut dengan apa yang di lihat nya. Raksasa itu kian mendekat ke arah nya, membuat Arman mundur beberapa langkah. Dentuman langkah makhluk itu membuat tanah yang ia pijak bergetar hebat, seperti terjadi gempa berkekuatan dahsyat.
Beberapa kali Arman hampir jatuh di buat nya, karena tak bisa menyeimbangkan tubuh saat bumi terasa bergetar akibat langkah makhluk itu. Sosok bertubuh hitam berbulu lebat, terdapat dua tanduk di atas kepalanya , bola mata sebesar berwarna merah menyala dan mulut nya yang besar tak mampu menampung taring panjang nan tajam hingga sebagian tampak keluar dari bibir makhluk itu.
'' Kak, lari.., '' tiba-tiba saja terdengar suara Jeni membisik ke telinga nya. Arman mencari-cari asal suara itu, namun tak bisa ia temukan wujud Jeni adik nya. Yang ia dengar hanya suara Jeni yang terus menyuruh diri nya untuk segera berlari dari tempat itu.
Arman pun berbalik dan segera mengambil langkah seribu, berusaha menghindar dari sosok Genderuwo yang kini ada di belakang dan mulai mengejar nya.
Bruuuk !
Arman terjatuh saat salah satu kaki nya tersandung ke sebuah batu. Ia jatuh menelungkup di atas tanah lembab. Kembali ia di kejutkan dengan apa yang ia lihat tepat di hadapan nya. Sebuah bola mata terdapat di antara tanah lembab dan dedaunan yang berserakan di sana. Arman yakin jika itu adalah bola mata manusia. Bau amis kini mulai menusuk penciuman, ia baru sadar apa yang menyebabkan tanah tersebut lembab, rupa nya darah mengalir di atas permukaan tanah tersebut.
Arman segera bangkit, saat bersamaan ia terbangun dari mimpi buruk nya. Nafas nya memburu, peluh bercucuran membasahi wajah dan tubuh pria itu. Mimpi nya kali ini terasa sangat nyata, bahkan kaki nya terasa pegal seakan ia habis berlarian.
Tenggorokan Arman terasa kering, ia segera turun dari ranjang kemudian mengambil segelas air putih yang sudah tersedia di atas nakas.
Arman meneguk air putih hingga tandas, kemudian ia kembali menyimpan gelas tersebut. Di lirik nya jam dinding menunjukan pukul delapan malam. Setelah hati nya agak tenang dan nafas nya kembali teratur ia pun segera keluar dari kamar.
'' Lelap banget tidur nya dari tadi Ibu bangunin gak juga bangun, '' gerutu Ningsih yang saat ini duduk di atas gelaran permadani ruangan televisi.
'' Aku kecapean kayak nya Bu, '' kata Arman yang kemudian ngeloyor ke belakang untuk mencari makanan. Perut nya terasa lapar dan keroncongan.
Arman membuka tudung saji meja makan, melihat banyak lauk di sana membuatnya ingin segera menyantap makanan itu.
Ia pun duduk dan menyendok kan nasi ke dalam piring. Sambal terasi, urap daun singkong, goreng ikan nila, tahu tempe dan kerupuk menu makan malam nya kali ini. Saat asyik menyantap makanan tiba-tiba ia mendengar ketukan kaca jendela ruangan tersebut.
Arman menghentikan kunyahan nya, seraya melirik ke arah jendela tanpa tirai itu. Sekilas ia melihat seseorang melintas di balik sana. Rasa lapar membuat nya tak mau memikirkan hal-hal aneh. Ia kembali menyantap makanan nya namun saat baru saja akan menyuapkan satu sendok makanan ke mulut, ada hewan kecil bergerak-gerak di antara makanan nya.
Sontak Arman melemparkan sendok tersebut ke atas piring. Rupanya dalam alas makan nya itu pun terdapat banyak binatang kecil menggeliat dan bergerak. Entah dari mana asal belatung itu, padahal sebelumnya Arman yakin sekali jika makanan nya bersih dan tak ada belatung sama sekali. Tapi kini belatung bertebaran di setiap piring. Arman pun merasa mual, ia segera lari ke wastafel dan memuntahkan semua isi perut nya.
Ningsih yang berada di ruangan lain segera menghampiri Arman saat mendengar putra nya itu muntah-muntah.
'' Kamu kenapa? Masuk angin? '' tanya Ningsih.
Arman belum menjawab, ia masih mual dan muntah. Tak bisa ia bayangkan belatung-belatung itu masuk ke dalam rongga mulut bahkan perut nya. Jijik sekali.
Ningsih segera mengisi segelas air putih hangat, dan ia kembali mendekat ke arah Arman berdiri.
'' Ini minum dulu. '' Ningsih menyodorkan gelas berisi air hangat tadi.
Arman segera menyambar gelas tersebut dan meminum nya sampai habis.
Arman mengatur nafas, ia ingin mengatakan pada Ningsih apa yang terjadi barusan.
'' Bu, kok bisa banyak belatung di makanan itu? '' tanya Arman masih ngos-ngosan.
Ningsih menautkan kedua alis tak mengerti apa yang sedang Arman bicarakan.
'' Kamu ngomong apa? '' tanya Ningsih heran.
'' Itu tuh, makanan di meja makan banyak belatung nya. '' Telunjuk Arman mengarah ke meja makan, ia tak sanggup melihat ke sana.
Bola mata Ningsih mengikuti arah telunjuk putra nya, ia kemudian berjalan mendekati meja makan. Semua makanan bersih tak ada belatung seperti apa yang Arman katakan.
'' Jangan ngawur, kamu masih ngantuk kan makannya ngigau , '' ketus Ningsih kemudian melengos ke ruangan televisi lagi.
Arman heran dengan sikap Ningsih, mana mungkin ibu nya itu tak melihat binatang menjijikan tadi? Arman melangkah perlahan, penasaran apa yang di lihat nya tadi benar atau hanya halusinasi? Seperti yang Ningsih bilang jika diri nya mengigau. Arman terkejut, ternyata tak ada apapun di atas makanan itu. Semua bersih. Arman menggosok mata nya, memastikan jika diri nya tak salah lihat.
'' Aneh, padahal tadi aku lihat jelas ada belatung di makanan ku, kok sekarang ngilang ya? '' gumam Arman. Ia sudah tak berselera makan, nafsu makan nya hilang sejak tadi ia melihat binatang menjijikan itu. Halusinasi atau bukan yang jelas ia sudah tak mau lagi melanjutkan makan malam nya.
bersambung,
Mau ganti nama desa x jadi nama desa yang lebih pantas. Ada yang mau kasih saran? 🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Ning Hari Mulyana
Desa Margasari
2022-09-24
2
Ali B.U
wah lauk paforitku itu., palagi tempenya di penyet sambel.,
jadi ikut lapar
2022-09-07
4
Ali B.U
untung gak kebablasan, karna tidur pas senja ( kalau jawa sande olo )
2022-09-07
3